Anomaly

16 4 0
                                    

Pria itu memasuki sebuah ruangan gelap dengan nuansa yang sangat tak mengenakkan. Banyak orang yang kelihatannya mulai kurang waras. Mungkin terlalu lama terkurung disana. Tanpa interaksi dan ... entahlah.

Ia tetap melangkah. Menghiraukan mereka yang menatap dirinya. Pasalnya jarang sekali ada orang sepertinya yang datang kemari. Wajar saja jika dirinya menarik perhatian mereka.

"Ayah, siapa yang kau kunjungi?" Laki-laki dengan potongan rambut seperti mangkok itu bertanya. Mata besarnya bergerak liar, melihat ke kanan dan ke kiri.

"Aku sudah memberi tahumu untuk dirumah saja Danke," tuturnya.

Ruang demi ruang dilewatinya dengan penerangan yang semakin minim.

Ia berhenti di ruangan terujung. Lampu tua yang menggantung diatas ruang itu bersinar sangat terang.

"Kau dapat melihatku ternyata." Wanita tua itu terkekeh, gurat kasar di wajahnya tertarik layaknya akar yang bercabang.

Pria itu diam. Ia mengeratkan genggamannya pada Danke yang menatap wanita itu dengan bingung.

"Aku sempat meragukan lampu ini Ronen. Tapi nyatanya, benda ini bertahan hingga sekarang."

Sekali lagi Ronen hanya diam. Namun, sebuah senyuman tipis terbentuk di wajahnya.

Ah tapi tidak juga. Bibirnya hanya tertarik beberapa senti.

"Kau pasti tau 'kan kalau aku takut dengan kegelapan?" Tanyanya. Wanita tua itu belum menyerah rupanya, ia ingin Ronen meresponnya.

"Aku juga takut gelap," respon Danke. Ronen masih tak bergeming.

Mata wanita tua itu beralih pada Danke. Entahlah, tiba-tiba ia jadi malas menanyai Ronen lagipula percuma, ia tak akan menjawab. Danke berhasil menarik perhatiannya.

"Kau sudah besar Nak, aku melewatkan banyak hal rupanya." Ia mengelus rambut Danke.

"Itu bukan salahku." Ronen melipat tangannya, kemudian menghela napasnya. "Jika Jedden tak terbunuh ditanganmu, kau mungkin masih bersama kami."

Danke mengernyit. Ia benar-benar tak mengerti.

"Aku tak membunuhnya! Demi tuhan Ronen, aku tak melakukannya!" sangkalnya dengan air mata yang mengalir.

"Aku mencintainya, aku tak mungkin menyakitinya," lanjutnya lirih.

"Lalu siapa yang ada di rekaman itu? Kloninganmu?"

"Ia tak meninggal, aku mendengar Jedden menyanyikan lagu kesukaannya."

Tangis Rosseane semakin kencang. Ia jatuh dari kursinya, berguling ke kanan kemudian ke kiri. "Aku masih mengingatnya."

"I Love Your Lovin' Ways when you hold my hand," Rosseane bernyanyi.

Suaranya serak, namun ia memaksa untuk bernyanyi. Bahkan nadanya sangat rendah.

"And with a little ssqueeze you make me understand ..." Rosseane berdiri kemudian ia berdansa. Membayangkan Jedden benar-benar ada disini.

"That I'm the only one underneath the sun for you, yes, for you."

Ronen mengambil ponselnya. Menghubungi penjaga. Ia tahu hal ini akan terjadi. Seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Kenapa ia berdansa?" Danke keheranan.

Ronen diam saja. Ini salahnya, seharusnya ia membiarkan anaknya merajuk, daripada membawanya kemari.

"I L Y L W, yes, I L Y L W, yes I do." Rosseane berteriak kemudian terbahak.

Penjaga datang selang beberapa detik kemudian.

Ronen ikut berjalan di belakangnya. Kali ini, tangan Danke berada di genggamannya.

"Lepaskan aku bedebah!" umpatnya, lalu ia memukul punggung petugas keamanan yang memanggulnya.

"Aku tak membunuhnya, sungguh! Nora yang melakukannya." Serunya, kemudian hilang ditelan kegelapan.

Ini bukan liburan yang diinginkannya. Nenek di kisahnya sangat amat berbeda.

Tak ada roti jahe, cokelat panas ataupun hangatnya perapian. Semuanya bertolak belakang dengan ekspektasi Danke.

***

P.s: Judulnya sesuai gak sih? Aku udah pusing banget. Ada usul?

Note:

Ntahlah. Aku mencoba keluar dari zona nyaman. Dan malah jadi begini.

Kritik dan saran ama sangat dibutuhkan. Kalo perlu diperinci aja kesalahannya dimana /kaya ada yang mau aja/

Sebenernya ini buat seleksi awal turnamen di NPC2301 tapi gak jadi. Dan batas wordsnya itu. Ah akhirnya gak kekirim dan bisa kutambah sesuka hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Bucket of FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang