Tears

960 25 7
                                    

Suara kelelawar yang memekakan telinga. Burung hantu masih berterbangan mencari mangsa. Awan meuntupi bulan. Pukul tiga malam, aku dan Cain berkunjung ke pemakaman ayah. Pohon tanpa daun menambah suasana ekstrim dipemakaman. Arwah arwah yang mati ada dimana mana. Mereka memandangku. Tetapi, aku melihat arwah yang lain. Dia duduk di batu nisannya. Aku mendekati batu nisan itu tanpa sepengetahuannya. Disana tertulis nama Jonathan O. Daniel. Dia melirikku.

“A..ayah?”

Dia mengangkat kepalanya. Rambutnya yang sedikit panjang tertiup angin. Dia berdiri, lalu memelukku. Aku melakukan hal yang sama. Air mataku menetes

“Renfield”

“Ayah”

 Ayah melepas pelukannya, memegang lenganku “Renfield, apa kau baik baik saja?”

Aku membuka bajuku, memperlihatkan luka tusukan yang disebabkan oleh ibuku sendiri. Ayah hanya tersenyum. “Lukamu akan mengering sendiri”

“Ya, aku tahu itu”

Ayah mengelus rambutku “Kau sudah besar, ya! Tak terasa, aku sudah meninggalkanmu bertahun tahun lamanya. Maafkan ayah, Renfield”

“Tak apa, ayah”

Ayah memandang Cain, yang berada dibelakangku. Ayah mengankat lengannya. “Cain!”. Cain memeluknya.

“Sudah lama aku tak bertemu denganmu”

“Ya, aku juga, Cain”

Tiba tiba, semua arwah berterbangan kelangit. Aku rasa, ini saatnya aku mendengar kalimat ayah yang terakhir. “Maafkan ayah, Renfield. Aku harus pergi”

“Iya. Aku tahu, yah”

Ayah terbang perlahan keatas. Dia membalikkan badan dan berteriak “Jaga dirimu baik baik, Renfield! Cain, jagalah Renfield sebaik mungkin!”

Aku dan Cain melambaikan tangan. Saat itu juga, ayah menghilang entah kemana. Aku menunduk lesu. Tak bisa bertemu ayah lagi. “Renfield, percayalah. Ayahmu selalu mendampingimu. Dia akan menetap disini…” Cain menunjuk pada dadaku “Dia akan di hatimu selamanya”

Aku terdiam. Terdiam karena kesedihan. “Mari, kita pulang”. Cain mengajakku pulang. Aku berjalan lesu di atas tanah, menuju rumah.

Sampai dirumah, ayah berteriak sembari membuka pintu. “Tom!”

“Iya?”

“Pilihlah seseorang yang cocok untuk memberimu gigitan”

Wajah Tom menampakkan ekspresi Terkejut dan senang. “Bryce. Aku ingin Bryce menjadikanku sebagai adiknya”

“Bagus! Bryce, Tom, ikut aku” Sambil berjalan menuju ruangan, ayah mengajak mereka berdua mengikutinya. Mereka menuju ruangan dimana aku berubah menjadi Vampir.

“Semoga beruntung, Tom!” Aku dan Nicholas memberi semangat.

Satu jam sudah berlalu. Kami menghawatirkan keadaan Tom. “Lama sekali” ucap Nicholas. “Semoga dia berhasil menjadi Vampir” Isabielle menambahkan. “Ya, semoga saja” Garamy juga melanjutkan perkataan mereka berdua. Tiba tiba, suara daun pintu yang terputar membuat bola mata kami tertuju pada pintu itu. Saat terbuka, Tom sudah berdiri disana. “Thomas Serafino Anderson. Adik dari Bryce Serafino”.

Pukul empat subuh. Matahari akan terbit. Aku rasa, ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri hari bagi para Vampir. Tak kusangka, cerita perjalanan hidupku sepahit ini. Tetapi, aku masih bisa merasakan adanya sedikit kemanisan dari hidup ini. Aku banyak belajar dari pengalamanku ini. Bila aku tak punya pengalaman seperti ini, maka aku bukan anak yang beruntung. Aku harus bersabar. Bila sesuatu yang kita tunggu tak kunjung datang, maka kita sendiri yang harus bertindak. Aku rasa, sudah berakhir semua masalahku. Kini, aku hanya menjalaninya hingga maut datang. Terima kasih, Tuhan. Kau telah memberikan semuanya padaku. Aku rasa, kini yang tersisa hanya satu. Kesedihan yang menancap dari dalam lubuk hatiku.

Fin

The ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang