Bagian 7 - Tamu tak di undang

23.9K 2.2K 156
                                    

Fier paling benci seharian berbaring tanpa bisa melakukan apapun.

Dia bangun dengan tangan yang terus memegangi lukanya. Sudah tak begitu perih. Namun tetap saja, saat jahitan tergesek kain, rasa perih itu tak bisa terhindarkan. Tangannya menggapai tiang infus lalu dia menurunkan kakinya ke lantai. Semua orang memintanya istirahat hingga dia bosan! Dia ingin memaksakan tubuhnya untuk bergerak agar tak kaku. Awalnya dia agak kesulitan. Namun saat dia mencoba berdiri, dia merasa lebih baik.

Pelan-pelan, dia berjalan ke dekat jendela. Menatap keluar dan kecewa karena tak menemukan siapa-siapa.

"Kau benar-benar tidak bisa menahan diri ya?"

Suara itu menyentak. Dia tak mendengar seseorang masuk dan saat menoleh alisnya tak bisa lebih terangkat saat melihat orang itu adalah Lilian.

Setahunya, Lilian tidak ditugaskan untuk merawatnya. Atau dia salah? "Sedang apa kau di isni?" tanyanya tanpa segan.

Lilian meringis. Pertanyaan itu begitu tepat hingga dia malu sendiri. "Hanya ingin melihat keadaanmu."

Alasan itu lagi. Fier mengerutkan dahi samar. Namun tak melakukan apapun selain diam.

Lilian mendekat dan menarik kursi ke belakang Fier agar laki-laki itu bisa duduk. "Jahitanmu belum kering. Kau tidak boleh banyak bergerak kecuali kau ingin lebih lama di rumah sakit."

"Ini ancaman?" desis Fier kesal.

"Bisa dibilang begitu." Lilian pun tak segan-segan lagi. Fier ingin sekali mendebat namun urung karena dia tahu Lilian benar. Dia akhirnya menurut dan duduk di kursi yang Lilian ambil.

"Bagaimana lukanya? Masih sakitkah?" tanya Lilian.

"Tidak begitu." ucapnya. Demi Tuhan, dia hanya tertusuk pisau. Tapi kenapa semua orang ingin sekali membuatnya mati bosan!

"Boleh aku lihat?"

Pertanyaan itu pertanyaan wajar dia rasa. Karena Lilian adalah koas di sana. namun tampak tak wajar bagi Fier karena dirinya bukan tanggung jawab Lilian. Jadi Lilian tidak perlu mengurusi lukanya.

"Kau akan dapat masalah lagi kalau melihat lukaku."

Lilian tersenyum. Begitu ringan seakan itu bukan masalah besar. "Tidak akan."

Fier tersenyum. Dia tahu wanita ini akan selalu menimbulkan masalah. "Kalau begitu, lebih baik aku tidak menunjukkannya. Kecuali kau sudah mendapat ijin dari dokterku." ucap Fier tenang.

Dia bisa melihat raut kecewa di wajah Lilian namun Fier mengabaikannya. Dia paling tidak suka memperlihatkan lukanya di depan orang lain.

Fier pikir Lilian akan mundur dan pergi. Namun ternyata dia justru bersandar ke jendela lalu menghadap ke arah Fier duduk. "Kemarin malem aku tugas jaga. Banyak temen-temenku cerita. Kalau kamu habis ketusuk.

Aku pikir kau hampir mati. Jadi ..." Mulut Lilian terkatup rapat, dia tahu dirinya salah bicara. dia bisa melihat wajah Fier yang langsung angker. "Maksudku, kemarin aku mencoba menjengukmu, tabi kamu masih belum sadar. Jadi ...."

"Jadi selama tiga jam kamu duduk di sampingku?" potong Fier santai, tapi datar.

Mulut Lilian terkatup lagi. dia yakin Fier sudah mendengar dari dokter Fiandra.

"Mm, jangan salah sangka. Aku berencana untuk langsung pergi. Tapi kulihat kau sendirian. Jadi aku berinisiatif menemanimu. Kau sedang kritis. Keadaanmu bisa berubah-rubah sewaktu-waktu. Aku hanya berjaga-jaga, siapa tahu kau membutuhkan bantuanku."

He (Fier)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang