ATHA baru selesai membereskan meja kerja, saat ponselnya berbunyi. Nama "Kartika" muncul di layar. Sambil berjalan meninggalkan ruangannya, Atha menjawab telepon itu.
"Sammy, lo udah kelar kerja?"
"Udah, ini baru mau ke mobil. Kenapa, Tik?"
"Ketemuan, yuk?"
Atha membuka kunci mobilnya, lalu duduk di balik kemudi. "Boleh sih. Tapi gue mau cari perlengkapan Aa dulu. Lo tunggu di Caféssiopeia aja, nanti gue susul."
"Lo mau cari perlengkapan apaan?"
Atha berdeham, menyalakan mesin mobilnya. "Kaus sama boxernya udah harus diganti."
"Cari di tempat biasa, kan? Gue susul ke sana deh."
"Ya udah kalau gitu. See you."
"See you," balas Tika, lalu memutus sambungan telepon.
Atha menjalankan mobilnya meninggalkan butik, menuju mall di mana toko yang biasa didatanginya untuk membeli perlengkapan Gino berada. Hanya butuh waktu setengah jam untuk tiba di sana. Tika mengirimkan chat kalau dia sudah berada di tempat parkir, tepat saat Atha juga mencari parkir. Begitu mereka bertemu, Atha langsung menyadari ada yang berbeda dari Tika. Sahabatnya itu terlihat agak kalut. Dan jauh lebih pendiam.
"Anything's wrong?" tanya Atha, mengambil 6 potong GT-Man singlet dan 6 potong T-shirt R-neck dari gantungan, lalu menatap Tika.
"Everything gonna be wrong," balas Tika. Dia meraih kotak Rider Premium, menunjukannya pada Atha. "Lo nggak kangen lihat Gino pakai ini?"
"Nggak usah ngalihin pembicaraan deh, Tik," geram Atha. Dia ganti mengambil selusin boxer dari gantungan lain.
"Banyak yang lucu tuh kayaknya," goda Tika. "Gino ukurannya apa? L? XL?"
Atha memelototi Tika. "Lo aja sana beliin Vian," omelnya, beranjak ke bagian kaus kaki.
"Dia pergi dari tempat gue." Tika berkata dengan nada sambil lalu. "Udah dua hari nggak balik, nggak ngasih kabar."
Atha berbalik, menatap Tika kaget. "Kalian putus?"
Tika mengangkat bahu, berlagak tak acuh. "Dia ngajak gue pindah ke rumah yang lebih permanen. Gue nggak mau, dia marah, pergi. What the hell..."
Atha menangkap arti lain di balik kalimat Tika itu. "Dia ngelamar elo?"
Tika tidak menjawab, tampak lebih tertarik dengan deretan kaus kaki pria di depannya. "Lo pernah iseng nggak beliin Gino kaus kaki selain hitam, abu-abu, putih, sama cokelat?"
"Dia punya yang warna-warni," Atha berkata tidak sabar. "Vian ngelamar, dan elo tolak? Are you kidding me?"
"What should I do? Say yes? Do I look crazy for you?"
"Bagian mana yang dianggap gila dari nerima lamaran pacar yang udah dua tahun sama lo, tinggal sama lo? Dia akhirnya nawarin komitmen!"
"Gue nggak butuh komitmen, Tha. Gue udah cukup puas sama apa pun yang kami jalani sekarang. Dia ada buat gue, gue ada buat dia. That's it. Nggak ada tanggung jawab, nggak ada beban. Kenapa harus gue ubah dengan hal yang jauh lebih ribet? Kenapa juga dia mau jalanin hal seribet nikah?"
Atha membuka mulut, berniat mengatakan pendapatnya. Namun Tika lebih dulu memotong.
"Gue cinta Vian," ucapnya. "Gila aja kalau nggak, ngapain gue betah dua tahun sama dia? Gue cuma ngerasa nggak perlu-lah pakai nikah-nikahan. Apa yang gue sama dia miliki, jauh lebih kuat daripada yang bokap sama nyokap gue punya. Mereka nikah, yang laki tetap aja kabur santai. Mendingan gue sama Vian, kan? Orang mau bilang kumpul kebo, kek. Apa-lah, bodo amat. Gue sama dia saling menghormati. Saling sayang. Saling setia. Gue nggak pernah macem-macem. Dia juga nggak pernah aneh-aneh. Mau apa lagi coba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Separate Us (Sudah Terbit)
RomansaVERSI CETAK GANTI JUDUL MENJADI: STORM CLOUD MARRIAGE (Untuk keperluan penerbitan, chapter 13-END sudah di-unpublish) Blurb: Sebelum menikah, Atha tahu kalau Gino mengalami masalah kesuburan. Saat itu, Atha tidak keberatan. Dia yakin dengan kecanggi...