PINOCIA 4

79 8 1
                                    

Pino at Mulmed

-oOo-

"Haha, sumpah tadi lo lemot banget." ujar Jessy diiringi tawanya.

Cia merengut sebal, lalu melemparkan kentang goreng ke arah Jessy yang tertawa dengan mulut terbuka lebar.

"Uhuk, uhuk."

Jessy terbatuk hebat, dengan cepat tangannya meraih es jeruknya lalu meminumnya hingga habis. Kini giliran Cia yang tertawa keras, hingga membuat perutnya terasa sakit.

"Hah, anjing lo! kalo gue mati di tempat kayak mana?" seru Jessy kesal, Cia meredakan tawanya.

"Siapa suruh ngetawain gue, kena juga kan lo sama gue." sewotnya

"Ih, ngeselin banget sih." cibir Jessy dengan wajah yang memerah.

"Woy!"

Gilang datang dengan membawa gitar andalannya, ia menjatuhkan bokongnya di sebelah Cia.

"Eh lo dari mana aja? gue cariin dari tadi." tanya Jessy ketika melihat Gilang.

"Nyebarin undangan party gue, ini buat lo dan ini buat lo." jawab Gilang seraya membagikan dua buah undangan kecil berwarna hitam putih.

"Datang ya, jangan lupa." lanjut Gilang, Cia dan Jessy hanya mengangguk.

-oOo-

Langit mulai gelap, angin kencang membuat rambutnya berterbangan. Cia terus saja meruntuki nasibnya yang begitu sial, ia menyesal sekali menolak tumpangan yang di berikan Jessy kepadanya.

Diliriknya arloji putih yang melingkar di pergelangan tangannya dan mendapati jam yang menunjukkan pukul lima sore, entahlah sudah berapa kali ia melirik benda tersebut.

Seharusnya tiga jam yang lalu ia sudah berada di rumah, namun jemputannya tak kunjung datang. Seandainya saja ia membawa dompetnya, pasti ia akan menaiki taxsi. Tapi, mengingat hari dimana hari pertama orientasi-nya membuat ia bergidik dan tidak akan menaiki taxsi tanpa membawa uang sepeser pun.

Merasa lelah berdiri terus, Cia menduduki bangku halte bus yang berada di depan sekolahnya. Tangannya bergerak untuk mengeratkan jacket-nya, agar suhu dingin di sekitarnya tidak terlalu menyengat tubuh mungilnya.

Suara motor tertangkap di indra pendengarannya, ia segera mendongak dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Pino berada di atas motor ninja merahnya dengan helm yang menutupi kepala dan mulutnya.

Cia terpaku sejenak untuk mencerna pandangan yang sekarang ia lihat, apa ia hanya sedang berimajinasi sekarang? jika ia bangunkan ia sekarang.

"Mau ikut apa enggak?" ujar Pino dari atas motornya, Cia tersadar jika ia tidak sedang bermimpi.

Dengan cepat Cia menaiki motor, dan duduk di belakang Pino. Pino yang melihat Cia sudah duduk di belakangnya dari kaca spion motornya, langsung melajukan motornya.

Pino mempercepat laju motornya ketika melihat sambaran kilat tepat di langit depannya. Sontak Cia terkejut dan langsung memeluk tubuh Pino dengan kencang, ia tidak memperdulikan gengsinya lagi. Diam-diam Pino tersenyum kecil, tanpa Cia tahu itu.

Sesampainya di depan rumah bernuansa eropa, Cia turun dari motor Pino. Cia menatap Pino dengan hati-hati.

"Maaf tadi gue udah peluk lo, sumpah tadi itu reflek." Cia meyakinkan Pino, tanpa menatap langsung Pino yang masih di atas motornya.

"Lupain aja, minggir." ketus Pino, Cia mengikuti perintah Pino agar menyuruhnya untuk menyingkir dari hadapan Pino.

Cia mencebik kesal, buat apa tadi ia minta maaf? pasti ia akan selalu dikacangin.

TES

Air hujan menetes tepat di hidungnya, Cia langsung berlari kecil memasuki rumahnya. Sesampainya di teras rumah, Cia melepas sepatu hitam converse-nya tanpa melepas kaos kaki putihnya ia langsung berlari menuju kamarnya.

Cia mengeryit heran ketika mencoba membuka pintu kamarnya, perasaan tadi pagi ia tidak mengunci kamarnya. Apa mungkin bi Aisyah? tapi, bukannya bi Aisyah lagi pulang kampung.

"Ia bentar.." ucap seseorang dari dalam kamarnya, hal ini membuat Cia mengeryit lebih.

Ceklek

Pintu kamarnya terbuka dan memunculkan seorang gadis dengan umur setara dengannya, dengan rambut lurus hitam legam yang sangat kontras dengan kulit putihnya.

Cia memperdalam kerutan di dahinya, perempuan di hadapannya menjentikkan jarinya untuk menyadari Cia yang terpaku.

"Hey, udah lupa sama gue?" sapanya

"Lo siapa masuk-masuk kamar gue, kamar gua itu privasi. " ujar Cia dengan wajah yang tidak santai.

"Masa lo lupa sama gue, gue itu Tania Stefani anak tante Intan." kata perempuan tersebut memperkenalkan diri.

Seperti sambaran petir yang menyambarnya, Cia melongo tak percaya. Pemikirannya kembali ke masa lalu, masa dimana ia masih berumur 6 tahunan. Saat itu ia kedatangan teman mamanya, tante Intan. Tante Intan memiliki seorang anak perempuan seumuran dengannya, namanya Tania. Tania sangat sering menyiksa dirinya, mulai dari mendorongnya dari sepeda hingga masuk ke comberan, lalu menggunting jacket kesayangan Pino hingga ia harus dimarahi, dan masih banyak lagi.

Cia tersadar ketika sebuah tangan menepuk pipinya, Cia menatap tajam ke arah Tania yang bersender di pintu masuk kamarnya tanpa mempersilahkan Cia masuk.

"Minggir, ini kamar gua, bukan kamar lo. Gue mau masuk."

Cia menerobos Tania hingga ia terjungkal kebelakang, Tania meringis memegang bokongnya yang terasa sakit. Dengan kesal Cia membanting pintu kamarnya, tanpa memperdulikan Tania yang menendang pintunya kencang.

-oOo-

Nah loh, Tania musuh bebuyutan Cia datang.  Next Chapter, dont forget for Votement.

@zersall_

PINOCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang