XVII : Start

554 54 7
                                    

Aku langsung mencari Ai. Laki-laki berambut biru pucat itu duduk membuka literatur berkover hitam pekat.

"Ai!"panggilku berjalan cepat ke arahnya.

Ai beralih memandangku, "Ada apa?"

Wajahku kembali merah sejak kejadian di dapur barusan namun segera kutahan dengan berbicara, "Ke-kenapa ki--"

"Ki?"

Ini tidak bagus buat hatiku dan bagi dia sendiri. Memangnya dia tidak khawatir jika bersamaku akan terserang overheat?

"Kenapa Reiji bilang kalau kita sekamar, hah?!"

Seseorang, sadarilah kalau aku benar-benar panik saat ini juga!

Feel The Soul
Disclaimer : Brocolli [Game], Sentai Filmworks [Anime]
By agashii-san
XVII - Start
.
.
.

"Aku tidak ingin sekamar dengan Aine," ungkapnya sejalan dengan pernyataan Reiji barusan.

Aku mendengus. "Kenapa kau jadi sentimen begini? Maksudku, kalian itu kan seharusnya bersama-sama, kan?"

Ia menopang dagu, "Jadi kau tidak mau denganku? Jadi kau menyuruhku tidur di luar?"

Kupejam manikku sebentar. "Bukan seperti itu, hanya saja ka--"

Ini sih, bisa-bisa aku yang overheat. Bukan dia.

"Kalau bukan berarti tidak masalah kan?"

"Mikaze-sama,"tegur Camus.

Aku mengacak rambutku penuh frustrasi. Ah, tapi tetap saja. Aku panik. Kupandangi Ai yang telah berjalan dan berbicara dengan Camus bergerak meninggalkanku.

♡ ♡ ♡ ♡ ♡

Kamar yang kugunakan memang luas. Terdapat sebuah tempat tidur utama berukuran king size dengan selimut tebal berwarna putih. Aku sudah mandi duluan dan waktu menunjukkan pukul sepuluh malam.

Krek.

Jantungku seolah bertrampolin ria -- merasa akan lepas dari posisi normal. Kulihat Ai telah terbalut piyama putih garis-garis biru.

"Aku tidur di sofa,"dia mengusulkan demikian kemudian berbaring menyamping ke kiri di sebuah sofa cokelat empuk di seberang tempat tidurku.

Aku mengambil sebuah selimut di dalam lemari kemudian berjongkok di sebelah sofa. "Ai, biar aku saja yang tidur di situ. Kau tidur saja di tempat tid--"

Ia menoleh kemudian menahan pergelangan tanganku, "Kenapa kita tidak sama-sama saja di sana?"

"E-eh?"aku mengerjap manikku.

Ai menopang dagu, "Tidak mau, kan? Kalau gitu aku akan tetap tidur di sofa."

Sofa ruanganku memang empuk namun berukuran pas bodi -- sempit. Aku jadi canggung membiarkannya terbaring di sana apalagi kalau tubuhnya sakit semua karena tidak terbiasa, aku akan menyalahkan diriku sendiri. Dan bukan hanya aku, tetapi kawan-kawannya juga.

Khawatir akan skenario terburuk, aku menyerah. Aku hanya harus berpikiran positif.

Aku membuang muka. "Bu-bukannya aku tidak mau, tapi awas saja kalau kau mengeluh ketika aku tidak sengaja menendangmu."

Ia tidak merespon kemudian berpindah posisi -- kini berada di tempat tidurku. Kaku, aku berbaring di tempat tidur yang sama namun berada di posisi pinggir kanan. Aku merebahkan selimut sampai setengah wajah.

"Ai?"

"Hm?"

"Boleh aku matikan lampunya? Aku tidak bisa tidur kalau terang."

Feel The Soul [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang