-oOo-Cia terbangun dari tidurnya ketika mendengar ponselnya berbunyi, ia meraih ponselnya yang berada di sebelah bantal lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Ha-"
"Cia kamu dimana? kenapa kamu pergi dari rumah? mama khawatir banget sama kamu, tadi Pino hubungin mama kalo kamu nggak pulang semalaman."
Ucapan Cia terpotong saat seseorang di sebrang telepon yang tak lain mama-nya menyerangnya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Cia meringis, ia baru sadar jika dirinya tidak berada di rumah melainkan di apartment-nya .
"Mama.. Cia gapapa kok. Cia lagi di apartmentnya Cia, jadi mama nggak osah khawatir okey?" jawab Cia dengan lembut.
"Syukur deh kalo kamu gapapa, mama jadi lega." ucap Melina dari sebrang telepon dan terdengar suara helaan nafas lega.
"Yaudah, mama jangan kasih tau orang di rumah kalo Cia lagi di sini." kata Cia pelan.
Cia bangkit dari ranjangnya, lalu merapikan tempat tidurnya dengan telepon di jepitnya di leher dan bahunya.
"Iya-iya, tapi jaga diri baik-baik. Mama sama ayah pulangnya 10 hari lagi, ada perkerjaan tambahan. Hati-hati ya sayang, bye."
"Bye."
Cia membuang nafas kasar lalu menaruh ponselnya di atas meja nakas, kemudian ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah membersihkan dirinya, Cia berjalan menuju pantry untuk mencari sesuatu untuk mengisi perutnya. Namun, saat ia membuka kulkas ia baru sadar jika apartment ini baru saja ia tempati dan belum ada persediaan apapun.
Hari ini hari kamis, ia tidak ada niat sedikit pun untuk masuk sekolah hari ini. Sebelum keluar untuk sarapan di McDonald Cia mengambil sling bag dan ponselnya, dan berlalu pergi.
-oOo-
Sebelas hari berlalu, hari ini Cia akan menghadiri kelasnya. Sudah selama itu ia tidak sekolah dan tidak berada di rumah, dan hari ini ia sudah kembali pulang. Hanya karena ayah dan mamanya telah kembali dari luar kota.
Suasana sarapan yang dihadiri Cia, Pino, Tania, Intan, Melina dan Andi sedikit canggung, ah tidak, melainkan sangat canggung. Melina berusaha mencairkan suasana dengan sedikit membagi ceritanya dari luar kota, namun tetap saja suasana tersebut tak dapat berubah.
"Cia?" panggil Andi, ayahnya. "Iya, yah?" jawabnya dengan pandangan masih ke arah sarapannya.
"Kamu belum cerita sama ayah, kenapa kamu pergi selama ayah sama mama di luar kota?" tanya Andi memandang Cia, mendengar itu Cia menghentikan kegiatannya.
Intan, Tania, dan Pino turut menegang mendengarnya, pandangan mereka mengarah ke Cia yang masih menunduk. "Nggak ada apa-apa kok, Cia cuma mau sendiri aja." jawabnya lalu beranjak dari kursi. "Cia pergi dulu." ujarnya lalu melangkah meninggalkan meja makan.
Cia melangkah menuju ke depan rumah, dan melihat mobilnya yang terpakir tepat di sebelah mobil Pino. Dengan malas ia mendekati mobilnya, namun ia terhenti ketika melihat ban mobil depannya yang terlihat tidak baik.
Matanya terputar kesal, apalagi masalahnya sepagi ini? apa hidupnya sangat tidak beruntung.
"Ban setan!" serunya kesal, kakinya pun menendang ban mobilnya yang sudah kempes akibat kebocoran yang dialaminya.
"Perasaan semalam ini mobil baik-baik aja? kok bisa bocor sih?" Cia mulai berpikir seraya bersandar di mobil dengan tangan terlipat di depan dada. "Oh.. apa jangan-jangan ada yang sengaja? tapi siapa?" tanyanya dalam hati.
"Huh, pasti ini perbuatan Tania! mau mati kali tuh anak sama gue, hari pertama gue balik udah di buat sial? liat aja gue bakal ngasih pelajaran buat anjing itu." gerutunya dengan wajah yang sudah tertekuk.
Melina tiba-tiba saja muncul dari arah pintu, diikuti oleh Pino dan Tania. Melina mengeryit melihat Cia yang bersender di mobilnya, memasang muka masam.
"Loh Cia? kok belum pergi sayang?" tanya Melina mendekati Cia, Cia mendongak. "Ini mah, ada setan yang bocorin ban Cia." jawab Cia menyindir Tania yang berada di belakang Melina.
Melina mengerutkan dahinya, "Udah setan-setanannya Cia, mana ada setan yang bisa bocorin ban mobil. Udah kamu ikut Pino gih, bareng Tania." ucap Melina, raut wajah Cia berubah terkejut.
"Ikut Pino? ogah, jijik gue satu mobil sama setan." tolak Cia mentah-mentah, Tania memasang wajah kesal karena tersindir dengan ucapan Cia. "Siapa setannya Cia?" tanya Melina lambat.
Cia mengedikkan bahunya, lalu pergi dari hadapan Melina. Dengan langkah cepat, Cia keluar dari lingkungan rumah. Ia memutuskan untuk menaiki taksi saja, daripada satu mobil dengan Tania dan Pino.
Sementara itu, Pino dan Tania menaiki mobil dan melaju ke sekolah. Sungguh, Pino tak habis pikir dengan Cia yang sangat keras kepala. Apa gadis itu mempelajari sikap itu selama pergi dari rumah? ya mungkin saja.
Perubahan yang Cia tunjukkan membuatnya merasa heran, bayangkan saja tadi malam Cia membawa kucing komplek yang sangat kucel dan tentu saja orang rumah tidak menginginkan kucing kucel itu tinggal di rumah. Namun, Cia tetap saja berkeras kepala agar kucing itu tetap tinggal. Dan masih banyak lagi.
Ngomong-ngomong Pino merasa bosan jika harus bersama Tania yang super cerewet. Setiap hari selalu saja gadis itu mengganggunya dan juga merepotkan dirinya.
Pino bersikeras agar tetap membela Tania dibandingkan Cia, adiknya sendiri. Walaupun hatinya selalu saja mengatakan lain.
-oOo-
"Ciaaa!" seru Jessica ketika melihat Cia yang berpenampilan kacau berjalan di ujung koridor. Sungguh tadi perjalanan untuk sampai di sekolah sangat membutuhkan perjuangan, mulai dari menghentikan Taksi-taksi dan tak ada satupun yang berhenti dan pada akhirnya ia harus menaiki angkot dan bersempit-sempitan.
Penampilannya kini tak bisa dikatakan layak, lihat saja rambut yang berantakan karena tertiup angin, muka yang terlihat hitam-hitam karena terkena orang yang bersempitan di angkot, dan parahnya bau badannya yang sangat menjijikan.
BRUK
Cia membulatkan matanya ketika melihat Cia yang terjungkal ke belakang setelah memeluknya, tentu saja tanpa ia sadari. Cia menjongkok dan menggoyang-goyangkan tubuh Jessy dengan wajah yang mulai panik.
"Jess, jangan mati! Lo kan masih perawan.."
-oOo-
Mulai dikit nih yang baca, musti promote lagi kayaknya. Oyah, jangan lupa untuk Votementnya ya gaes.
@zersall_
KAMU SEDANG MEMBACA
PINOCIA
Teen FictionIni bukan kisah tentang pinocchio, tapi ini kisah tentang Pino dan Cia yang merupakan saudara tiri. Namun, setiap langkah kehidupan mereka selalu saja tak ada yang namanya kasih sayang. Pino benci Cia, Cia menyukai Pino. Namun, hingga akhirnya Cia t...