Gilang in Mulmed
-oOo-
Sesuatu menggelikan menempel di wajahnya, mengusik tidur lelap yang telah ia ciptakan. Mata elangnya terbuka, disambut oleh seekor kupu-kupu bersayap biru tua tepat di depan wajahnya.
Jantungnya terasa melompat dari tempatnya, ia melompat terkejut melihat binatang yang paling ia benci dibandingkan cacing tanah berada di hadapannya. Seketika ia sadar, bahwa kupu-kupu tersebut tidak hanya satu namun ada beberapa ekor yang berterbangan di segala penjuru kamarnya.
Pino berteriak sekencang mungkin, memanggil Cia yang pantas ia salahkan atas semua ini.
Wajahnya memerah ketakutan, dengan cepat ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Pino menggigil ketakutan, jujur saja ia phobia dengan kupu-kupu.
Cia yang terbangun mendengar teriakkan dari sebelah kamarnya, langsung bergegas menuju kamar Pino. Saat membuka pintu kamar Pino, Cia memandang ke dalam kamar Pino yang terdapat beberapa ekor kupu-kupu yang berterbangan, binatang yang paling ia sukai setelah kucing.
Suara menggigil ketakutan berasal dari pojok kamar, Cia tersadar, ia segera membuka jendela kamar Pino sebesar-besarnya lalu mengambil kertas karton milik Pino yang ada di atas meja belajar. Dengan berhati-hati, Cia mengusir kupu-kupu tersebut dengan cara mengibas-ngibaskan kertas karton Pino.
Setelah kupu-kupu tersebut keluar dari jendela, Cia segera menutup jendela kamar. Cia mendekati Pino yang masih menggigil ketakutan di bawah selimut coklat tua miliknya, Cia menarik selimut dengan perlahan. Namun, Pino lebih kuat menahan selimutnya.
Cia menghela nafas pelan, baru kali ini Cia melihat Pino ketakutan setelah 10 tahun yang lalu. Cia tahu jika Pino membenci kupu-kupu ketika ia masih kecil, saat Cia menangkap kupu-kupu dan memberikan kupu-kupu yang Cia tangkap kepada Pino. Dan disaat itulah, Cia merasa sangat bersalah.
"Pino, kupu-kupunya udah nggak ada." bisik Cia tepat di samping telinga Pino.
Perlahan tapi pasti, Pino membuka selimutnya dan pandangannya menatap tajam ke arah Cia. Sorot yang cukup membuat Cia ketakutan, sorot yang Pino tunjukkan saat Pino membenci kehadiran Cia.
"Bukan gue yang masukin kupu-kupu di kamar lo, sumpah Pino."
Pino masih menatap bengis ke arah Cia, siapa lagi selain Cia yang memasukan kupu-kupu ke kamarnya. Cia menunduk lalu berdiri dan berbalik meninggalkan Pino yang masih diam menatapnya seakan ia adalah seseorang yang paling bersalah atas semua ini.
'Ini pasti kerjaan Tania, nenek Tangled.' batin Cia geram.
Ini baru saja hari pertama Tania ada di sini, sudah membuat masalah untuknya. Apalagi kedepannya, sungguh Cia akan memberi pelajaran jika Tania melewati batas.
-oOo-
Setelah rapi dengan seragam sekolahnya, Cia meraih tasnya lalu keluar dari kamarnya. Tak lupa untuk mengunci pintu kamarnya, agar Tania tidak bisa mengusik barang pribadinya.
Suara tawa dari bawah membawa Cia lebih mencepatkan langkah kakinya agar segera sampai di ruang makan. Setibanya di ruang makan, Cia melihat Pino, tante Intan, dan Tania yang tengah memakan sarapan pagi mereka.
"Cia, ayo duduk sarapan." tegur Intan ketika melihat Cia yang berdiri di belakang Pino dan Tania yang sedang duduk.
Mendengar nama Cia, Pino langsung beranjak dari duduknya meninggalkan meja makan. Ketika melewati Cia, Pino hanya diam tanpa melirik sedikit pun ke arahnya.
"Pino.." panggil Tania cepat, menyusul Pino.
Cia menatap tajam ke arah Tania ketika Tania melewatinya, dengan senyum miring di wajah Tania.
Intan menyuruh agar Cia memakan sarapan paginya terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah, Cia hanya mengangguk.
"Tante akan tinggal di sini, sampai tante bisa beli rumah. Maaf ya Cia kalo Tania sering ngejailin kamu." ucap Intan yang berada di sebrang meja makan tempat Cia memakan sarapannya.
Cia mendongak untuk melihat Intan, "Gak apa-apa kok tan, santai aja." balasnya. Intan tersenyum tipis ke arah Cia.
"Udah dulu ya tan, ntar Cia telat lagi." pamit Cia, Intan hanya mengangguk.
-oOo-
Tidak ada guru, maka tidak ada yang namanya belajar. Itulah motto bagi anak kelas sepuluh IPA 2, dan itu tengah berlangsung saat ini.
Seperti biasanya Cia hanya melamun disaat guru tidak ada, kali ini pikirannya benar-benar kacau mengingat nenek Tangled si Tania akan tinggal di rumahnya entah sampai kapan.
Cia mengacak rambutnya frustasi, Jessica yang duduk bersebelahan dengan Cia hanya memasang wajah heran begitu pula dengan Gilang yang duduk di hadapannya.
"Lu kenapa sih dari tadi frustasi amat?" tanya Gilang heran, Cia menutup wajahnya dengan buku kimia-nya. "Gak apa-apa." jawab Cia malas.
"Kalo ada masalah cerita." ucap Jessica membuka suara, Gilang mengangguk setuju.
"Kalo gue boleh jujur ya, lo tuh sahabat kita yang paling tertutup tentang keluarga." Gilang mengambil buku yang menutupi wajah Cia, Jessy yang mendengar perkataan Gilang mengangguk setuju.
"Suatu hari nanti kalian bakal tau kok." kata Cia pelan. "Ya.. kita sih gak maksa." balas Gilang menatap wajah Cia yang tertekuk.
Dan pada akhirnya, ketiga sahabat itu hanya saling pandang dengan wajah yang menempel di meja.
-oOo-
"Cewek, minta nomornya dong."
"Cewek, bagi pinnya dong."
"Cantik ya kamu."
Pino menggeleng-gelengkan kepala melihat teman-temannya yang terus saja menggoda adik kelas mereka yang berlalu lalang melewati koridor depan kelas mereka. Pino duduk di bangku depan kelasnya dengan sebelah kaki yang ditaruh di atas paha sebelahnya memasang stay cool.
Reza, Feno, Bagas, dan Laura merupakan sahabatnya sejak pertama kali memasuki sekolah ini. Dan Pino adalah siswa teladan di sekolah ini hingga ia bisa mendapatkan jabatan sebagai ketua osis, sedangkan sahabat-sahabatnya itu hanya siswa biasa dengan kadar ketampanan yang masih kalah dengan dirinya.
Matanya menangkap tiga orang yang salah satu di antaranya merupakan gadis yang paling ingin ia lenyapkan ketika berada di dekat gadis itu, siapa lagi kalau bukan Cia.
Diperhatikannya gadis tersebut yang berjalan di depan kedua temannya dengan pandangan yang terarah ke lantai koridor, mengapa Cia terlihat murung sekali? ah, apa pedulinya dengan gadis itu.
Ketika ketiga siswa yang ia perhatikan sedari tadi melewatinya, terdengar sekali bahwa Bagas bersiul keras kepada Cia yang hanya berjalan tanpa menyadari Bagas yang bersiul kepadanya.
Pino tersenyum kecil ketika melihat wajah Cia yang masih terlihat seperti ia masih berusia 5 tahun, masih sama menggemaskannya.
"Woy, lu naksir ya sama adik kelas yang baru aja lewat?" goda Reza yang duduk di samping kanannya.
Pino mengeryit lalu segera menggeleng, "Gak." bantahnya.
"Alah lo gak osah pake bohong segala, gue tahu kok kalo lo merhatiin dia dari tadi." ujar Reza dengan senyum yang sangat membuat Pino ingin menonjoknya segera.
"Gak, gak akan pernah."
-oOo-
Hello, dont forget for Votement ya gaes.
@zersall_ On Instagram
KAMU SEDANG MEMBACA
PINOCIA
Teen FictionIni bukan kisah tentang pinocchio, tapi ini kisah tentang Pino dan Cia yang merupakan saudara tiri. Namun, setiap langkah kehidupan mereka selalu saja tak ada yang namanya kasih sayang. Pino benci Cia, Cia menyukai Pino. Namun, hingga akhirnya Cia t...