Satu

2K 56 3
                                    


I believe that two people are connected at the heart, and it doesn't matter what you do, or who you are, or where you live, there are no boundaries or barriers if two people are destinied to be together.
(Julia Roberts)

Aninda mengayuh sepeda butut dengan galau. Sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup satpam bengis penjaganya. Ini pertama kali ia berangkat sekolah sebagai siswi SMA Harapan Jaya setelah satu minggu ditindas para senior dalam kegiatan MOS. Bahkan ia tak peduli dengan bunyi klakson kendaraan yang sejak tadi memperingatkan dirinya untuk memelankan sepedanya. Yang ada dibenaknya hanyalah: jangan sampai terlambat kalau tidak mau berurusan lagi dengan para senior sok galak.

Lampu merah di perempatan membuat Aninda berhenti. Gerbang SMA Harapan Jaya yang terbuka lebar tampak dipelupuk mata. Matanya berkilat saat detik-detik menuju lampu hijau. Sreeet! Ia memacu dengan semangat berlebihan hingga menyerempet sepeda motor sporty biru yang tergesa-gesa. Bruuuk! Aninda terjatuh. Sepedanya masih melaju kencang tanpa kendali. Ia melihat sepedanya itu masuk selokan besar dan sekejap saja lenyap dari pandangan.

Orang-orang langsung mengerubunginya, begitu pun pemilik motor Sporty yang menyerempetnya tadi. Petugas ambulans yang kebetulan lewat bergegas menolong dirinya. Sedangkan nasib sepedanya sangat tragis: selokan dalam dan berlumpur membuat warga enggan mengambilnya.

"Sepedanya relakan saja, harganya juga tidak seberapa," gumam seorang bapak dari balik mobil.

Aninda terdiam pasrah karena dahinya sedang diobati paramedis. Cowok pengendara motor sporty tadi mendekati Aninda setelah melepas helm.

"Sorry buat yang tadi, ini kartu namaku," kata cowok tampan itu singkat, lalu beranjak pergi mengendarai motor.

Hati Aninda mencelus. Dia cuma bilang kayak gitu tanpa rasa bersalah? Sialan! umpatnya dalam hati.

Setelah selesai mengobati luka didahi, paramedis mengantar Aninda sampai di depan gerbang sekolah.

"Makasih ya, pak," kata Aninda tersenyum semanis mungkin.

"Lain kali lebih hati-hati ya, Dik. Sekarang jalanan ramai banget," kata paramedis itu sopan, kemudian ambulans menderu pergi.

Aninda menarik napas dalam-dalam, kemudian perlahan menghembuskannya lewat mulut. Ia selalu begitu bila sedang gugup. Sebentar lagi ia harus menerima omelan kakak kelasnya, wali kelasnya, dan entah dari siapa lagi saking banyaknya orang yang akan mengomelinya. Belum lagi omelan orangtuanya bila tahu sepeda mereka satu-satunya musnah oleh anak sendiri.

Baru saja Aninda melewati gerbang sekolah, dua senior mendekatinya.

"Ayo, ikut kami keruang OSIS!" ujar salah satu cewek.

Aninda jelas kaget. " Memangnya saya kenapa, Kak?"

"Udah ikut aja," ujar cewek satunya lagi.

Begitu tiba di ruang OSIS, Aninda langsung disambut omelan.

"Baru kelas sepuluh udah berani telat lima belas menit!" omel salah satu pengurus OSIS yang terkenal galak di sekolah. Namanya Marsya, cewek paling populer dan paling diidolakan kaum adam.

"Tadi saya kecelakaan, Kak, jadinya telat," jawab Aninda sambil menunduk sepolos mungkin. Ia melirik Marsya dan kedua cewek tadi. Semua siswa tau Marsya dan dua dayangnya ini pentolan SMA Harapan Jaya. Talenta dibidang Cheerleader membuat mereka populer sekaligus besar kepala.

"Ini kartu peringatan buat ditandatangani orangtuamu. Udah, sana balik ke kelas," kata Marsya sambil memberi Aninda kartu merah.

Dengan langkah gontai Aninda keluar dari ruang OSIS.

LolipopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang