BAGIAN 15

1.3K 94 3
                                    

BAGIAN 15-WAKTU

Retha mendapati Uhuy di pagi harinya, sudah terlihat sibuk memakai sepatu sketsnya. Tampilan Uhuy terlihat segar, dengan kaos oblongnya yang bersih dan celana jeans belelnya yang keren. Rambutnya yang agak panjang di bagian belakang dan depannya, tertata asal dengan gaya finger wave.

“Apa kabar?” tanya Retha yang juga sudah rapi dengan tampilan barunya sebagai dirinya, bukan sebagai Nina. Ia mengenakan blus terusan hijau lumut bergaya hippies yang berpotongan panjang di atas lutut dengan lapisan luar cardigan panjang berwarna salem. Sepasang sepatu casual berwarna krem, juga terpasang di kakinya. Rambutnya digerai asal dengan penjepit kecil di sebelah kanan kepalanya.

Uhuy mendecak kecil memandangi Retha. Sementara bibirnya sudah tersenyum lebar meskipun lingkar hitam di seputar matanya masih menggambarkan jejak keletihannya. “Baik”, sahut Uhuy kemudian, “masih hidup.” Ia mengekeh. “Kabar ‘mbak, gimana?” Ia bertanya balik pada Retha.

“Sama”, sahut Retha, “masih hidup juga.” Kemudian keduanya tertawa geli sendiri. “Mau kemana?” tanya Retha kemudian.

“Mau ke surga, ‘mbak.”

“Apa?”

“Ke surga.” Uhuy menyahuti dengan ucapan yang sama, membuat Retha berkerenyit kening. Retha mencoba tertawa. Tetapi tawanya malah terdengar seperti meringis. “Kamu bercanda, ‘kan?”, desis Retha sambil menelan ludahnya.

“Gak bercanda!” sahut Uhuy. “Siapa sih, yang ‘gak mau masuk surga?” Ia terkekeh. “Tapi ‘gak sekarang…”, sambung Uhuy sambil tersenyum. “Impian saya belum tercapai, ‘mbak.” Ia membalikkan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya sambil melambai kecil pada Retha.

Retha pun tersenyum, merasa lega mendapati Uhuy terlihat bersemangat. Kemudian ia melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat kost-nya itu, demi menikmati waktu kosongnya karena tulisan terakhirnya sudah selesai dan sudah dikirimkannya via email.

Dan di dalam cerita terakhirnya, Retha menuliskan tokoh Lola kembali pada suaminya yang… sekarat. Retha membuat Lola kembali tepat waktu karena ia juga berniat kembali pada Hadi sebelum semuanya terlambat.

***

Retha melirik ke pukul satu dari posisi duduknya di sebuah tempat makan yang menyediakan kue serabi basah aneka rasa, dengan penataan tempat tradisional yang terletak di area terbuka, di tengah-tengah taman yang luas. Kursi dan mejanya menyerupai batu besar dan ceper dengan kaki-kaki yang terbuat dari susunan bata tanpa dipoles semen ataupun cat. Dan tak jauh dari mejanya, ia melihat Hadi tampak sibuk membaca ebook di ipad-nya sambil mereguk kopi luwak dari cangkir tanah liatnya. Sementara Retha berlagak sibuk membaca buku resep percintaan “Menghangatkan Makanan Sebelum Basi.”

Retha melirik sesekali ke Hadi, berharap Hadi menoleh ke arahnya dan menyadari keberadaannya. Keringat dingin sudah menjalari seluruh telapak tangan Retha. Buku yang terjepit di tangannya mendadak tergelincir terus, seakan ia memegang bobot buku yang terlalu berat bagi jemari-jemari tangannya yang mungil. Lalu dengan satu tangannya yang lain, ia mengangkat cangkir teh hijaunya dan menyeruputnya perlahan, tanpa mengerti apa yang membuat tangannya mendadak gemetar. “Uekh!” Retha menjulurkan lidahnya, merasakan kalau teh hijau itu tidak terasa manis sedikit pun. Bahkan agak pahit. Ia pun meletakkan cangkirnya kembali ke alas yang terbuat dari tanah liat berukir dedaunan.

Kemudian telepon genggam Retha berbunyi. Retha mengangkat telepon genggamnya itu sambil matanya tetap melirik ke Hadi.

“Halo…” Retha bersuara.

RETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang