Kejadian memalukan tadi masih berputar-putar di benaknya. Jingga mengelus-elus jidatnya yang sudah berubah memar. Setengah menyeret kaki, Jingga melangkah menuju perpustakaan untuk mengembalikkan novel yang di pinjamnya kemarin. Saat Jingga berjalan melewati koridor menuju fakultas tehnik, tiba-tiba Dido si biang gosip muncul bak jelangkung yang tak di undang dan menghadang jalannya.
Nih emak-emak tukang gosip mau ngapain sih. Ujar batin Jingga kesal.
" Mau ke mana lo? Tuh jidat lo kenapa bisa memar gitu? Trus kenapa muka lo kusut begitu kayak baju belum di sterika aja. Noh ke rumah gue ntar gue sterika muka lo biar ngga kusut lagi."
Tanya Dido yang berdiri di depannya dan memborong Jingga dengan berbagai pertanyaan. Jingga mendelik lantas memutar bola matanya jegah mendengar pertanyaan Dido yang banyak itu layaknya jalan tol. Jingga tidak suka berbasa-basi di saat suasana hatinya sedang kacau.
" Udah ngomongnya? Sekarang lo minggir, gue mau lewat." Usir Jingga halus pada Dido yang menghalangi jalannya.
" Eh eh eh, jawab dulu pertanyaan gue. Enak aja lo mau main kabur-kabur." Hadang Dido pada Jingga.
" Mau apa lagi sih Do. Udah sana minggir! Jangan halangi jalan gue." Sahut Jingga malas lantas mengusir Dido.
Bukannya pergi dari hadapan Jingga, Dido si biang gosip dengan seenak jidatnya menekan-nekan jidat Jingga yang memar menggunakan jari telunjukknya.
" Aaaaa...!!!" Teriak Jingga mengaduh kesakitan.
Kaget dengan serangan tiba-tiba Dido, seketika Jingga berteriak dengan kerasnya di depan wajah Dido sambil memukul tangan Dido dengan buku-buku yang di pegangnya. Seluruh mahasiswa yang berada di sekitar mereka lantas memandang ngeri ke arah Jingga sambil menutup teligan masing-masing. Sedangkan Dido yang di teriaki mengusap ke dua teligannya yang berdengung. Dalam hati, Dido berdo'a semoga saja besok Jingga mengalami sakit tenggorokan dan tidak bisa berteriak lagi.
" Dasar sarap lo!! Lo fikir jidat gue balon apa? Pake di tekan-tekan segala. Sakit kumvpret!! Denger ya, ini jidat udah sakit malah lo tekan-tekan segala pake jari lo yang gedenya kayak stik itu. Kira-kira dong lo." Lanjut Jingga emosi.
" Ya ampun gitu aja marah lo. Mana gue di teriakin segala. Budek nih kuping gue. Bisa-bisa keluar ingus kuping gue nanti gara-gara ngedengar teriakan lo." Keluh Dido.
" Lo tuh ya. Udah salah, bukannya minta maaf, eeh malah balik marah ke gue lagi. Jangan salahin gue kalo kuping lo bisa ingusan. Gue itu lagi bete. Jadi sana, hush..hush.. jauh-jauh." Usir Jingga lagi pada Dido lantas mendorongnya. Jingga kemudian pergi meninggalkan Dido yang masih sibuk mengusap teligannya.
" Eh Jingga mau ke mana lo? Tanggung jawab lo! Kuping gue jadi budek beneran ini!!." Teriak Dido pada Jingga. Jingga berpura-pura tuli dan terus berjalan meninggalkan Dido yang masih memanggil-manggil dirinya.
Bodoh amat. Mau kuping lo budek atau becekan juga gue ngga perduli. Biar tau rasa lo. Makan tuh teriakan maut gue. Ujar batin Jingga.
Jingga terus melangkahkan kakinya. Tidak di perdulikannya suara Dido yang masih memanggil namanya.
" Jingga!!." Dido terus berteriak memanggil nama Jingga.
Teriak aja terus. Sampe lebaran moyet juga gue ngga mau tanggung jawab. Salah sendiri jidat gue lo tekan-tekan. Ujar batin Jingga kembali bersuara.
Dido yang sudah lelah memanggil-manggil Jingga hanya bisa menatap sosok Jingga yang telah pergi.
" Tuh boca emaknya waktu hamil ngidam toa masjid kali ya. Kenceng banget suaranya. Suara knalpot bajay bisa-bisa kalah saing kalo kayak gini ceritanya." Dido kembali bersuara sambil mengusap-usap telinganya yang masih berdengung yang baru saja di terapi oleh suara teriakan Jingga. Dido kemudian berjalan menuju kantin.

KAMU SEDANG MEMBACA
(AALS 1) wasn't mE?
RandomUntuk apa bersama? Jika pada akhirnya harus berpisah Suatu hari nanti kau akan Menyesala telah membuangku. Membiarkanku pergi dari Kehidupanmu. Menorehkan luka dihatiku. Dan suatu hari nanti. Jika kau ingin kembali lagi padaku. Maka aku akan Menutu...