6.Vidno POV

96 45 0
                                    

SELAMAT MEMBACA♡

Sial! Gue gak ngerti siapa yang salah disini. Shock? pasti! coba sini tiba-tiba kakak lo minta lo ikhlasin dia pergi selama lamanya aka MATI.

Flashback on

Derik, Talia, dan yang lainnya sudah pulang. Hening. Gue menatap Vadno kosong. Gue masih bingung saat 3 hari lalu, Vadno dan Vadni tabrakan sama truk itu kan parah banget. Tapi ini Vadno sadar, walaupun Vadni belum sadar tapi kan ya aneh aja kan? bukan gue gak mau Vadno sadar, tapi kan aneh.

"Bro! sini kita ngobrol!" ajak Vadno.

"Apaan? kangen lo ya sama gue? hahaha" ledek gue.

"Iyalah! kan nanti kita gak bisa begini lagi, No." ucapnya tersenyum.

"Apa maksud lo?" tanya gue datar

"Ikhlasin gue pergi..." pintanya lembut

"Apaan sih?!"

"Coba lo pikir deh, Gue sama Vadni tabrakan dan itu sama truk. Mobil gue ancur, truknya juga ancur." ucapnya danta.

"Gak ngerti."

"Coba pikir kenapa gue bisa sadar 3 hari lalu? Pikir!" jelasnya.

"Terus?" tanya gue masih bingung.

"TERUS KOK BISA GUE BANGUN DARI KOMA GUE?! PIKIR GOBLOK!" bentak Vadno.

"No! lo apa apaan sih?! lagian apa yang gak mungkin di dunia ini?! kalo Tuhan maunya lo sadar ya yaudah lo sadar, No. Jangan ngelantur kalau ngomong! BERSYUKUR!" ucap gue sebelum bangkit dari duduk gue. Tapi ternyata Vadno menahan tangan gue.

"Denger gue dulu, Vidno." ucapnya pelan dan gue pun duduk kembali. Bagaimana pun gue butuh penjelasan Vadno.

"Kalau Tuhan bilang gue sadar berarti sadar, kan?" tanyanya.

"Iyalah." jawab gue cuek.

"Itu artinya sama kan dengan Antonimnya?" tanya Vadno.

"Ya iyalah, No. Gitu aja masa gak tau sih." jawab gue

"Kalau Tuhan bilang gue harus kembali pada alam, gimana? Tuhan bilang gue harus pergi meninggalkan semua orang yang gue sayang disini, gimana?" jelasnya yang berhasil membuat gue panik.

"Apaan deh? Jangan bikin panik gitu dong, No."

"Gue bisa bangun sekarang karena gue butuh kata 'iya' dari lo dan Vidna. Mami dan Papi udah ikhlas kok ngebiarin gue tenang disana. Gue minta tolong sama lo, gue sama Vadni gak bisa pergi dengan tenang karena mikirin lo dan Vidna." jelasnya Vadno.

"Gu-gue gak tau nanti gi-gimana kasih tau ke Vidna, No. Jujur, gue aja schock dengar lo bilang begini, gimana sama si bungsu Vidna?" ucap gue. karena jujur, sekarang gue khawatir sama Vidna.

"Nanti gue yang bicarain baik-baik, sekarang lo pikirin aja jawaban lo, No." ucap Vadno tersenyum.

Gue terdiam. Di otak gue hanya ada bayang-bayang Vidna. Bayangan Vidna saat mendengar hal ini, saat harus memikirkan apa yang harus dia jawab, saat memberikan jawabannya kepada Vadno, saat menyesal atas keputusannya.

Vidna masih bocah labil. Vidna pasti bisa melakukan hal tolol yang tak terduga. Gue gak tau harus apa. Dan bagaimana bisa Mami dan Papi segampang itu ikhlas kalau Vadno dan Vadni pergi? Andai gue bisa berfikir seperti Mami dan Papi.

"Yaudah." ucap gue setelah terdiam cukup lama.

"Yaudah apa? 'iya'?" tanya Vadno.

"audah gue pikirin dulu, No. Lo bicarain sama Vidnanya pelan-pelan ya, gue gak mau dia ngelakuin hal-hal tolol ala ABG labil. Gue cabut" ucap gue menepuk pelan bahu Vadno.

*

Gue udah di samping Vadni. Mami kedua gue, Kakak kandung gue, Nenek bacot gue, Mak comblang gue, Radio gabut gue, Tempat curhat gue, Penampungan dosa gue, Bahan bully gue. Kini harus pergi meninggalkan gue dan Vidna hidup berdua.

Mungkin nanti gak ada lagi berantem karena hal sepele di rumah, Gak ada lagi rebutan remote di rumah, Gak ada lagi balap mobil bersama. Yang tadinya apa-apa selalu ber4, nanti akan berubah menjadi ber2. Gak sedih ya? sedih kok, kan itu kisah kehidupan gue bukan kalian.

"Ni... whatever, Lo maunya pergi ninggalin gue dan Vidna? yaudah. It's okay. Tapi lo disana baik-baik ya sama Vadno! Jangan bawel karena disana beda sama disini, ni. Lo sama Vadno jangan lupain gue dan Vidna, ya! Gue sama Vidna pasti akan selalu ingat lo dan Vadno."

Gak tau ada setan apa, tapi tiba-tiba gue menangis begitu saja. God, sorry gue gak bisa jadi cowok tulen sekarang.

"Walau nanti gak ada Mak Comblang gue, tapi gue janji! Gue janji akan memilih cewek yang pantas untuk gue, luar dan dalam. I promise, ni." gue pun langsung meluk vadni, lama. sangat lama. tiba-tiba

CKLEK

Vidna masuk dengan mata sembab. Pasti Vadno sudah bicarain ini sama Vidna. Tanpa basa-basi lagi gue langsung meluk Vidna. Terdengar jelas suara isakan tangis Vidna.

"I need to talk" ucap gue melepaskan pelukan gue.

"iya, tapi gue mau ngobrol dulu sama Vadni sebentar" ucapnya.

"di rooftop ya"

Gue segera keluar dari ruang dan berjalan kearah rooftop. Lo inget? bahkan tadi Vidna masih menggunakan kata 'ngobrol' seolah Vadni bisa menjawab semua yang dia katakan.

Flashback off.

*

Gue menatap jalan Metropolitan dengan tatapan kosong. gue harus bisa jadi pengganti Vadno. Gue harus bisa mebjadi Captain bagi Vidna. Gue harus bisa! HARUS!

Tiba-tiba ada yang memeluk gue dari belakang. gue memutar balik badan gue dan mendapatkan Vidna mebunduk untuk menutupi tangisannya. ha-ha! Gue tau lo nangis Vidna. Berhentilah bepura-pura kuat, Na.

"sstt ah, jangan nangis dong adikku sayang... sini kita omongin dulu ya.." ucap gue mencoba menenangkan Vidna.

"hikss.. hikss.. gue gak bisa! GAK BISA." ucap Vidna disela tangisnya.

"gue udah ambil keputusan..." jawab gue menghembuskan nafas berat.

"apa?" tanya Vidna.

"gue udah mutusin buat..."


x

Jadi gue sengaja bikin chapter ini khusus Vidno POV hehehe.

NEXT>>

ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang