XVIII : Team

438 54 3
                                    

Poof.

Sebuah asap mengepul di antara kami. Aku merasakan tubuhku dibawa menjauhi lokasi barusan. Di antara kepulan yang masih menghalangi wilayah barusan.

"Lama tidak berjumpa, [Reader],"

Aku menoleh ke arah sosok yang membopong tubuhku. Seorang laki-laki berambut biru gelap itu tersenyum ramah -- Ichinose Tokiya, sang herbalis.

"I-Ichinose-s--"

Ia menempelkan jemarinya tepat di bibirnya. Ia mengarahkan sapu tangan kepadamu. "Pst, ayo kita lari! Tutup indra penciumanmu dengan sapu tangan!"

Tangan kiriku menuruti pesannya kemudian tangan kananku menggandeng jemarinya yang besar. Kabut tebal yang mengepul tadi perlahan sirna sepanjang kami berlari ke arah berlawanan.

"Tadi Ichinose-san melempar apa?"

Tanpa melihatku, ia menjawab, "Bom asap yang terbuat dari racikan herbalku. Kalau dihirup terlalu lama bisa menghilangkan kesadaran, selain itu tidak memberikan efek samping apa-apa."

Ah, iya, aku ingat ia adalah herbalis.

"Syukurlah yang melempar tadi adalah Ichinose-san,"ungkapku tersenyum lega. Kalau seandainya musuh atau paman Aine, aku tidak akan menyangka hal apa lagi yang akan terjadi. Seolah aku baru saja menciptakan konflik lain. Beberapa saat setelah kami berlari, dengan napas terengah-engah, kami sampai di sebuah pondok kayu sederhana di tepi pantai.

"Ini?"tanyamu kebingungan sambil mengelap tetesan cairan kuning yang dilemparkan penduduk barusan.

Kami berdiri di depan pondok itu. Ichinose memandangku sesekali mengetuk pintu, "Seperti yang kau tahu, setelah kerusuhan situasinya benar-benar kacau. Kami tim eks perompak kembali berkumpul ke tempat yang sudah kami siapkan dalam keadaan darurat."

Akhirnya, Ittoki keluar lebih dulu dan membukakan pintu. "[Reader]-chan! Apa kau baik-baik saja?"

Aku mengangguk kemudian membungkukkan badanku. "Iya, tetapi kurasa kita tidak bisa diam saja. Dalam artian sebenarnya yang ingin kukatakan adalah ... tolong bantu kami!"

Kutahu kalau mungkin usulanku akan menganggu mereka.

"Lady, masuklah,"ajak Jinguji memegang bahuku.

Aku melangkah pelan kemudian berhenti sesaat. Kuambil benda hitam -- walkie-talkie di dalam tasku. Menyalakan mesin penyampai informasi itu.

"[Reader], kau di mana?"

Ini suara Kurosaki.

"Ai dan Aine telah sampai di gerbang tetapi aku belum bisa mengonfirmasi kalau kami akan langsung turun ke sana,"

Suara yang penuh pertimbangan itu adalah milik Camus.

"[Reader], apa kau baik-baik saja?"

Suara tinggi dan menenangkan itu ... milik Ai.

Aku menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskan perlahan. "Aku berada di pondok yang menjadi lokasi darurat kalian sebagai eks perompak. Pas di tepi pantai bagian barat setelah memasuki gerbang awal."

"Aku akan membantumu, [Reader],"

Aku menoleh memandang laki-laki pemilik mole di bawah mata kanan -- Hijirikawa Masato.

"Hi-Hijirikawa-kun?"

"Walaupun Mikaze-sama telah mengizinkan kami hidup sesuai dengan jalan kami masing-masing, kami tetap harus bertanggung jawab untuk menolongnya sampai akhir,"sahut Hijirikawa menjelaskan alasannya.

"Benar! Kita tidak bisa diam saja!"tambah Ittoki mengepalkan tangan dengan semangat.

"Aku juga! Walaupun aku tidak bisa bertarung, aku ingin kalian baik-baik saja. [Reader], aku takut kau kenapa-napa sejak kerusuhan itu!"Tomochika langsung berlari mendekapku.

Feel The Soul [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang