Hari ini sangat melelahkan. Lilian duduk di kursi samping bankar pasien sambil menghela napas panjang. Matanya nanar menatap seorang wanita yang tertidur pulas di sana. Setelah membuat keributan selama berjam-jam akhirnya wanita itu baru bisa tertidur dengan bantuan obat penenang."Sepertinya dia sudah tidak punya semangat untuk hidup." ujar dokter Afra. Lilian menganguk setuju. Selama dua hari ini mereka sudah dibuat sibuk hanya karena satu pasien ini. Berkali-kali wanita ini mencoba bunuh diri. Hingga kini dia harus diikat di bankar bahkan saat tidur sekalipun.
"Dok, apa keluarganya tidak ada yang datang?"tanya Lilian.
"Kita sudah menghubungi orang tuanya. Tapi mereka belum ada yang kemari."
Lilian terdiam sambil menatap pasien itu lagi. Jika wali belum ada yang datang dan keadaan wanita itu masih belum stabil, maka operasi tidak akan bisa dilakukan.
"Kalau kita terus menunda operasinya, nyawanya ada dalam bahaya kan, dok?" tanya Lilian memastikan.
"Hm." Dokter Afra mengiyakan. "Tapi sepertinya dia tidak keberatan. Untuk mati."
"Tapi tidak mungkin kita diam saja melihat dia mati pelan-pelan begini Dok."
Dokter Afra menghela napas kasar. Dia pun tidak ingin, tapi dilihat dari sudut manapun dia tidak punya pilihan. Untuk menyelamatkan pasien ini, dia harus mengoperasinya. Namun pasien dan juga wali harus memberikannya ijin terlebih dahulu. Sedangkan disini, pasien menolak operasi dan wali tidak ada sama sekali. Mereka mati langkah. Jika dia tetap nekat melakukan operasi, maka lisensinya sebagai seorang dokter bisa di pertaruhkan.
Sepertinya dokter Afra sudah menyerah. Dia tidak tahu kalau Lilian belum. Ada satu cara yang Lilian pikir bisa menyelamatkan pasien itu.
Tapi dia tidak mengatakannya.
---Fier mengangkat gagang telpon di mejanya sesaat setelah berdering. Setelah itu suara sekretarisnya terdengar. "Pak, ada yang mencari bapak di bawah."
"Siapa?" tanya Fier langsung. Matanya masih saja membaca dokumen dan laptopnya bergantian.
"Namanya bu Lilian."
Gerakan Fier terhenti seketika. Lilian? Fier terdiam sejenak memikirkan untuk apa Lilian kemari?
"Suruh masuk.""Baik Pak." Setelah itu telpon Fier tutup. Dia mengerutkan dahinya memikirkan alasan Lilian datang. Tapi setelah itu Fier kembali menekuni dokumen yang ada di depannya kembali.
Dia melanjutkan perkerjaan yang tadi sempat tertunda sebentar. Membaca dokumen itu lebih cepat berharap bisa menebus waktu yang tadi terlewat.Tak lama, pintu terbuka. Alila, sekretarisnya masuk dengan Lilian yang ada di belakangnya.
Sejenak, Fier menatap Lilian lekat. Sudah berapa lama mereka tidak bertemu? Hitungannya hampir lima hari. Namun rasanya seperti sudah lama sekali. Fier tidak pernah membayangkan sama sekali Lilian berdiri di sini setelah percakapan awkwkrd mereka tempo lalu.
Fier menoleh ke Alila. "Terima kasih, kau boleh pergi."
Alila mundur dan menutup pintu. Praktis tinggal mereka berdua yang berada di ruangan itu.
"Hanya kunjungan biasa atau ada yang penting?" tanya Fier memastikan.
"Ada yang penting."
"Bisa menungguku sebentar? Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dalam lima belas menit." tanya Fier.
Lima belas menit. Tidak lama. Lilian memilih mengangguk. Salahnya datang saat laki-laki ini sedang sibuk bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
He (Fier)
RomanceFier ... laki-laki itu memang terlihat begitu sempurna. Tanpa cela. Ketampanannya, pembawaannya, ketenangnnya. Auranya begitu mendominasi hingga siapapun terintimidasi. Ya, laki-laki ini laki-laki paling sempurna yang pernah dia lihat. Tapi lepas d...