Part 8

35 6 4
                                    

Alaram yang berdering dengan kerasnya, membangunkan jiwa yang masih sibuk berkelana di alam mimpi. Jingga membuka matanya dan menguceknya. Menyesuaikan dengan pencahayaan di kamar itu, lalu matanya menatap jam weker yang masih berdering dengan kerasnya. Jingga menjulurkan tangannya untuk mematikan alaram itu. Dia kembali bergelung di bawah selimut tebal itu melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda.

" Jingga bangun sayang. Kamu ngga ke kampus hari ini?."

Suara ketukan di pintu kamarnya yang di susul suara maminya kembali membangunkannya. Dengan malas Jingga mengibaskan selimutnya, lalu memandang jam di samping nakas. Lambat-lambat matanya mengamati jam.

Pukul 07:30.

" Aaahhh!!! Mami!!."

Teriaknya seperti orang kesetanan.
Jingga bergegas masuk ke kamar mandi. Membersihkan diri dengan cepat dan berpakain. Setelah selesai berpakaian, Jingga merapikan buku-buku yang akan di bawanya ke kampus. Memgenakan tas selempangnya lalu turun ke bawah.

" Pagi mi, pi. Pagi kak. Aku berangkat dulu."

Sapa Jingga lalu mengambil sepotong roti dan mencomotnya. Meminum susunya, lalu berpamitan pada kedua orang tuanya dan kakaknya.

" Jingga tunggu biar kakak antarin kamu ke kampus." Ujar Aron lalu menyusul Jingga yang sudah berlari ke luar rumah.

" Gimana kuliah kamu? lancarkan?."
Tanya Aron pada Jingga yang sibuk memasang seatbelnya saat mereka telah berada di dalam mobil.

" Alhamdulillah kak. Sejauh ini semuanya lancar-lancar saja."

Mobil Aron kini telah meninggalkan halaman rumah keluarga Gilbert. Sepanjang perjalanan menuju kampusnya, Aron terus bertanya mengenai keseharian Jingga di kampus.

" Jingga. Hmmm...siapa laki-laki yang kemarin ngantarin kamu pulang?. "

Tanya Aron ragu melirik adiknya itu.
Jingga mengalihkan pandangannya dari jendela mobil yang sedang di pandanginya ke wajah Aron yang sedang menyetir. Sedari tadi mulut Aron sudah gatal ingin menanyakan hal ini pada Jingga sejak semalam. Tapi Aron memilih mengurungkan niatnya itu. Dia tidak tega melihat wajah lelah adik kesayangannya.

" Teman aku." Jawab Jingga singkat.

Suasana di dalam mobil menjadi hening. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka berdua. Hanya suara mesin mobil dan kendaraan yang sedang berlalu lalang. Tak berapa lama mobil Aron pun tiba di depan gerbang kampus.

" Bye kak. Aku pergi dulu." Jingga berpamitan pada Aron. mencium ke dua pipi kakaknya lalu membuka pintu mobil dan keluar di ikuti Aron.

" Maaf ya sweet heart. Kakak cuman bisa nganterin kamu sampai depan gerbang. Kakak juga lagi buru-buru. Ada miting pagi ini sama klien penting."

Ujar Aron seraya mencium kening adiknya dan berpamitan. Jingga hanya mengangukkan kepalanya dan tersenyum menatap kakak kesayangannya yang telah pergi. Dia selalu menyukai moment seperti ini. Jingga kemudian melangkahkan kakinya menuju kampus.

♡♡♡

Pagi-pagi sekali dia sudah berangkat ke kampus. Sepanjang perjalanan menuju kampus, perkataan bundanya masih terus memenuhi kepalanya. Hal yang paling di bencinya tidak dapat di tolaknya. Seharusnya bukan dia yang mengalami hal mengerikan itu. Tapi pria tidak bertangungjawab itu malah melimpahkan semua itu padanya.

Ingin dia membatalkan semuanya. Tapi sekali lagi, rasa cintanya yang sangat besar untuk sang bunda memaksanya mengalahkan egonya. Ini sudah ke dua kalinya, pria itu menolak perjodohan yang di rencanakan bundanya. Kalau saja dia tidak mengingat bahwa pria itu telah memiliki kekasih, mungkin peluangnya untuk menolak perjodohan itu sangatlah besar.

(AALS 1) wasn't mE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang