"Kalian tahu, karena insiden kemarin, luka Fier terbuka lagi. Dia harus mendapatkan jahitan baru.""Betulkah? Jadi dia bisa di sini lebih lama?"
"Aku bingung, apakah harus sedih ataukah senang mendengar kabar itu?"
"Hm, kalau aku senang. Semakin parah lukanya, semakin lama dia di sini. Kita juga bisa cuci mata terus tiap hari, kan?"
Lilian mendengus mendengar obrolan para perawat di Nurse station. Kebetulan dia lewat lalu mendengar nama Fier disebut. Langkahnya melambat agar bisa mendengar lebih banyak lagi.
Dia menyeringai mendapati suster Lina ada di sana. Perawat muda yang terkenal mempunyai kecepatan informasi yang luar biasa. Termasuk gosip tentang dirinya kemarin, berkat suster Lina jugalah kabar ini tersebar merata.
"Ehem," Lilian pura-pura batuk kecil hingga ketiga suster itu menoleh dan terkejut. Lilian menekan cairan antiseptik yang ada di top table dan meratakannya ke seluruh telapak tangan.
Saat Lilian menoleh, dia pura-pura terkejut menyadari mereka melihatnya. "Ups, sorry." Wajahnya menampakkan raut bersalah amat sangat. "Sunguh, aku tidak mendengar apa-apa." katanya cepat-cepat.
Tapi jelas, melihat raut ketiga suster itu Lilian tahu mereka tidak percaya. Tapi siapa yang peduli, karena itulah poinnya.
"Dok ... kami tidak bermaksud..."
Lilian mengibaskan tangannya seakan itu bukan masalah besar. Senyumnya mengembang lebar sekali. "Tenang. Dokter Fiandra tidak akan percaya kalian senang mendengar Fier terluka parah. Siapa yang akan percaya? Aku saja tidak."
Wajah-wajah itu seketika berubah pucat pasi. Seakan sudah tidak mempunyai mempunyai setitik darah pun di sana. Sedangkan Lilian melewati mereka dengan senyum yang tidak putus-putus. Saat menjauh, senyum sinisnya muncul juga. Kata penenangan sekaligus ancaman. Seharusnya cukup untuk menutup mulut mereka.
Thanks to Fier.
Laki-laki itu berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya lagi. Lilian menyampirkan rambutnya ke telinga masih dengan senyum yang mengembang lebar. Dia tahu masih banyak yang membicarakan insiden kemarin. Tapi kini Lilian seakan tidak peduli. Biarkan saja mereka bercerita sampai berbusa. Sampai bosan!
Tidak akan pernah lagi, air matanya menetes hanya karena omongan mereka.
Langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita keluar dari kamar Fier. Dia mengamati wanita itu lekat. Cantik. Dengan semua pakaian dari atas sampai bawah yang modis membuat penampilannya betul-betul elegan. Dia pernah melihat wanita itu di ruang praktek dokter Farhan. Mulut Lilian terbuka takjub menyadari putri dokter Farhan lah yang menjenguk Fier.
Lilian tersenyum saat wanita itu lewat. Dan rasanya luar biasa melihat wanita itu membalasnya dengan senyuman yang begitu ramah. Lilian kagum. Cantik dan baik hati. Benar-benar perpaduan yang sempurna.
Saat putri dokter Farhan berlalu, Lilian langsung masuk ke kamar Fier. Senyumnya berubah kikuk melihat ada seseorang di sana selain laki-laki itu.
"Dok," sapanya salah tingkah.
Fiandra tersenyum sedangkan Fier menghela napas karena Lilian masuk tanpa ketuk pintu lebih dulu.
"Bagus ada Lilian di sini, jadi bunda bisa tinggal sebentar."
Seperti biasa, Fier selalu mengiyakan permintaan sang bunda. Meskipun begitu memalukan dijaga sebegitu rupa padahal dia sudah bukan bayi lagi.
Fiandra menghampiri Lilian dengan senyum, lalu menepuk bahunya pelan. "Titip ya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
He (Fier)
RomanceFier ... laki-laki itu memang terlihat begitu sempurna. Tanpa cela. Ketampanannya, pembawaannya, ketenangnnya. Auranya begitu mendominasi hingga siapapun terintimidasi. Ya, laki-laki ini laki-laki paling sempurna yang pernah dia lihat. Tapi lepas d...