Sinar matahari yang berwarna oranye. Rumput panjang ditiup angin yang berhembus perlahan. Aku duduk dibawah pohon sambil melamun. Mengharapkan waktu bisa diputar. Sayang, waktu tak bisa kembali. Tiba tiba, aku menanyakan hal yang membuat akal licik ku bertumbuh. “Apakah Vampir benar benar ada?”
“hem? Vampir?” jawab Tom
“Iya. Apakah mereka ada?”
“Ya, aku rasa mereka ada. Dahulu, aku mendengar legenda mereka, hanya tersisa 5-7 Vampir yang masih hidup. Kau pernah mendengarnya?”
“Ya. Tentu saja. Aku pernah membaca artikelnya di internet”
“Apa itu internet?”
“Panjang sekali penjelasannya. Aku tak bisa menjelaskan sekarang”
“Baiklah”
“Di artikel tersebut juga tertulis bahwa mereka tak berani keluar, karena mereka sudah kalah telak dengan manusia. Dulu, jumlah mereka sungguh banyak. Tetapi hanya 5-7 yang tersisa, karena mereka kalah saat berperang dengan manusia. Kini, mereka takut menampakkan diri, dan keberadaannya sukar sekali dipastikan”
“Sungguh malang nasib mereka. Seandainya manusia mengerti perasaan Vampir vampir itu”
“Ya. Dan itulah mengapa aku menanyakan hal ini padamu”
“Mau jadi seperti mereka?”
“Aku lelah menjadi manusia. Dijadikan budak, Ibuku kejam, Ayahku sudah tiada”
“Kau bercanda? Aku mendukung aksimu! Kau harusnya membalas mereka, tetapi selama ini kau hanya terdiam begitu saja! Kini temanku bangkit kembali!”
“Itu dia masalahnya. Apakan Vampir itu benar benar ada”
“Jangan menyerah begitu saja! Ayo, kita cari keberadaannya bersama!”
Begitulah Tom. Dia selalu bersemangat tanpa melihat dinding besar dihadapan kami. Dia tak pernah putus asa. Hal yang membuat ia benar benar marah adalah orang lain yang menggangguku, tetapi aku hanya terdiam tak membalas mereka. Tak heran dia sangat bergembira saat ini.
“Baiklah, kita mulai dari mana?” ucapku sambil menaruh 5 tumpuk berkas yang ku kumpulkan. “Whoa! Banyak sekali?” “Selamat datang menuju gerbang kehidupan baru, temanku”. Kami mulai membaca satu demi satu. Hingga pada akhirnya, “Demi bulan purnama! Aku melupakan pekerjaanku!” Astaga. Aku benar benar bodoh. Aku dan Tom saling bertatapan. Aku berkata “Kau, jangan meminjam tubuhku lagi” “Aku tak bisa berdiam diri melihatmu berdarah lagi” jawab Tom. “Sekarang sudah pukul enam. Pasti semua pekerja sudah ada dirumah masing masing. Paman kemungkinan dalam perjalanan kemari” aku bergidik menyebutkan kata kata itu. Tiba tiba ada seseorang yang berteriak dari luar rumah “Renfield! Keluarlah, bocah badung!”. Aku menelan ludah. “Kau yang keluar, atau aku yang masuk?!” Pamanku berteriak lagi. Lalu, suasana berubah menjadi hening dalam beberapa detik. jantungku berdetak keras. Tiba tiba, pamanku mendorong pintu rumah hingga terbuka lebar. Dia membawa pisau. Aku merangkak menjauh. Pisau paman siap mendarat di mataku, tetapi tangan Tom lebih cepat memegang tangan pamanku guna mencegah tusukan pisau. Wajah Tom sungguh menyeramkan. Matanya penuh dengan warna hitam kebencian. Suaranya tidak terdengar seperti Tom, melainkan suara Iblis yang siap membunuh manusia kapan saja. Tubuhnya berubah menjadi tulang belulang. Ini pertama kalinya Tom menampakkan diri pada manusia lain dengan wujud aslinya. “Jangan ganggu sahabatku, kau keparat!”. Mulutku menganga lebar. Tak kusangka Tom semarah ini. “Re…Renfield! A...apa apaan ini?!” Tanya paman dengan wajah pucat. Aku menelan ludah lagi. Tom tertawa dengan suara iblis nya. “Anjing saja menyayangi keluarganya, mengapa kau tak menyayangi keponakanmu sendiri? Dasar makhluk rendahan!” ucap Tom. “B..baik, ak..aku akan menyayangi Renfield seperti anakku sendiri!” “Dasar bodoh! Mengapa tak kau lakukan sejak dulu? Sudah terlambat! Keponakanmu ini sudah menderita berkatmu!” Bentak Tom dengan suaranya yang menggelegar. Paman terguncang. Pisau yang diarahkan padaku kini dilempar tepat di kepala Tom. “Hohoho! Mau membunuhku ya? Sayang, sebenarnya aku sudah mati dahulu sebelum kau membunuhku” Tom menarik pisau yang menancap di kepalanya, lalu dia menusuknya di mata paman. Darah berceceran dimana mana. Akhirnya, paman lari terbirit birit. “T…Tom?” dia hanya melirikku, lalu memalingkan wajah. “Hey, tak apa! Terima kasih, kawan” dia menatapku kembali “kau tak begitu mengerikan. Tenang saja. Haha!” dengan tubuhnya yang masih berbentuk tulang belulang, dia memeluk ku. Tetapi, kini suaranya berubah menjadi suara Tom yang seperti biasanya. “Aku takkan membiarkan sahabatku terluka” ucapnya bergetar seakan akan menangis. Kalian tahu, kan. Makhluk seperti dia tak bisa meneteskan air mata. Yang jelas, saat ini hatinya kembali menghangat.
Silau matahari menerobos dari jendela kamar. Mataku terbuka perlahan. Aku terbangun dari tidurku yang lelap. Tiba tiba, Tom memasuki kamarku dari dinding. “Selamat pagi!” sapa Tom. Aku tersenyum “Pagi juga, Tom”. “Aku yakin, kau harus mencari pekerjaan baru” “Ya, aku rasa bagitu” Aku mengangguk perlahan. “Kau tak melanjutkan pencarian Vampir?” ajak Tom. Lalu aku berlari menuju ruang tengah, dimana aku meletakkan berkas berkasnya. Kami mulai membaca semuanya. Tak terasa sudah 3 jam berlalu. Kami sudah membaca semuanya.
“Uh. Aku sungguh lelah!” ucapku.
“Syukurlah aku tak bisa lelah sepertimu. Hahaha!”
“Aku akan mencari kesimpulannya nanti malam. Aku harus berpikir”
“Baiklah, aku akan menunggu hingga malam nanti tiba”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Contract
VampireKetika kau menanyakan apakah aku percaya dengan hantu dan semacamnya, maka aku percaya. Mereka ada disekeliling kita. Vampir? ya! Mereka ada. Tetapi entah mengapa mereka tidak mewujudkan diri mereka. Mungkin karena dunia tak seperti dulu. Aku marah...