♂Part 13 : Ex

9.5K 933 52
                                    

Ini hari Minggu pagi dan hpku dihiasi dengan panggilan dari nomer yang tak kukenal.

"Steve.. Bagaimana kabarmu?"

Aku mengernyit heran. Suara perempuan di seberang telepon terasa sangat familiar.

"Ini siapa?" Tanyaku.

Tidak ada jawaban, hanya tarikan napas berat dan sebal. Kemudian..

"Dasar anak durhaka. Ini Mamimu, Steve!" Balasnya.

Tuh kan, benar. Itu Mami. Makanya kenapa kok aku merasa sangat familiar dengan suara cemprengnya.

"Hehe, Mami. Sorry. Nomer Mami sering berbeda sih. Kan bingung. Btw, what's up?" Jawabku. Jarang-jarang Mami meneleponku. Biasanya kalau keadaan tidak benar-benar mendesak, mustahil Mami mau menelepon. Hemat pulsa, katanya.

"Oh shit! Ini genting. I'm using Jenny's phone. Let's make it quick. Listen to me, oke?"

Meski tidak bisa melihat wajah Mami secara langsung, dapat kusimpulkan kalau Mami benar-benar kalut. Lihat diksi kalimatnya. Buruk. Apalagi Mami menggunakan bahasa inggris saat berbicara. Salah satu kebiasaan Mami kalau lagi marah, kesal, atau frustasi sama anaknya.

"Oke, then what's wrong? You look so panic." Entah apa yang sudah terjadi, tapi aku memilih menuruti alur Mami.

Mami menarik napas berat lagi. "Wendy, your ex, came to our house yesterday. Then, she said that she had a little son. And you know, oh damn! He's your son, Stev!"

Butuh beberapa detik untuk mencerna semuanya.

Wendy mantan terakhirku. Kami sudah putus 6 tahun lalu. Dan sekarang? Dengan tiba-tiba dia bilang dia punya anak laki-laki. Parahnya itu anakku?

What the hell! I have a son?! Really????

What a nightmare!!

Karena aku terdiam memikirkan semuanya, Mami jadi sedikit kesal. "Stev? Stev.. Hi, Steveee. Are you still there? Say something, please. Jangan biarkan pulsa Jenny habis karena kebisuanmu." Balas Mami mendesak.

Aku tau ini salah, mungkin Mami hanya bercanda. Apa ini bulan April (April Mop?). Lagi pula siapa juga yang peduli dengan pulsa Jenny!

"Are you kidding me, Mom?" Aku akan merasa sangat dibohongi dan berencana tidak akan pulang ke rumah seandainya Mami menjawab 'ya'. Mami memang kadang-kadang bertingkah konyol. Tak jarang beliau berbohong demi membuat anaknya menderita. Jadi, jangan salahkan aku jika sekarang aku curiga padanya.

"Oke, I know it's so strange. But i swear, it's true. If you don't believe me, just call her and you'll find the truth! Bye!" Mami langsung menutup telepon sepihak setelah mengatakan hal itu. Mungkin Mami merasa percuma menjelaskan semuanya, karena sejak awal aku selalu menangkis ucapannya. Atau Mami marah? Entahlah.

Yang pasti aku tidak pernah mendengar kabar Wendy sejak kami putus. Terakhir kali kami bercinta seminggu sebelum kami memutuskan mengakhiri hubungan kami. Just it.

Tapi hamil? A son? Aku pikir, satu kali tanpa 'pengaman' tidak akan membuatnya hamil. I mean, kami melakukannya hanya sekali. Sepertinya suasana memang benar-benar genting. Aaaghhh...!!!

Tiba-tiba ada ketukan di pintuku. "Mas Step, ada tamu." Ucap Mbok Parmi dari luar kamar.

Aku segera membuka pintu dan mengernyit bingung, selama aku kerja disini baru kali ini ada yang mengunjungiku. "Siapa, mbok?"

Mbok Parmi membuat gestur tidak tahu dengan menghendikkan bahu. "Nggak ngerti aku, pokoke orange lagi nunggu Mas Step di pintu belakang. Tamunya nggak mau masuk ke dalam. Wes cepetan ndang ditemui, mas."

Sugar ChauffeurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang