MAUL POV
Aku terbangun dengan nyeri di bagan pipi kananku. Masih teringat sangat seseorang yang sudah ku anggap kakak sendiri menghajarku hanya karena Melody. Si miniatur hatiku yang sudah retak. Ku raih handphoneku dan mulai melihat notifikasi yang masuk, notifikasi yang tak ku tengok sepulang dari rumah Melody.
[LINE]
Frieskafries: Ul, lo harus kelarin berdua. Jangan pergi gitu aja lah lo. Lo laki kan? Sesalah-salahnya Mbak Mel, lo harus dengerin penjelasan yang mungkin tetep gak bikin da bener. Tapi, orang ngelakuin sesuatu itu bukan gak mungkin kan kalo ada alasannya. (Read)
Frieskafries: Dia emang udah tua. Tapi, gue harap kali ini lo bisa posisiin diri lo lebih dewasa dari dia. Thanks Ul. Istirahat lo. Tenangin diri lo. Nite! (Read)
Aku hanya menghela nafasnya kasar... lalu membuka chat yang lain.
ShaNatio: Mas, seenggaknya kamu yang salah di awal. Kamu, Mbak Mel sama Bang Ghai sama-sama salah, tapi juga sama-sama punya alasan buat bener. Kalopun salah satu dari beberapa kesalahannya itu aku. aku minta maaf. (Read)
Mdyo: Ada yang harus kita selesaiin. Maaf kalo semalem aku kayak anak kecil. Apa yang di mulai baik, kalo emang harus berakhir aku mau berakhir dengan baik. Nanti aku jemput atau ketemuan? (Read)
Aku merasa sedikit lega ternyata Melody langsung membaca pesan yang baru saja dia kirim. Cukup lama aku menunggu akhirnya Melody membalas pesanku.
MelodyNL: Kita ketemuan aja di tempat nasi goreng sebelah pom bensin dulu. Kalo kamu masih inget. Jam 8 malem.
Aku sedikit terenyuh, hal sekecil itu saja dia masih mengingatnya. Kalo kalian ingat itu adalah tempat aku menembak Melody dengan perasaan yang di paksakan. Hanya karena Shani. Tapi, semua salah. Perasaan ini ngalir gitu aja. Gak ada lagi kata pemaksaan di dalamnya. Mungkin chat line Shani benar. Aku, Melody dan Bang Ghai emang sama-sama salah. Tapi, sama-sama punya alasan buat benar. Lagi-lagi ingatan tentang malam kemarin teringat di otakku. Sesak yang mendesak di ulu hatiku membuat aku kembali menghela nafas kasar.
Aku turun kedapur untuk membuat kopi untukku dan untuk si kopel mesra. Di dapur sepi dan hening mungkin diantara mereka sudah ada yang pergi atau malah hanya aku yang masih ada di kost an. Ini hari kedua ku menggunakan cuti yang ku ambil kemaren. Di sana ada Bang Ghai yang baru saja keluar dari kamar mandi bersama, kamar mandi yang kita gunakan kalo kamar mandi dalam kamar sedang mampet. Aku menyapanya dengan senyum dan anggukan. Dia pun membalasnya sama. Aku langsung menuju meja dapur untuk menyiapkan kopiku. Dan dia berjalan kearah kulkas mengambil softdrink lalu menulisnya di memo penjualan yang ada di dinding.
"Gue tau lo emang laki yang nepatin omongan lo semalem. Gue abang lo, Ul. Sorry kalo kemaren gue bener-bener gak punya hati khianatin lo." Ujar Bang Ghai tiba-tiba membuat sendokan kopi yang sedang ku aduk berhenti. Aku hanya tersenyum memunggunginya.
"Gue rasa disini emang gak ada yang salah dan gak ada yang bener juga, Bang. Gue gak bisa salahin lo, karena perasaan emang gak bisa di salahin. Dan sebaliknya lo juga gak bisa salahin gue karena iya gue dulu jahat, gue jadian sama Melody gara-gara gue tau kenyataannya Shani udah suka orang lain. Dan gue yakin Melody udah tau ini sebelum dia tau dari gue." Jawabku santai.
"Sorry Ul, waktu itu gue keceplosan. Tapi, beneran pas gue keceplosan gue gak niatin kok. Semuanya nyeplos gitu aja."
"Yaelah santai kali bang, yang namanya keceplosan ya jelas gak di niatin lah. Udah cari bahasan lain. Lo mau gue bikinin kopi? Biar sekalian sama ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Shine..
FanfictionSeorang pemuda yang tampan sedang dihantui sebuah rasa ingin memiliki atau mengikhlaskannya sahaja.