FÜNFZEHN

3 0 0
                                    

Kring... Kring...

Bunyi telfon rumah yang berdering langsung mengantarkan langkahku kesana, dengan santai berjalan dari dapur aku menuju telfon rumah itu. Aku mengangkatnya pelan,

"Halloo ?"

"Iya, ada yang bisa saya bantu ?"

"Saya ingin berbicara dengan Stella Fannya, apa anda dapat memberikan telfon ini kepadanya ?"

"Ini saya sendiri, Stella. Ada apa ?"

"Ohh, ini kamu stella. Ini tante Adriana, tantenya Chicco. Apakah kamu masih ingat dengan tante ?"

"Oh iya tante, tentu aku ingat tante. Kita baru bertemu sekitar 4 hari lalu. Ada apa tante ?"

"Malam ini kamu bisa menemui tante dan Chicco ?, tepatnya di Caffe tante"

"Baiklah tante, jam berapa ?"

"Jam 8 mungkin ?"

"Okey tante, aku akan kesana"

"Baiklah nak, sampai nanti !"

"Iya tante, bye"

Aku menutup telfon itu dan langsung melanjutkan kegiatan ku membuat teh hangat untuk memperbaiki suhu tubuhku sepulang kuliah ini. Notif di hp ku terlihat samar dari kejauhan. Aku langsung mengambil hp tersebut dan membukannya.

From : Chicco

Fa, ntar datang ya. Jam 8 di caffe tante ku, apa mau aku jemput ?

To : Chicco

Iyaa cihc, gue datang koo. Gue gak usah dijemput, ntar kesananya sendiri aja.

From : Chicco

Okeyy, hati-hati yaa cantikku

To : Chicco

Iyaa deh ganteng

Ups !. Kenapa aku malah membalasnya dengan berkata ganteng ?. Ish. Yaudah deh, gapapa lagian dia juga memang ganteng menurutku.

******

"Tante, Fannya membalas pesanku. Ia berkata ganteng kepadaku"

"Ohh, baiklah. Siapkan dirimu untuk acara nanti malam Chicco !"

"Baiklah, baju ku sudah, sepatu sudah. Apalagi ?"

"Benda kecil itu ?"

"Aku melupakannya !"

******

Aku segera berpakaian rapih dengan make-up sederhana, tak tau kenapa malam ini aku menginkan rambut yang dikepang dan dibuat sebuah sanggulan dibelakangnya.

"Sungguh ? Ini sudah jam delapan ! Aku akan telat pada perjanjian ini !. Sial ! Anjir ! Kunci mobil mana lagi ?!"

Aku menggerutu pada diriku sendiri, aku takut bila tidak dipercaya lagi oleh tante Adriana karena telat datang.

Berjalan menuju mobil dengan terburu-buru, lalu mengemudikannya dengan kecepatan tinggi. Ya, aku tau ini melanggar tapi apa boleh buat.

Belokan berlampu merah menghentikan laju mobilku, setelah lampu merah berubah hijau aku langsung mengendarai mobilku dengan sangat cepat.

Jegerr...

Aku merasakan hentakan itu sangat keras, membuat kepalaku pusing dan badanku seketika lemas. Kepala yang tersandarkan pada stir mobil membuat klakson terus berbunyi. Sampai akhirnya semuanya terasa hitam.

BERLINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang