Warning : terdapat adegan kekerasan yang (agak) sadis tapi tidak membunuh.
Aku akan mengakhiri hidupku.
Toh, tidak akan ada yang peduli.
Setidaknya aku akan hidup lebih tenang. Sebagai diri sendiri, bukanlah aset yang diincar dalam keadaan nyawa yang terancam.
Seharusnya begitu.
Brak!
Pintu kayu itu terbuka lebar. Terdengar aliran air yang menetes deras dengan sapuan angin kencang menyeruak ke dalam ruangan yang mengurungku.
"[Reader]!"
Ternyata Reiji yang menghampiriku. Tubuhnya basah kuyup. Sepasang manik abunya berkilat menatapku cemas.
"Maafkan kami!"ungkapnya dengan nafas terengah-engah.
Aku menggeleng. "Bukan salahmu,"
Dia hanya menjalankan pesan Ai. Selebihnya ada lagi yang datang dari luar yaitu Kurosaki dan Syo. Aku bisa mengintip prajurit yang tidak lagi sadarkan diri. Pedang yang kugenggam jadi kaku karena kehadiran mereka. Padahal tekadku sudah cukup kuat.
"Kau akan baik-baik saja."Syo memegang bahuku.
Aku merasa lega tapi segera kutolak kata hatiku itu. Aku mendaratkan tangan Syo dengan tatapan gusar. Aku tidak akan percaya lagi kepada mereka. Salah satu dari mereka sekalipun.
Aku akan baik-baik saja meskipun sendirian.
"Jangan sentuh aku! Jangan ganggu hidupku! Biarkan aku hidup dengan benar, apa susahnya?"protesku menjadi-jadi setelah terlalu lama membebani batin ini.
Nyonya yang mengurungku kini berada dalam posisi terpojok, tepatnya dia sedang mengendap-endap keluar dari sana. Langsung saja kususul. Aku mengangkat kaki ke arah dinding -- menghalangi jalurnya keluar dari sana. Gara-gara dia, hidupku dalam penderitaan yang tidak seharusnya kualami. Aku tidak terima dia keluar dengan nyaman.
Kutarik rambutnya ke atas dengan tatapan dingin, "Jangan harap kau bisa hidup kaya raya dengan eksistensiku."
Aku menendang asal dirinya sambil melampiaskan kekesalan. Kepalanya, tubuhnya, dan kakinya semauku kutendang. Entah asa dari mana aku melakukannya, tapi sedikit demi sedikit beban itu terangkat.
"[Reader], sadarlah! Tidak semestinya kau menendang dengan keji seperti itu!" Kurosaki berseru namun kuabaikan.
Aku mendengar korban yang kusiksa meringis kesakitan berusaha menahan kakiku namun dia gagal. Kedua lainnya termenung menatapku. Kalau perlu, sampai aku puas aku akan terus melakukannya. Aku menitikkan air mataku sambil mengingat semua luka yang otomatis terbuka kembali. Dingin dan menyesakkan.
"Berhenti,"
Intonasi tinggi itu mendiamkanku sejenak. Aku mengira aku berhalusinasi jadi tetap menendang wanita tua itu.
Namun aku merasakan tanganku dikekang dari belakang oleh jemari yang hangat. Aku menoleh. Aku yakin sekali bahwa suara Ai hanyalah bayangan belaka namun ternyata dia benar-benar ada di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel The Soul [END]
FanfictionDipertemukan oleh sang raja itu biasa. Namun, di masa lalu, dia adalah seorang mantan pemimpin perompak. Oh, dan satu lagi. Aku adalah gadis aneh dengan batu mistik di lengan kanan. Terkurung di menara seumur hidup tanpa mengetahui asal usulku. Keti...