Pulang kuliah emang bikin kepala pusing, badan merinding, materi gak abis-abis. Kapan aku lulus dari universität ini ?.
Tenang Faa, 6 bulan lagi sebelum tenggat waktu elu cus dah dari tempat terkekang ini. Lanjutin kerjaan elu sebagai ahli Mesin disini. Jiwa elu ada disini fa !.
Tok...tok
Tok...tokAku mengetuk pintu rumah berwarna putih itu, yang disambut oleh seseorang wanita memakai baju terusan rok. Kantung matanya menebal, matanya merah, membukakan pintu sambil menagis sesenggukkan.
"Filix, lu kenapa ?". Ia langsung memelukku dengan air mata yang terus mengalir makin deras membasahi kedua pipinya yang makin chubby.
"Ayo masuk Fa !".
Aku masuk dan duduk disofa empuk berwarna Merah dengan tissu yang berhamburan dimana-mana. Sedangkan siempunya rumah malah sibuk membuatkan ku segelas susu coklat dan menyediakan banyak waffer yang membuat diet ku gagal.
"Lu sendiri ?"
"Iya, mama sama papa kerja ke Praha. Si Jedden juga pergi ke Amerika untuk mewujudkan mimpinya sebagai Orang sukses disana"
"Halahh kasian amat nasib elu. Uuu tayank tayank"
Btw ,Jedden itu adik Filix yang ambisius. Aku pernah ditembak bocah berusia 16 taun itu disebuah Pasar malam. Dia pernah coba bunuh diri karena mimpinya sebagai Olahragawan gagal tercapai, bukannya badan atletik yang didapat malah sosok kurus kering seperti busung lapar.
"Lo kenapa nangis kaya gitu ?. Ada masalah ceritain aja sama gue"
"Gue takut lu ngejauh dari gue gara-gara hal ini. Gue gak punya temen, bahkan keluarga gue aja udah jiji sama gue".
"Emangnya kenapa ?".
"Panjang ceritanya. Tapi gue kasih liat sesuatu yang mewakilkan semuanya aja deh"
Wanita itu naik ke lantai dua, dimana ada kamarnya disana. Aku tetap menunggu diruang tamu. Baru beberapa menit aku duduk diruang tamu itu, sudah setengah toples kue kering habis disantap oleh ku.
Akhirnya wanita itu kembali turun dengan membawa benda kecil berwarna putih ditangannya yang berbentuk seperti sebatang rokok. Ia kembali duduk disebelah ku.
"Ini". Ia menyodorkan benda itu. Tespack. Bertandakan ++. Berarti...
"Lu hamil ?"
Perempuan itu hanya bisa menunduk dan menagis, lalu aku peluk dirinya sambil mengelus-elus punggungnya.
"Udah diperiksa ke dokter kandungan ?. Ayahnya siapa ?"
"Fa, gue kira lu bakalan marah sama gue. Terus ninggalin gue gitu aja disini dengan berita besar ini"
"Tenang Lix, gue gak bakalan nyebarin berita ini"
"Makasih ya Fa, gue gak berani kasih tau ini ke Hanna atau Ruri. Gue tau sikap mereka"
Aku hanya memandangi perut Filix yang masih belum terlihat seperti orang hamil, mungkin karena masih trimester pertama. "Jadi ??"
"Gini Fa, anak ini adalah anak Antoni. Hasil hubungan gue sama dia yang gue lakuin dirumah dia. Gue gak bisa nolak itu fa, awalnya dia cuman ngajak makan bareng"
"Iya gue ngerti, tapi lu jangan kaya gini terus. Gabaik juga sama kondisi baby lu"
"Gue malu Fa, mau keluar rumah juga udah gak pede"
"Sekarang Antoni mau tanggung jawab sama kondisi lu ini ?"
"Gue udah coba hubungi dia beberapa kali, tapi selalu dimatiin"
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIN
Random3 tahun di Jerman tanpa sekalipun kembali ke negara tempat di lahirkan. Sampai akhirnya ada bayak cinta yang tidak aku sadari. Sekarang hanya "Maaf aku gabisa" yang bisa mewakilkan semua perasaanku.