2. Sarapan Penuh Harapan (Kibouteki no Sarapan)

642 61 4
                                    

Hari ini cukup ajaib memang aku bangun jauh lebih pagi. Mungkin karena suara metal dari dalam perut. Aku turun kebawah tepatnya kedapur, kugunakan keahlianku memasak nasi goreng. Baru masukin bumbu-bumbu ternyata udah bikin seseorang menghampiriku. Ya, Shani menghampiriku. Halah biarin mau sok cool dulu deh.

"Hmm wangi banget masak apa, Ul." Tanyanya mendekat. Ralat mungkin lebih kayak peluk dari belakang tapi cuma nemplok. Huaaa peluk dong.
"Nasi goreng, Shan. Kok udah bangun?" Shani berjalan kearah kulkas mengambil softdrink yang di sediakan. Lalu menulis di buku tagihan.
"Iya jam 8 udah harus sampek bank, Ul. Kamu tumben banget udah bangun haha. Biasanya harus nabrak-nabrak gara-gara takut telat." Selidiknya lalu menyenderkan badannya ke sebelah station, berlawan arah supaya kita berhadapan.
"Hahaha lagi dapat mandat nih. Kamu sarapan bareng mau? Ini aku lebihin jadi 3 porsi kok." Mataku terus terarah ke penggorengan yang sedang aku aduk-aduk. Tapi, ujung mataku dapat melihat sedikit pergerakan bidadari sebelahku ini.
"Hmm, iya enak nih baunya jadi kelaparan. Itu kan 3 gimana kalo aku ajak Ciyo?" Ah, males deh. Kebiasaan gak peka deh. Hayati lelah, dek.
"Kalo kamu mau makan sama Ciyo, makan aja berdua. Aku bekel aja." Jawabku mungkin sedikit cuek. Dia terlihat bingung dengan jawabanku. Tak kuperdulikan. Ini sih judulnya seperti *Aku sayang Kamu, Tapi kamu sayang dia*.
"Eh, enggak-enggak. Yaudah ayo cepetan angkat dong. Udah lapernih." Dia merengek sok lucu, menarik-narik lengan bajuku. Yawla, kondisikan bibirnya dong, manyun-manyun gitu pengen cium rasanya. *plak*
"Iya, udah kamu tunggu situ dulu. Mas Maul mau cari nafkah dulu." Kuangkat penggorengan, kuletakkan di tatakan wajan. Agar keramik station tidak kotor. Ku ambil 3 piring. Dan ku bagi rata. Ku letakkan porsi untuk Ciyo di station, 2 lagi ku taruh di meja makan yang sedang di huni Shani.

Kita mulai makan apa yang ada di depan kita tanpa berbicara. Mungkin kalian bingung kenapa harus ada aku-kamu antara kita. Shani lahir dan besar di Jogja. Dia jarang menggunakan kata lo-gue. Jadinya dari awal kita kenal tepatnya 6bulan yang lalu pas aku baru pindah kesini untuk kuliah, kita berinteraksi dengan aku-kamu. Kalo Shani dari Jogja, aku rantauan dari Bandung. Aku kuliah disini karena emang disuruh Abah. Tapi, pas nyampek sini ternyata hidup di Ibukota not bad. Banyak pelajaran hidup yang harus di pahami dari masalah Ibukota ini. Seperti kemacetan yang tidak teratasi dari tahun ke tahun. Kita seperti diajarkan untuk disiplin bangun lebih pagi.

"Mau berangkat bareng gak?" Pertanyaan macam apa ini. Lebih tepatnya salah membuka topik untuk memeca keheningan.
"Kamu kuliah jam berapa emang hari ini? Kamu muter dong nanti?" Ujarnya sambil menengguk gelas air putih di sampingnya.
"Aku baru ada kelas jam 9 kok. Lagian muternya dikit ini, Buuuu. Selaw aja lah sama Mas Maul." Sisir poni. Ceilah haha.
"Wkwkwk iya. Yaudah aku mau mandi siap-siap. Gih kamu juga. Hushushus" Candanya seraya berdiri meninggalkan aku di meja makan yang sedang ilfeel karena ketawanya, lalu jatuh hati sama senyumannya. Subhanallah.

~~~

10 menit aku kira waktu yang cukup untuk membersihkan peluh dan bersiap-siap. Ku ambil tas ranselku dan memasukkan keperluan hari ini. Ku ambil sepatu kesayanganku dengan tenang dan memakainya. Lalu menyemprotkan sedikit parfum kesukaanku. Cukup manly. Lalu, Aku turun kebawah kulihat Ciyo sedang ngobrol sama Shani. Yang mungkin menungguku keluar.

"Weh, gercep amat, Bang." Celetuk Ciyo yang langsung merangkulku. Ah basi, Yo.
"Paan dah lu. Mandi sono, bau apek lu. Shani bareng gue hari ini. Gue yang jemput. Lo tidur manis gih." Jawabku sedikit asik. Bukan bau persaingan biar Shani gak curiga. Haha
"Iya-iya, Bang. Takut amat dah. Gue hari ini cuti mau refreshing sama temen SMK dulu."
"Serah lo dah penting Shani bareng gue. Haha. Yuk, Shan." Jawabku songong diambang pintu.
"Songong lu."
"Ciyo duluan ya. Nasinya dimakan di belakang."
"Iya bidadariku." Dasar bocah. Bisa aja gombalin cewe.

Aku dan Shani berjalan beriringan ke garasi kost an. Kuambil matic-ku dan mengambil 2 helm yang ada di disana, dan memakaikannya ke kepala Shani. Aku mengendarai matic-ku dengan perlahan tapi pasti. Masih jauh dari kata telat makanya kita larut sama obrolan santai. Berbagi tawa di atas kendaraan, dan menjadi pusat perhatian pengendara yang lain saat di lampu merah. Hmm, pagi yang indah (bagiku) ini harus berakhir di depan Bank ternama di Indonesia. Tempat Shani bekerja.

My Shine..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang