Hallo, makasih buat saran-sarannya. Cerita ini akan tetap jalan sesuai dengan yang alur aku buat. Kalau sama seperti saran kalian, ya syukur. Kalau engga harap jangan kecewa.
Next part sudah POV Dareen. Kalau tanpa POV Dareen tinggal 4 atau 5 Bab sudah habis ceritanya. Dan kalau sampai akhir ceritanya mengecewakan, harap baca kategori tag yang ada di keterangan cerita ini.
Makasih buat kalian yang sudah membaca.
Happy Reading all ~ :)
★***************************************★
Setelah sekian lama kami berdiam selama perjalanan ke rumah, mengistirahatkan sejenak tubuh gue hingga rasa sakit mereda, akhirnya gue bisa mengeluarkan emosi yang dari tadi gue tahan.
"Apa lo senang sudah membuat gue seperti ini? Diikuti kemanapun gue pergi! Diperlakukan seperti pembantu dirumah ini bukan sebagai istri!"
"Istri? Apa kamu sekarang mendalami peranmu sebagai istri? Kamu lupa alasan kita menikah?" balas Dareen dengan auranya yang dingin seakan menusuk kulit gue.
"Kenapa engga? Seenggaknya disini gue setia ga kayak lo yang jalan bersama wanita selingkuhan lo!"
"Dan sepertinya lo lupa alasan kenapa kita menikah" sindir gue membalikkan kata-katanya.
"Aku tidak pernah lupa. Jika aku pergi dengan siapapun bukannya kamu juga melakukannya"
"Apa itu aksi pembalasanmu atas perbuatanku? Apa karena kamu cemburu?" lanjutnya dengan nada sinis.
Dia tau. Ga! Gue ga mau egonya semakin tinggi! "Gue ga cemburu!" bohong gue dengan membentaknya.
"Kalau kamu tidak cemburu kenapa kamu datang ke kantor Rafael dan mengancam Adre?!"
"Karena gue benci Adre. Gue benci dengan kalian semua!" ga sepenuhnya benar. Gue ga bisa membenci Dareen.
"Kamu pikir aku tidak membencimu?" tubuh gue serasa disiram air dingin mendengar ucapannya.
Ya, gue sangat tau dia membenci gue. Tetapi rasanya sangat sakit mendengar dari mulutnya. Membuat gue hilang akal sehat.
"Gue tau! Tanpa lo bilangpun gue tau! Ya, gue bunuh nyokap lo! Kalau lo mau penjarain gue sekarang gue siap. Atau lo mau menyiksa gue, membunuh gue, sini lakuin sekarang!"
"Apa dramamu sudah selesai?" Tanyanya dengan nada sinis.
Drama? Dia pikir gue sedang memainkan drama?! "Gue serius!"
"Serius? Baik" ia mengangkat dagu gue mendongkak ke wajahnya.
"Jangan pernah sekalipun kamu mengancam Adre. Menyentuhnya sedikit pun, akan kupatahkan jarimu!" ancamnya dengan aura mematikan.
"Semakin lo melarang, semakin gue ingin melakukannya" gue sudah gila. Ya, gue gila akan api cemburu. Gue ga peduli jika ia menarik rambut gue seperti biasanya. Atau mencekik hingga membunuh gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From A to D
Roman d'amour"Kesalahan yang gue perbuat kali ini ga bisa dimaafkan semua orang termasuk papa mama yang sangat menyayangi gue. Bahkan papa memaksa gue menikah dengan pria yang paling gue takuti. pria yang akan membalaskan dendamnya dengan gue. Yang gue inginkan...