-oOo-"Kok bisa sih si Tania masuk kelas kita." gumam Jessy membuka suara.
Cia, Jessy, dan Gilang kini berada di kantin sekolah, tak ada satu pun niat dari mereka yang ingin memesan makanan walaupun sekedar minuman, yang mereka lakukan sedari tadi hanya diam.
"Gatau, gue aja nih ya ngeliat gaya dia itu kegatelan banget. Sumpah gua jijik banget." timpal Gilang, Cia membuang nafas kasar.
"Lo berdua aja sudah bete satu kelas sama dia, apalagi gue yang setiap waktu ketemu sama dia?" runtuk Cia, Jessy dan Gilang mengangguk.
"Sabar ya Cia." Gilang mengelus punggung Cia pelan.
"Lebay tau nggak." ucap Cia kesal.
Cia memandang jauh ke depan, memandang meja kantin yang berisi Pino dan teman-temannya. Tak lama Tania yang sekarang berteman dengan Leoni datang dan ikut bergabung bersama Pino.
Cia mencebikkan bibirnya kesal, entahlah hatinya terasa panas melihat Pino yang memanjakan Tania dibandingkan dirinya yang sebenarnya berstatus sebagai adik Pino sendiri.
Sementara itu, Pino diam-diam melihat Cia dengan perasaan marah yang masih tersimpan di benaknya karena gadis itu telah mencelakai Tania. Apa Pino tidak tahu bahwa Cia di tampar oleh Intan? apa itu tidak membuatnya cukup membenci Cia?dan malah membuat Cia tambah sakit.
Pino mendengus kasar lalu berdiri mengikuti Cia yang melangkah keluar dari kantin, tentu saja secara diam-diam.
Cia melangkahkan kakinya menuju toilet, sesampainya di toilet yang sepi, Cia membasuh wajahnya dengan air. Cia mendengus kasar, ia menatap dirinya sendiri di cermin.
Pino menunggu Cia dari depan toilet, ia menyandarkan tubuhnya di dinding dengan kedua tangan yang ia masukan ke kantong celananya.
Cia mengikat rambut sebahunya, lalu melangkah keluar. Saat keluar dari pintu, sebuah tangan menarik tangannya. Cia terputar dan langsung menempel di dinding.
"Pino.." lirihnya tertahan ketika melihat Pino yang berada di hadapannya.
"Gue cuman mau bilang ke lo, jangan pernah ganggu Tania. Gue tau kalo lo sekelas sama dia." Ucap Pino pelan, Cia membulatkan matanya.
"Ganggu?" tanya Cia
"Yang ada cewek itu yang ganggu gue, seharusnya lo bilang ke jalang itu jangan pernah ngusik kehidupan gue!" ujar Cia terbawa emosi, Pino mengangkat tangannya ingin menampar Cia.
"Apa? lo mau nampar gue? tampar aja, gue udah rasain kok tadi malam." ujar Cia mengejek, Pino berusaha menahan amarahnya.
Tangannya terturun dengan terkepal, ia menatap tajam ke arah Cia begitu pula Cia yang menatapnya tajam.
"Asalkan lo tau, kalo gue nggak bakalan pernah nganggap lo saudara gue." ucap Pino dengan penekanan di setiap kata, lalu ia pergi meninggalkan Cia.
Cia menatap Pino yang berlalu meninggalkan dirinya, air matanya menetes dengan cepat ia menghapusnya. Sakit, itulah perasaannya sekarang. Begitu bencinya kah Pino kepada dirinya? hingga menganggap saudara saja tidak.
Cia mengabaikan bel masuk kelas yang berbunyi, ia hanya masuk ke kelas untuk mengambil tasnya dan berlalu keluar kelas.
Cia melangkah dengan cepat menuju parkiran sekolah, sesampainya ia di parkiran sekolah ia langsung menaiki mobil sportnya dan berlalu pergi.
Yang hanya ada di pirkirannya sekarang hanya Pino yang membenci dirinya, ia sudah tak berharap agar Pino menganggapnya sebagai adiknya seperti ia beberapa menit yang lalu. Air matanya menetes perlahan-lahan hingga membentuk sungai kecil di pipinya.
Cia menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya, tidak masuk ke dalam. Ia segera turun dari mobil dan berlari kecil ke kamarnya untuk mengambil pakaiannya dan kebutuhan lainnya, ia memutuskan untuk tinggal di apartement yang ayah belikan untuknya dua bulan yang lalu. Entah untuk sampai kapan ia tinggal di apartement itu, intinya ia ingin menenangkan dirinya.
-oOo-
Matahari sudah tenggelam di ufuk timur dan digantikan dengan bulan yang tertutup awan-awan tebal di langit, angin terus bertiup kencang sepertinya hujan akan segera turun.
Pino sedari tadi hanya memencet-mencet tombol remote, berhenti ketika mendapatkan acara tv yang ia sukai. Namun, tak ada satu pun acara tv malam ini yang menarik perhatiannya.
Pino melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam, ia membuang nafas kasar lalu mengacak rambutnya frustasi. Kemana gadis itu pergi? itulah pikiran yang menyelimuti otaknya.
Sungguh tadi pagi ia tidak bermaksud mengatakan itu kepada Cia, sekarang ia merasa sangat menyesal sekali. Mengapa ia mengatakan hal bodoh itu? bukannya ia tahu bahwa Cia memiliki hati yang lemah.
Ini penyesalan yang kedua kalinya ia rasakan, sebelumnya ia pernah mengatakan itu saat ia masih berumur 7 tahun dan Cia 6 tahun. Dan ia sangat menyesal ketika kedua orang tuanya mencari Cia yang menghilang selama satu minggu dan ditemukan di permukiman warga yang tinggal di tempat pembuangan sampah.
Apa Cia akan melakukan hal itu lagi? menghilang selama satu minggu? ah tidak, ia akan menghilang selama satu bulan atau bahkan lebih? mungkin saja itu terjadi.
Suara hujan dan petir yang menyambar menambah kepanikannya, ia memutuskan untuk mencari Cia di rumah Gilang atau pun Jessy.
Sebelum keluar dari rumah, Pino mengenakan hoodie dan beanie-nya lalu mencari Cia dengan menggunakan mobil. Tidak mungkin kan ia akan mencari dengan sepeda motornya di guyuran hujan dan gelapnya malam.
Pino mendarat dengan mulus di depan pagar rumah Gilang, ia langsung keluar menggunakan payung dan memanggil satpam yang duduk di pos rondanya.
"Permisi pak, apa ada teman perempuan Gilang yang datang ke sini?" tanya Pino dengan suara yang dibesarkan dari luar pagar.
"Tidak ada, hari ini tuan tidak membawa temannya ke rumah." sahut satpam dari dalam, Pino mengangguk lalu mengucapkan terima kasih dan kembali ke dalam mobilnya dan melesat pergi ke rumah Jessy.
Namun, hasilnya tetap sama. Cia tidak berada di kedua rumah sahabatnya itu. Pino pun pasrah lalu kembali pulang ke rumahnya.
-oOo-
Pino rasain lu, kena juga kan.
@zersall_

KAMU SEDANG MEMBACA
PINOCIA
Teen FictionIni bukan kisah tentang pinocchio, tapi ini kisah tentang Pino dan Cia yang merupakan saudara tiri. Namun, setiap langkah kehidupan mereka selalu saja tak ada yang namanya kasih sayang. Pino benci Cia, Cia menyukai Pino. Namun, hingga akhirnya Cia t...