Bagian 13 - Our Little Secret

8K 738 96
                                    

Suara musik benar-benar memekakan telinga. Cahayanya juga remang nyaris gelap. Tapi Lilian menyukainya. Di sini, dia bisa mengekspresikan perasaannya tanpa takut dikenali. Dia bisa bergerak tanpa dibatasi. Dia juga bisa tertawa lepas, berteriak dengan bebas – sampai puas. Menikmati suara musik yang membuatnya lupa segalanya.

Setidaknya dia ingin melakukannya sesekali setelah sibuk dengan semua tekanan di rumah sakit. Sesekali melepas penat. Setidaknya bersenang-senang untuk mengosongkan segala isi hati yang membuat pikirannya memburuk dengan cepat.

Harinya benar-benar buruk. Keadaan Lala yang stagnan, omelan dan bentakan yang tidak ada henti, belum lagi kesibukan yang menguras waktu dan tenaganya. Biasanya dia mempunyai seseorang di sisinya. Seseorang yang selalu siap mendengarkan keluh kesahnya. Fier dan Ali. Namun Fier entah sedang ada di mana sedangkan Ali sedang mendiamkannya.

Jadi saat Fany mengajaknya ke klub, Lilian tidak menolaknya. Fanny berjanji akan menemaninya. Namun nyatanya, wanita itu sekarang sibuk sendiri bersama laki-laki asing dan sekarang entah menghilang kemana. Fanny meninggalkannya sendirian.

Kesal memang, tapi apa boleh buat. Dia lebih memilih untuk lanjut menikmati musik. Bergerak dengan bebas di bawah lampu gemerlap hingga dia menyadari seseorang menari di depannya. Perlahan mendekat hingga Lilian memicingkan mata, mencoba melihat lebih jelas.

Seorang laki-laki muda seumuran dengannya tersenyum menjijikan. Lilian mendengus sebal. Laki-laki itu terus meringsek maju hingga Lilian kehilangan minat untuk menari lagi. Dia memutuskan untuk menepi ke meja bar.

"Hai, sendirian aja? Mau aku temani?" Lilian memutar bola mata jengah. Yang benar saja, bahkan laki-laki itu mengejarnya ke sana.

Ini adalah hal yang paling tidak di sukai Lilian dari tempat ini. Laki-laki hidung belang yang berburu mangsa. Melepaskan diri dari laki-laki seperti ini benar-benar merepotkan.

"Saya ingin sendiri," jawab Lilian. Dia menatap mata laki-laki itu langsung untuk lebih menegaskan kata-katanya.

Namun sayangnya, itu pun tidak mempan. "Biarkan aku membuatmu berubah pikiran. Kau mau minum apa? Aku traktir."

Bebal. Lilian sampai jengah dengan situasi yang membuatnya ingin cepat-cepat melarikan diri. Keberadaan laki-laki ini membuat moodnya untuk bersenang-senang hilang. Matanya menyapu seluruh klub, mencari jalan keluar.

Dan entah ini kebetulan atau bukan, Lilian melihat seseorang. Duduk sambil menatapnya di kejauhan.

Seketika Lilian memejamkan mata menyadari yang ada dalam hatinya sekarang ini hanyalah rasa lega. Aneh, namun Lilian selalu seperti ini setiap melihat Fier.

Laki-laki itu seperti jalan yang selalu membawanya keluar dari masalah. Entah sugesti dari mana, namun hanya dengan melihat Fier dari kejauhan seperti ini saja, hatinya sudah merasa tenang.

Perhatian Lilian kembali ke arah laki-laki yang sedari tadi mengganggunya. Berbeda dengan sikapnya yang dingin tadi, Lilian kini mulai rileks. Dia mencondongkan wajahnya agar bisa berbicara sedikit lebih pelan.

"Kau lihat laki-laki di kursi VVIP itu?" tanya Lilian. Laki-laki itu menoleh ke arah yang ditunjuk Lilian. Dia bisa meihat dengan jelas Fier sedang menatap ke arah mereka. "Dia kekasihku."

"Kenapa kau tidak ke sana menemuinya?" tanya laki-laki itu bingung.

Wajah Lilian berubah angkuh. "Kami sedang bertengkar. Tapi kau tahu, meskipun dia terlihat tidak peduli, sebenarnya dia sedang mengawasiku." kata Lilian lagi. Senyumnya terkulum tertahan melihat wajah laki-laki itu ragu sekarang. "Aku tahu kamu cukup pintar untuk menghindari masalah. Dia duduk di kursi VVIP. Aku yakin kau tidak ingin berurusan dengannya."

He (Fier)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang