Chapter 2

8.5K 521 11
                                    

ATHA mematikan bunyi alarm dari jam weker digital yang berada di nakas, samping sisi tempat tidurnya. Dia menggeliat sebentar di balik selimut, kemudian berpaling ke sisi kiri, di mana Gino masih tampak pulas.

"A," panggil Atha, menepuk pelan bahunya. "Udah jam lima."

Gino tidak bereaksi. Matanya masih tertutup.

Atha bangkit duduk. Kali ini dia mengguncang bahu Gino. "Nanti Aa telat lho."

Gino bergumam tidak jelas, memutar tubuh memunggungi Atha dan melanjutkan tidurnya.

"A Gino!" panggil Atha lagi. Suaranya sedikit naik. Membangunkan Gino di pagi hari selalu menjadi tantangan sulit. Atha tahu itu karena Gino kelelahan. Tetap saja, lama-kelamaan dia kesal.

Akhirnya Gino merenggangkan badan. Dia mengerjap beberapa saat, mencari sosok Atha. "Iya, Aa udah bangun," gumamnya, dengan suara mengantuk.

Atha menghela napas. Kalimat itu sudah sangat dihafalnya. Bukan berarti Gino benar-benar sudah bangun. Itu hanya agar Atha berhenti membangunkannya sebentar hingga dia bisa tidur lagi. Atha memang memberi jeda untuk melihat apakah Gino akan benar-benar bangun atau tidak. Seperti biasa, suaminya itu kembali pulas. Merasa tidak ada pilihan lain, Atha mengeluarkan senjata pamungkasnya. Dia mengulurkan tangan ke wajah Gino dan memijit hidungnya hingga menutup. Gino bangun dengan mata terbelalak dan napas tersendat. Atha tersenyum puas, lalu menyingkirkan selimut dari Gino.

"Aa benci kalau kamu ngelakuin itu," omel Gino.

"Aku benci tiap kali harus berantem dulu buat bangunin Aa," balas Atha. "Mandi sana."

Gino merenggangkan badannya sebelum bangkit duduk, sementara Atha bersiap tidur lagi dengan posisi membelakangi Gino. Gino menyingkirkan rambut Atha ke samping, lalu mengecup lehernya. "Pengin sarapan buatan kamu dong. Bosen sama masakannya Bibi."

"Iya," ucap Atha, memejamkan mata saat Gino meneruskan ciuman hingga ke rahangnya. "Aa mandi aja dulu."

Gino menarik Atha hingga tidur terlentang, lalu mencium bibirnya. "Makasih, Samkiss." Dia turun dari kasur.

Begitu pintu kamar mandi ditutup, Atha ikut beranjak dari kasur. Dia menyalakan lampu kamar, lalu masuk ke walk-in closet untuk menyiapkan pakaian kerja Gino beserta kaus kaki dan sepatunya. Karena ini hari Kamis dan bisa berpakaian lebih santai, Atha memilih kemeja crimson polos dan dasi silver, yang senada dengan vest-nya. Dia mengambil black cap toe mengilap dari rak sepatu Gino, kemudian kembali ke kamar.

Gino muncul di ambang pintu kamar mandi ketika Atha baru meletakkan kemejanya di sofa dengan hati-hati agar tidak kusut. Atha mengangkat kepala untuk menatap Gino dengan dahi mengernyit saat suaminya itu mendekat. Masih ada tetes air di dadanya. Gino tidak pernah sabaran setiap mengeringkan badan. Hanya mengelapkan handuk sekilas di sekeliling tubuh, membelitkannya di pinggang, kemudian keluar dari kamar mandi. Rambut cepaknya juga masih terlihat basah.

"Aa nggak akan kehabisan waktu cuma buat keringin badan di kamar mandi. Lihat!" Atha menunjuk lantai marmer kamar mereka. Jejak tetes air berderet sesuai langkah kaki Gino. "Basah semua," gerutunya.

"Kamu dulu langsung ambil handuk buat ngelap badan Aa, nggak pakai ngomel." Gino memakai boxer pendek yang dibawakan Atha sebagai pengganti celana dalam. Gara-gara artikel yang dibaca Atha, dia tidak diperbolehkan memakai celana dalam sampai mereka berhasil punya anak. Katanya, boxer lebih baik untuk menjaga kualitas sperma daripada celana dalam karena lebih longgar. Gino tidak pernah membantah apa pun keinginan Atha menyangkut rencana punya anak.

"Udah waktunya Aa tumbuh dewasa dan kurangi tingkah kayak anak-anak. Jangan sampai nanti saingan sama anak Aa manjanya."

Gino meloloskan singlet putihnya dari atas kepala. "Yah, selama kamu masih cuma harus ngurusin Aa, apa salahnya?"

Separate Us (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang