Waiting Part II

669 15 0
                                    

“Hoy, tukang tidur! Ayo bangun!” Tom memaksaku bangun.

“Ayo, kita periksa ruangan itu!”

Aku mengangguk mantap. Kami berdua berlari menuju pintu tersbut. Walau ayah tak berada disini, aku harus memastikan. Kupasang mata lebar lebar. Setelah kucoba membuka pintu itu, ternyata terkunci!

“Demi bulan purnama! Sial!” Gerutuku

“Hey, kenapa kau mengucapkan kata kata itu terus menerus? Mengapa tidak bulan sabit saja?” jawab Tom dengan selera humornya

“Lucu sekali”

“Bagaimana jika aku saja yang masuk?”

“Kenapa kita berdua baru menyadari bahwa makhluk sepertimu bisa menembus dinding ini”

Tanpa memikir lagi, Tom masuk ke dalam ruangan misterius itu. Sembari menunggu Tom, aku akan mencari apel dan berburu kelinci di hutan belakang. Persediaan makanan sudah habis.

            Bunyi percikan api membakar seluruh badan kelinci. Hanya bermodal bumbu sederhana yang kucari dipasar, Kelinci bakar seperti ini sungguh nikmat. Aku mengambil apel, dan siap masuk ke dalam mulutku sebagai hidangan penutup. Tiba tiba dari dalam rumah, Tom tergesa gesa berlari menuju tempatku berdiri.

“Bagaimana?” Tanyaku

Dia terdiam.

“Ceritakan!”

“…..A...Aku menemukan dua peti mati disana. Peti itu tertutup rapat. Peti yang satu bertuliskan Garamy Morvant, dan yang lainnya bertuliskan Bryce Serafino

Aku terpaku beberapa saat. “Tak ada yang lain?”

Dia menggeleng.

“Tak ada peti Cain disana?” tanyaku tergesa

“Tidak ada”

Ini sungguh konyol. Kami berdua mencurigai Cain, yang baru saja menjadi ayahku.

            Aku menunggu di ruang tengah. Menunggu ayah. Duduk di lantai dan bersandar pada tembok. Tak peduli debu yang tebal, aku menunggu. 5 menit pertama terasa bagaikan 5 jam. Perlahan matahari turun meninggalkan cahaya berwarna merah membara. Tak terasa, satu jam sudah berlalu. Matahari kini digatikan langit hitam yang penuh dengan awan berawarna kelabu. “Ah! Persetan dengan tunggu menunggu, lebih baik aku mencari cara untuk membuka pintu itu!” Keluhku kesal, sambil beranjak dari lantai yang lusuh dengan debu itu. Satu langkah menjauh dari tempatku duduk, tiba tiba ayah berada di depanku! Syukurlah, aku tak punya penyakit jantung atau apapun semacamnya.

Dia menghela nafas. Menarik otot bibirnya ke atas. Tersenyum, memancarkan makna kebijakan. Menepuk pundak ku, lalu berkata “Nak. Kau tahu Christopher Columbus? Dia kapten kapal yang mencari daratan yang baru. Berhari hari dia tidak menemukan daratan. Para pekerjanya sudah putus asa. Tetapi, setelah tiga hari mereka lewati dengan keputusasaan, akhirnya mereka menemukan pulau”

Aku hanya menundukkan kepala. Sedih dan malu, itu yang kurasakan sekarang. “Kalau ayah mengenali wanita itu, katakana padanya. Segeralah merubahku menjadi salah satu dari mereka! Kalau memang harus menunggu, maka, aku akan menunggu!”

Ayah mengangkat daguku lembut.“Sekarang aku tahu makna pancaran matamu, Renfield. Kau orang yang rela mengorbankan apapun demi keinginanmu” ayah tersenyum.

            Tiga hari berlalu sudah. Dengan rasa bosan dan suram. Aku bahkan heran dan bertanya Tanya, mengapa aku ditakdirkan seperti ini? . Aku rasa, aku anak yang beruntung. Bila kejadian ini tidak ada, maka aku akan menjadi anak yang pengecut. Cengeng seperti anak anak yang sering kulihat.

            Aku duduk santai di ranjang. Melihat ke luar jendela. Hutan yang tak terlalu lebat. Warna hijau memenuhi jendela kamar. Tiba tiba, Tom mucul dengan raut wajah bingung dan ketakutan.

“Ren! Aku rasa kau harus mendengarkanku”

“Ada apa, Tom?”

“Aku menemukan ruangan rahasia, terdapat dua peti lagi disana!”

Aku membuka mulut. Temanku ini bisa diandalkan! “Pasti, ada nama di peti tersebut, kan?”

“Tidak, di peti itu hanya tertulis rumus matematika yang susah”

“Haha. Lelucon yang bagus”

“Tentu saja, di peti itu tertulis nama mereka! Dasar bodoh, kau! Nicholas Davries, dan Velicia Isabielle

“Bagus! Kita harus mencari kembali. Sudah ditemukan empat. Kini, tersisa satu saja!”

“Aku akan mencari tahu apakah mereka benar benar Vampir. Nanti, tepat tengah malam, aku memulai pencarian!”

“Terima kasih telah membantuku, Tom”

Dia mengankat ibu jarinya, seraya meninggalkan kamarku untuk melakukan kegiatan lain yang tidak membuatnya bosan. Sekarang pukul sepuluh. Lebih baik aku segera tidur.

            Jonathan Renfield!. Aku membuka mata perlahan. Siapakah itu?. Ya! bangunlah!

Aku membuka mata lebar lebar. Ternyata ini tempat antah berantah dimana aku bertemu wanita itu. Dengan cepat, aku berdiri dan berteriak “Siapa disana?!” Suara orang itu serak-basah. Seperti suara pria sejati yang sudah melewati banyak masalah.

“Kau. Ikuti kata kataku” dia menyebutkan kalimat kalimat yang susah dicerna oleh lidah. Kurasa, kalimat kalimat itu adalah mantra. Perlahan aku mengikuti, tiba tiba sesuatu merasuki tubuhku. Entah apa itu, tetapi itu membuatku perlahan lemah. Jatuh dari kaki yang berdiri tegap. Aku tak sadarkan diri.

The ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang