Entah sudah berapa lama gue berdiri di pinggir jalan ga jauh dari rumah sakit. Begitu dokter Felisa memberitahukan kalau gue sudah pulang tadi pagi, gue langsung keluar meski dari tadi tubuh gue merasakan sakit dan nyeri dibagian perut bawah.
Bahkan gue pergi tanpa memberitahu Raka. Gue ga mau merepotkan dia lagi. Sudah cukup banyak ia membantu gue. Menenangkan gue saat gue menangis.
Dan sekarang gue sedikit menyesal. Hanya sedikit. Seharusnya gue minta bantuan Raka menghubungi taksi. Banyak mobil pribadi melintas di depan gue. Ga ada satupun taxi yang lewat kecuali angkutan umum yang ga berani gue stop. Gue ga hapal dengan jurusan angkutan umum menuju rumah Dareen.
Dareen.. Mengingatnya aja sudah bikin gue ketakutan. Takut akan apa yang akan ia lakuin ke gue. Yang pasti kali ini ia akan menyiksa gue lebih dari kemaren.
Harusnya gue kabur begitu ada kesempatan. Terutama dengannya yang ga pernah datang ke rumah sakit sejak ia tau kalau gue mengangkat darah daging kami. Tetapi gue ga bisa melakukannya.
Gue sadar memang ini semua kesalahan gue. Gue membunuh anak yang gue kandung. Bahkan jika gue kabur, kemanapun gue bersembunyi, ia pasti akan menemukan gue. Jadi apapun yang nanti Dareen lakuin, gue sudah pasrah menerimanya karena gue memang pembunuh!
Pembunuh! Kata itu selalu berteriak di kepala gue. Rasanya menyakitkan. Harusnya gue tetap membiarkan anak gue berada di dalam gue. Harusnya gue yang mati bukan dia yang bahkan tidak merasakan lahir didunia.
Kenapa Tuhan begitu kejam? Kenapa anak gue ga berada di rahim gue? Kenapa anak gue yang diambil? Apa ini semua untuk menghukum gue? Gue yang salah bukan anak gue yang bahkan baru terbentuk!
Apa memang lebih baik gue mati? Untuk apa gue hidup kalau hanya buat orang lain menderita terutama Dareen, pria yang gue cintai. Untuk apa gue hidup dengan semua masalah yang ga pernah berhenti datang ke kehidupan gue. Yang gue bisa lakuin hanya membuat semua kecewa dan marah.
Kaki gue perlahan maju ke arah jalan raya. Akan terus jalan jika ga ada mobil berhenti di depan gue, menghentikan niat gue. Mobil dengan brand mahal. Apa ini mobil anak kecil?
"Adela" panggil orang yang duduk di kursi penumpang dibelakang membuka kaca jendelanya. "Ayo masuk"
Bos Dareen? Si mafia itu! Lebih baik gue pura-pura ga kenal. Tepat saat gue membalikan badan, pintu penumpang bagian depan terbuka menghalangi jalan gue. Bodyguard bos mafia keluar dari mobil seakan ingin menahan gue.
"Silahkan masuk" ia membuka pintu mobil bagian belakang dengan aura memaksa gue agar masuk ke dalam.
Ini terpaksa. Lagipula mereka ga mungkin jahatin gue. Anggap aja ini keberuntungan bisa antar gue pulang ke rumah dan menghentikan niat bodoh gue. Kalau terjadi hal yang engga-engga pun, gue akan teriak kencang-kencang sepanjang jalan. Kalau perlu sampai gendang telinga mereka pecah!
Pintu mobil ditutup begitu gue duduk di samping bos mafia dan bergabung dengan padatnya jalan raya. Rasanya canggung duduk dengan bos Dareen. Belum lagi kesal karena ia menjerumuskan Dareen ke dunia gelap. Menjadikannya gigolo!
"Kenapa kamu sendiri? Kemana Dareen?" tanya bos mafia memulai pembicaraan.
Kenapa dia tanya ke gue? Harusnya dia tau kemana Dareen. Kan dia bosnya. "Kerja" jawab gue dengan singkat tanpa menoleh kearahnya.
"Sudah lama om ingin bicara banyak dengan kamu" kenapa dia pengen bicara sama gue? Apa dia pengen nawarin pekerjaan aneh buat gue?
"Kamu sangat mirip dengan ibu kamu" lanjutnya membuat gue terdiam.
"Om kenal nyonya.... Em.. ibuku?" tanya gue menoleh ke arahnya. Hampir aja gue menyebut nyonya Risa dihadapannya.
"Iya. Om, om kamu dari pernikahan dengan kakak ibu kamu" jawabnya sambil tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From A to D
Romansa"Kesalahan yang gue perbuat kali ini ga bisa dimaafkan semua orang termasuk papa mama yang sangat menyayangi gue. Bahkan papa memaksa gue menikah dengan pria yang paling gue takuti. pria yang akan membalaskan dendamnya dengan gue. Yang gue inginkan...