"Kembang apinya. Aku juga suka,"
***
AUTHOR POV
Di tempat lain, jauh dengan hiruk pikuk keramaian festival.
Derra menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur pink-nya. Ia menatap nyalang ke langit-langit kamar yang gelap gulita.
Terlalu malas untuk menekan saklar lampu. Terlalu lelah untuk menangisi apa yang terjadi. Terlalu letih memikirkan apa yang sedang mereka lakukan saat ini. Itu yang menari-nari di pikiran Derra sedari tadi.
Derra pikir, dengan membantu Geffan. Ia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu. Ia pikir, ia bisa membuka hati Geffan. Mengalihkan pandangannya dari Kyna. Menunjukkan bahwa Derra juga menyukai Geffan. Sebanyak rasa suka lelaki jangkung itu kepada sahabatnya.
Akan tetapi, rupanya takdir berkata lain. Kyna bahkan sudah menyadari perasaannya terlebih dahulu. Jadi, angan-angan akan pindahnya hati Geffan, semua musnah. Tercerai-berai dengan perihnya kenyataan yang harus Derra hadapi. Bahwa mereka saling mencintai, dan Derra tak dapat mengubahnya.
Air mata kembali mengalir di sudut mata Derra yang terpejam.
Andai air mata dapat melunturkan luka. Pastinya, luka hati Derra benar-benar sembuh sekarang.
Derra memang menangis. Tapi ia tidak terisak. Ia meresapi turunnya buliran-buliran yang menuruni pelipisnya dengan perlahan.
Tangis yang paling sakit adalah tangis dalam diam. Dan luka yang paling pedih adalah luka tanpa darah.
***
Geffan menurunkan bahunya yang tak terasa sedari tadi menengang. Kecewa pada Kyna yang terlalu polos untuk mengerti apa yang sebenarnya ia maksud. Geffan sampai bingung sendiri harus pakai cara bagaimanakah ia?
Geffan memejamkan matanya sejenak, mencoba menghalau rasa agak kesal dalam hatinya. Setelah menghembuskan nafas, Geffan akhirnya memaksakan senyuman canggung. Kyna menatapnya aneh.
" Iya ya... Kembang apinya indeh banget!" Jawab Geffan akhirnya.
Kyna hanya tertawa dalam hati. Ia ingat betul bagaimana ekspresi kecewa bercampur kesal dari Geffan. Ekspresi yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ada sebagian kecil hati Kyna yang kasihan pada Geffan. Kyna tahu, Geffan pasti sudah mengumpulkan keberanian jauh-jauh hari. Tapi, sisi jahil Kyna muncul begitu saja. Jadi... yah beginilah.
Kembang api rupanya sudah selesai. Suara ledakan di angkasa juga sudah usai. Langit terlihat seperti kanvas hitam yang penuh dengan titik berwarna putih. Kembali seperti tadi.
" Geffan?" Panggil Kyna.
Geffan menoleh. Masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Lihatlah, betapa besar hati lelaki itu. Ia masih bisa menyunggingkan senyum di wajahnya.
" Ayo pake ini!" Kyna mengacungkan bando yang dibelinya tadi dengan semangat. Ia menoleh pada Geffan yang memperhatikannya lekat.
" Aku kan cowok," jawab Geffan pelan.
" Kan di sini cuman ada aku! Ayo dong! Biar samaan," rengek Kyna.
Sebenarnya, Kyna tak pernah menggunakan nada itu pada siapapun kecuali kakak laki-lakinya, Kiki. Kyna juga terkejut akan perkataannya sendiri. Buru-buru ia membekap mulutnya dengan pipi yang memerah.
Geffan tak kalah terkejutnya. Perempuan yang selama ini ketus padanya, bisa berbicara manja padanya. Bukannya illfeel, Geffan malah senang. Satu langkah maju, batinnya.
Geffan menoleh, melihat Kyna yang malu dengan senyum simpul. Sampai akhirnya Geffan mengambil bando berwarna putih dari genggaman Kyna dan langsung memakainya. Ia juga mengambil yang satunya dan memakaikannya pada Kyna dengan lembut. Setelahnya, Geffan juga merapika rambut Kyna dengan sayang. Kyna makin membeku di tempat. Rasa panas itu kini mulai menjalar sampai telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Want You To Know
Teen Fiction[ON EDITING] "Derra, ayo kita pergi!" ajakan Erika hanya ku jawab dengan gelengan pelan. Tidak, terima kasih. Erika menghembuskan nafasnya. Lelah membujukku yang masih belum ingin beranjak. Aku tahu. Semakin aku berdiri di sini, maka makin dalam pul...