♂Part 4 : Merasa Cerdas

12.7K 1.2K 31
                                    

Aku menjemput Jeje ke sekolahnya. Kebetulan ini hari Sabtu, jadi dia sekolah setengah hari. Aku membunyikan klakson saat melihat Jeje berdiri di depan gerbang bersama segerombolan anak SMA berseragam sama.

"Kita ke puncak sekarang," ucap Mas Jeje setelah menutup pintu mobil. Aku melongo. Apa lagi sekarang? Ini anak kerasukan setan?

"Enak aja lo ngatain gue kerasukan, yang kerasukan setan lo tuh!" Sambarnya pedas.

Ya ampun..

Sepertinya aku harus menghilangkan kebiasaan buruk menyuarakan isi otakku. Agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak sampai terjadi. Salah satu contohnya, barusan.

"He-he-he, nggak mungkin lah mas. Kan setannya takut kalah sama kegantengan saya," ucapku ngeles.

"Serah lo deh. Yang ada juga tuh setan takut ketemu sesepuh para setan dan dedemit kek lo," sindirnya sarkas.

Aku sesepuh setan dan dedemit? Boleh juga.

"Emang mau ngapain Mas ke puncak? Lagian ini kan weekend. Disana pasti macet." Tanyaku mengabaikan sindirannya.

"Alesan lo. Bilang aja lo nggak mau repot. Gue laporin Ayah mau lo? Biar gaji lo dipotong." Ancam Mas Jeje.

"Gak apa-apa sih Mas, silahkan. Lagian kan saya emang nggak gajian bulan ini. Rencananya gaji saya mau saya ambil untuk liburan ke Bali 2 bulan lagi," jawabku berani. Emang bener kok. Rencananya nih, tahun baru besok aku akan liburan ke Bali bersama keluargaku.

Satu detik, dua, tiga, dan seterusnya sampai detik kesepuluh, mobil yang kami kendarai seperti kuburan, sepi.

Mungkin dia lagi tiduran? Atau terlalu malas membalas omonganku? Atau...

"Sialan lo! Berani banget lo sama gue?! Tunggu aja, 2 bulan dari sekarang, lo bakal gigit jari sambil nangis jejeritan gara-gara rencana ke Bali lo bubar!"

Dia ngamuk. Yup, bayangin beruang kutub yang dibangunin dari hibernasinya. Nah lho, itu mirip.

Dan jangan lupakan kakinya yang menendang kursi kemudiku gemas. Membuat badanku terdorong ke depan-ke belakang-ke depan lagi- ke belakang lagi. Terus seperti itu.

Abaikan saja lah, toh bentar lagi dia akan kembali ke hobi awalnya. Tidur sambil menggonggong.

***

"Mas Jeje, ini sudah sampai. Bangun dong." Aku mematikan mesin mobil. Kemudian melongok ke belakang.

Satu kata. Syok.

Sumpah, Demi neraka! Pemandangan yang aku lihat sekarang lebih menyeramkan dari nonton film horor Annabel, Conjuring, Paranormal Activity, atau ketemu sama Mbak Kunti sekalipun. Bahkan Griya Unik lewat. Hah?

Mas Jeje tertidur dengan posisi yang berlawanan gravitasi bumi. Kepalanya di bawah -bener-bener di bawah jok mobil, sedangkan kakinya di sandaran kursi, dan yang membuat aku menahan pipis adalah baju seragamnya yang tersingkap sampai dada. Menampilkan perut putih rata milik Mas Jeje.

Dosa apa aku, Tuhan? Kenapa Engkau menempatkan aku di situasi senista ini?! Arghhhhh..please..please. I can't handle it!

Tapi setelah aku pikir-pikir lagi. Daripada stress memikirkan hal itu, mencuri kesempatan dalam kesalahpahaman adalah ciri khas orang cerdas.

Berhubung aku merasa cerdas, aku memilih memanfaatkan kesempatan ini. Kuulurkan tanganku ke arah perut Mas Jeje. Bukan mesum, hanya ingin memastikan tekstur kulit Mas Jeje *ngeles*. Kalau terbukti sesuai kriteria kulit pemeran pembantu pria, aku akan membeli sabun yang sama seperti yang dipakai Mas Jeje. Biar kulitku mulus gitu, maksudnya.

Saat jariku berhasil menggapai kulit perutnya, bulu kudukku meremang. Ada aliran listrik menyentak otakku. Mengirim sinyal darurat ke seluruh tubuhku dan membuat jantungku berdentum keras karena gugup. Aku menyukainya, tubuh Mas Jeje...sexy.

Aku memejamkan mataku perlahan, menikmati setiap gerakan jariku, dan merasakan bagaimana tubuhku tak menolak gejolak hasratku -meskipun aku tau aku straight.

Waktu berjalan sangat lambat. Bahkan akalku sudah hilang entah kemana. Otakku terstimulasi untuk memikirkan hal-hal kotor. Tanpa sadar aku mendesah. Bayangan saat Jeje menciumku dulu kembali menyeruak dalam ingatanku. Tanpa sadar bagian bawah tubuhku berdenyut, terasa menyesakkan di dalam sana.

Plak..

Aku membuka mata saat satu tepukan mendarat di tanganku. Tetap pada posisi ambigu kami, aku bertanya heran, "Kenapa?"

"Gue kesel liat tampang mesum lo. Lagi pula, cukup gue aja yang bangun, adik lo nggak usah ikutan bangun. Lo berencana mau sodomi gue kan? Sorry, gue nolak, lo jelek sih." Ucap Jeje sambil menyingkirkan tanganku.

Aku menjauhkan tanganku darinya. Berpikir sejenak sebelum mengatakan isi pikiranku, "Nggak apa-apa, tapi nanti kalau sudah di rumah, dapat jatah kan?"

Sebelum mencerna apa yang akan terjadi, tiba-tiba kaos kaki busuk sudah bertengger manis di wajahku.

"MAS JEJE!!! BAUUUUU."

Siapa lagi kalau bukan Mas Jeje pelakunya?!!!!!

Siaaaaaaalaan.

***

Hai-hai. Kembali bersama saya. Part ini sengaja aku selipin sedikit adegan itu-itu nya, maksudku biar yang baca nggak bosen bacanya:D terus vote deh. YES!

Hope you like this, guys.

Please, vote and comment ya..

Makasih:v

Sugar ChauffeurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang