“Hey, Renfield! Bangunlah!” tangan Tom yang dingin mengguncang guncang badanku. Ternyata aku tertidur setelah melamun memikirkan kesimpulan dari tulisan tulisan ini. “kurasa, ada masalah yang harus diselesaikan” ucap Tom. “Masalah?”. Dia mengangguk dan berkata “Dengarlah!”. Aku memejamkan mata. Berkonsentrerasi untuk mendengarkan apa yang dimaksud Tom. Ternyata, dari luar segerombol orang mengelilingi rumahku. Kemudian, suara paman terdengar lantang dari sini. “Hey, Renfield! Pergilah dari kampung ini, atau kau akan di usir oleh penduduk kampung dari kehidupan!” aku berlari ke teras. Banyak orang berkumpul disana. Menatapku dengan jijik. Entah mengapa, aku rasa ada yang tak beres. “Hey, kau! Anak berengsek! Berani beraninya kau menggunakan ilmu hitam pada pamanmu sendiri?!” Ucap wanita yang mengenakan rok bermotif kotak. Ilmu hitam? Batinku. “Jangan pura pura tak tahu, anak muda! Pamanmu menceritakan semuanya! Kau mengirim setan untuk menusuk matanya, bukan?!” Ucap pria jangkung tua dengan jenggotnya yang berantakan. Sejak ucapan pak tua itu, gerombolan orang orang makin memanas. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya menunduk. Mereka melempariku dengan sampah. Tom tak tahan lagi. Dia berjalan keluar dari dalam rumah, bersiap menunjukkan jati dirinya yang asli. Tapi tanganku melambai pelan. Kurasa orang orang tak mengetahuinya. Tom menurunkan emosinya karena aku menolaknya untuk menampakkan diri. “terlalu beresiko” ucapku pelan. “Baik. Aku akan pergi dari sini. Beri aku 30 menit untuk mempersiapkan diri” “Pilihan yang bagus, anak muda! Sebaiknya kau bergegas, sebelum penduduk ini berubah pikiran!”. Aku membalikkan badan, masuk ke dalam rumah. Yang hanya ku bawa adalah Berkas itu, makanan, sedikit uang dan pakaian. Aku berjalan keluar rumah. “Maafkan perbuatanku. Aku tak kan kembali ke kampung ini. Selamanya” “Bagus. Cepat tinggalkan kampung ini!” ucap pamanku. Aku melangkah perlahan. Menyeret kakiku dengan sangat iba. Bangunan lusuh ini akan kukenang. “Ayo” ucap Tom. Kami berlari menjauh.
2 Km jauhnya kulalui perjalanan ini dengan setapak demi setapak. Aku menemukan tempat yang cocok untuk dihuni sementara. Bangunan itu cukup tua. Kurasa lebih tua dari rumahku. Debunya cukup tebal. Tapi cukup hangat untuk melindungi diri dari dinginnya cuaca diluar sana. “Selamat datang anak muda” lelaki itu berambut hitam diikat rendah kebelakang. Dia menepuk pundakku. Aku sungguh terkejut! Ternyata itu makhluk yang sama seperti Tom. “Tenanglah, anak muda. Aku tahu kau diusir dari kampung yang lumayan jauh dari sini. Kau aman bersamaku. Aku akan melayanimu bagai anakku sendiri. Namaku Cain Orfeo. Anggaplah aku sebagai ayahmu.” Ucap lelaki itu. “Terima kasih banyak, pak” aku tersenyum manis. Bodohlah aku. “Panggil aku ayah. Itu membuat hatiku tenang” “sebelumnya, aku minta maaf, tapi, aku rasa, kau sudah meninggal cukup lama ya? Namamu sungguh bagus”. Dia tertawa kecil. “Terima kasih, anak muda. Tak kusangka kau baik sekali”. Aku menunduk. Ucapannya membuat air mataku menetes. Selama ini aku tak pernah sesedih ini. Sikapnya benar benar mirip dengan ayah! Dia mengusap air mata yang ada di pipiku. “sshhh…dulu, sewaktu aku hidup, aku juga kehilangan anakku. Kau pemuda pemberani. Tak perlu menangis”
“Aku yakin kau sungguh lelah, anakku. Kuantar kau ketempat tidur” ucap Cain, yang kini menjadi ayahku. Dia menunjuk pada pintu yang terbuat dari kayu yang lapuk. Aku membukanya. “Mungkin ini sedikit berdebu. Paling tidak, bisa digunakan untuk istirahat, bukan?” ucap Tom. “Kau mungkin bisa membersihkan kamar ini sedikit. Aku berada di ruangan tengah, bila kau mencariku. Setiap hari pada pagi hari, aku tak kan mucul disini. Jadi, aku harap kalian bisa menjaga diri baik baik. Kalian bisa tinggal selama yang kalian mau. Karena rumah ini dianggap angker bagi orang orang. Selamat malam” aku mengangguk, dan berkata “selamat malam, yah!” Aku melompat ke ranjang, kemudian tertidur.
Udara segar berhembus dari luar jendela. Mendinginkan kamar yang kutempati ini hingga terasa sejuk. Tak lupa sinar mentari menghangatkan sebagian kamar agar tak terlalu dingin oleh udara. Selamat pagi. Berat rasanya bangun dari ranjang dan beraktivitas. Tapi aku tak dapat tidur kembali. “Selamat pagi, tukang tidur!” tukas Tom dari langit langit kamar. “Selamat pagi” jawabku malas. “Oh, ya! Cain memintaku untuk menyampaikan pesan, bahwa diruang pojok terdapat ratusan batang emas. Jual lah bila kau butuh uang untuk membeli makanan” aku mengangguk. “Besok saja. Aku masih punya persediaan makanan”. Aku membuka tas ransel, mengambil makanan kaleng dan menyantapnya di ruang makan. Selesai sarapan, aku menjelaskan kesimpulan tulisan tulisan mengenai Vampir yang sudah kami baca kemarin.
“Kurasa, hanya lima Vampir saja yang tersisa hingga saat ini”
“Lima? Bagaimana bisa?”
“Karena, kasus Vampir yang terakhir kubaca, hanya ke lima klan yang tak diketahui keberadaannya. Dan klan yang lain sudah dinyatakan punah. Dan hanya satu dari seluruh vampir dalam satu klan yang berhasil bertahan hidup. Salah satu klan yang paling kufaforitkan adalah klan dari Jerman. Entah apa namanya, tak tertulis di artikel itu. Mereka paling susah dikalahkan. Mereka tak merasa kesakitan bila melihat Salib, dan benda benda mematikan lainnya. Ditusuk tepat di jantung dengan besi atau pasak kayu, tidak akan bisa mati. Cara yang paling efektif hanyalah memenggal kepala saja”
“Wah. Semoga, Vampir yang menggigitmu adalah Vampir yang berasal dari klan tersebut”
“Ya, aku harap”
“Hahahaha!” Kami berdua tertawa.
Melamun. Entah mengapa aku makin sering melakukan hal tersebut. Memebayangkan ayah masih hidup. Tentu saja keadaan tak seperti ini. “Memang, waktu tak bisa diputar” Kata Cain, yang tiba tiba berada di sebelahku. Aku menghela nafas.
“Sejak kapan kau disini?” Tanyaku
“Sejak matahari terbenam”
“oh”
Kami berdua terdiam.
“Kuberi satu saran, nak. Agar kau tidak sedih selalu seperti ini. Mau mendengarnya?”
“Tak ada pilihan lain. Akan kujawab ya”
“Carilah kegiatan yang membuatmu sibuk”
“Heeem……yang membuatku sibuk, ya?”
“Ya. Mungkin mau menjelajahi hutan dibelakang rumah ini, atau yang lainnya?”
“Saat ini sih, aku dan Tom dalam tahap diskusi, mencari keberadaan Vampir”
“Vampir?”
“Iya! Makhluk buas yang bisa hidup abadi. Seandaiya aku salah satu dari mereka”
“Kau kelihatan bersemangat sekali! Katakan padaku, kesimpulan apa saja yang sudah kau dapatkan selama ini”
“Higga saat ini, hanya lima Vampir saja yang tersisa. Karena, keberadaannya belum diketahui. Kurasa mereka lolos dari peperangan. Karena, klan yang lain dinyatakan punah. Dan hanya satu dari seluruh klan saja yang bisa bertahan hidup”
“Menarik sekali”
“Ya, tentu saja! Klan yang paling kusukai klan dari jerman yang tak kuketahui namanya. Mereka sangat susah dibunuh!”
“Ya. Mereka sangat susah dibunuh. Tusukan Pasak kayu atau besi yang menancap di jantung tak dapat membuat mereka mati. Mereka masih bisa minum darah bila manusia memasukkan batu bata ke dalam mulut mereka. Bawang putih dan salib tak dapat membuat mereka terasa sakit atau terbakar. Hanya satu cara untuk melumpuhkan dan mematikan Vampir ini”
“Memenggal kepalanya!” Kami berbicara bersamaan.
“Bagaimana kau tahu tentang semua itu, Cain? Maksudku, Yah?”
“Nak, zaman dimana aku hidup adalah zaman dimana Vampir merajalela”
“Wah!”
“Jadi, bila kau butuh bantuan, katakan padaku”
“Tentu saja!”
Aku berlari menuju kamar dan membaca ulang berkas, apakah ada yang bisa di ulas kembali. Aku sangat bersemangat sekarang! Terimakasih, Ayahku yang baru
KAMU SEDANG MEMBACA
The Contract
VampireKetika kau menanyakan apakah aku percaya dengan hantu dan semacamnya, maka aku percaya. Mereka ada disekeliling kita. Vampir? ya! Mereka ada. Tetapi entah mengapa mereka tidak mewujudkan diri mereka. Mungkin karena dunia tak seperti dulu. Aku marah...