part six

16.2K 827 20
                                    

-Sebelumnya aku mau bilang dulu. Gaya bahasa di part ini aku rubah ya. Maksudnya lebih baku gitu. Gak pake loe-gue mungkin kamu atau aku-kau. Part sebelumnya baru aku edit nanti nanti hehe-

***********************

Mulai hari ini mobil itu bukan milik Senandung Nadare lagi. Mobil itu telah dijual, mungkin jumlah uangnya tidak dapat membantu usaha papa sepenuhnya. Tetapi lumayan lah. Hanya ini yang bisa wanita itu beri. Setelah ini mungkin rumahnya akan ia jual, jika dihitung rumah dan mobilnya hanya seperempat. Tapi setidaknya Sena sudah berusaha.

"Ma, habis ini uangnya Sena kirim ya. Mungkin cuma seperempat." Ucap Sena dengan wanita yang telah melahirkannya diseberang sana.

"Terus kamu naik apa nanti, nak?".
"Kan banyak angkutan umum, ma. Udah mama gak usah pikirin aku. Aku udah besar ma. Aku juga kan masih ngajar di TK jadi tiap bulannya masih dapet gaji, nanti aku tabung lagi untuk beli mobil. Mama tenang ya." Ucap Sena menenangkan.

- Sena pov -

"Makasih ya, nak." Suara mama terdengar bergetar. Aku tau ia menangis.

"Mama, udah ah jangan sedih gitu. Mama pake uangnya ya. Habis ini Sena juga mau pindah ke rumah yang lebih kecil. Jadi kan uangnya bisa buat mama." Ucapku.

"Jangan sayang, itu kan mama kasih buat kamu."

"Mama, setelah usaha papa berdiri lagi nanti Sena beli rumah lagi ya. Mama sama papa gak usah pikirin Sena. Sena akan jaga diri baik baik." Aku menghapus air mataku yang jatuh walaupun hanya setetes.

"Makasih ya sayang. Kamu jaga diri baik baik ya."

Kemudian telpon itu terputus.

Aku mengirim uang penjualan mobilku tadi ke rekening mama. Aku menghela nafasku. Setelah ini aku akan mencari rumah yang lebih kecil dulu untuk nantinya aku tinggali. Untuk kehidupan sehari-hari aku menggunakan uang tabunganku dulu.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

- Arsen pov -

"Ikuti dia terus, jaga dia dan laporkan apa saja yang dia lakukan." Ucapku kepada lelaki diseberang sana.

Telpon terputus.

Senyum mengembang diwajahku. Aku tidak akan berhenti membuatnya menderita sebelum dia datang kepadaku. Menerima tawaranku, sambil mengemis.

- author pov -

Senandung Nadare, ntah sebuah kesalahan atau memang sudah takdir. Cintamu menuntunmu kepada seseorang yang mungkin salah.

Arsen Levi Herlambang, siapa yang menyangka setan dalam dirimu akan bangkit sepenuhnya karena kejadian malam itu. Kejadian bersama wanita yang mencintaimu.

Kupikir setan dalam dirimu akan bertahan. Bahkan ketika Sari menikah kau diam. Padahal kau tau begitu besar cintamu pada wanita itu.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

Wanita itu mengusap peluh yang bercucuran dipelipisnya.
Dia berhenti di salah satu rumah kecil yang mungkin hanya sebesar setengah rumahnya yang dulu. Padahal rumahnya yang dulu juga berukuran cukupan.

Wanita itu, Sena.
Sena mengetuk pintu rumah tersebut.

* tok tok *

Baru dua kali dia mengetuk, ada seseorang yang membuka pintu dari dalam.

"Iya ada yang bisa saya bantu?." Tanya seorang ibu yang mungkin sudah berumur hampir seperti mamanya.

"Ibu yang mau mengontrakan rumah?." Tanyaku hati-hati.
Ibu itu tersenyum kepadaku dan mengangguk.

"Rumah ini yang mau saya kontrakan, mbak." Ibu itu melihat Sena dari bawah hingga atas. Ekspresinya sulit diartikan.

- Sena pov -

"Saya Sena, bu." Ucap Sena sambil tersenyum.

"Mari masuk dulu." Ucap ibu itu mempersilahkan aku masuk.

Aku berjalan masuk mengikuti ibu itu.

Rumahnya memang kecil. Tapi bukankah itu yang aku cari?
Rumah yang lebih kecil dari rumahku.

Aku tidak mungkin menempati rumah dan menaiki mobil enak, sedangkan kedua orang tuaku sedang jungkir balik disana.

"Ya, beginilah mbak Sena rumahnya. Tidak besar." Ucap ibu itu membuyarkan lamunanku.

Aku menatap sebuah kamar yang memang hanya ada satu. Kamarnya kecil, tapi cukup bersih. Rumah ini kecil dan sederhana tetapi bersih.

Aku mengangguk.

Kemudian aku mengikuti ibu itu hingga tiba disebuah kamar mandi yang juga kecil tapi bersih. Sepertinya ibu ini memang orang yang menjaga kebersihan.

Kemudian kami kembali ke ruang tamu yang hanya berisi 3 sofa dan meja.

Aku dipersilahkan duduk.

"Oh iya, saya belum menyebutkan nama saya ya. Nama saya Trisna. Jadi mbak, panggil saya bu Trisna." Ucap ibu Trisna.

"Ibu Trisna kenapa di kontrakan rumahnya?." Tanyaku penasaran dan sepertinya Ibu Trisna hanya tinggal seorang diri.

"Ibu sendirian, mbak. Saya juga mau pulang kampung. Saya menjual dan mengontrakan. Yang penting rumah ini ada yang menggunakan." Ucap ibu Trisna padaku.

"Kalo dijual, ibu mau jual rumah ini berapa?." Tanyaku.
"Mungkin sekitar 95 juta mbak. Saya gak berani mahal mahal, lagian rumah ini kan juga kecil dan sederhana. Kalo di kontrakan sekitar 5juta" Ucap ibu Trisna.

Aku mengangguk.

"Ibu, jujur saja saya sedang mengalami musibah ekonomi." Ucapku pada Ibu Trisna.

Ibu Trisna mengangguk. "Lalu bagaimana dengan rumah ini? Nak Sena mau?.'' Aku mengangguk lagi.

Dari sekian rumah yang aku cari hanya rumah ini yang paling membuat aku nyaman.

"Mau kontrak atau beli?." Tanya ibu Trisna padaku.

"Saya mau menimang dulu ya,bu. Seminggu lagi saya datang kesini." Ucapku kepada Ibu Trisna.

"Yaudah, saya tunggu ya." Aku segera berpamitan dan segera pulang.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

- Arsen pov -

"Bikin dia kehabisan uang. Saya tidak mau tau bagaimana caranya. Dia harus benar benar berada di masa sulit. Jika perlu buat dia dipecat dari TK itu." Ucapku dengan tegas.

Itu memang yang aku inginkan. Sena tidak memiliki apa apa, kemudian dia mengemis kepadaku.

Aku memang tau bahwa Sena mencintaiku bukan karena uangku. Melainkan karena dia tulus. Sebesar apapun bibir manisnya mengelak, tetap saja mata birunya itu menjawab "iya".

"Baik, sir." Ucap Niko, seorang kepercayaanku.

Kalian pasti bertanya tanya, siapa yang membakar usaha papa Sena. Tentu saja itu aku, aku yang membakarnya. Melalui Niko dan anak buahnya.
Aku tau dengan begitu, Sena akan datang ke dan mengemis kepadaku.

- to be continue -

Addict YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang