Chapter 14 - Ulang Tahun?

174 27 1
                                    

Natasha Reira Willona

"Nata!"

Gue nengok kearah orang yang manggil gue. Dan disana, di depan kedai, berdiri Verrel, Raka, sama Biyu. Dan kayaknya, yang manggil gue tadi si Raka.

Mereka bertiga nyamperin meja gue sama Rafka. Muka Rafka sih pertamanya tenang-tenang aja. Tapi lama-lama jadi nggak suka gitu. Nggak tau deh kenapa.

"Hai kalian. Bertiga aja?" Tanya gue santai.

"Iya. Daniel ada urusan keluarga," jawab Biyu.

"Oh. Tapi gue nggak nanyain dia tuh. Hehe," bisa juga gue ngeselin gini.

"Kita minta maaf ya, Nat. Masalah Nubas day waktu itu," kata Raka. Verrel pertamanya nggak suka gitu. Tapi sama Raka Biyu, dia dipelototin. Jadi diem deh.

"Hm, gue pikirin dulu ya,"

"Kalian udah selesai kan? Bisa tolong pergi dari meja kami? Atau harus kami yang pergi?" Kata Rafka yang bikin gue keselek pas nelen es krim. Masalahnya, pas ngomong gitu mukanya datar. Tapi nadanya dingin banget.

"Oh ya. Kami akan pergi," kata Verrel sinis. Dia udah nggak betah kayaknya berhadapan sama gue. Ya, walau gue tau alesannya apa.

Setelah mereka pergi, Rafka natap gue serius. Bikin gue bingung sendiri. Kenapa coba nih orang?

"Nat?"

"Kenapa?"

"Boleh enggak gue slalu ada di sisi lo?" Lah?

"Maksud lo?"

"Gue pengen selalu deket sama lo. Gue pengen slalu ngejagain lo. Gue pengen slalu jadi tempat cerita sama sandaran lo. Gue pengen slalu ada di sisi lo, Nat,"

"Kenapa lo mau? Apa lo mau nyakitin gue juga?" Tanya gue sinis. Siapa tau dia taruhan juga ya. Nanti kan gue yang sakit lagi.

"Gue nggak pengen nyakitin lo sama sekali. Karna itu, gue pengen selalu ngejagain lo,"

"Kenapa gue harus percaya?"

"Karna gue tau, sedikit demi sedikit hati lo mulai terbuka buat gue." Anjir.

***

Gue masuk rumah tanpa ketok tanpa salam. Ya, nggak ada orang ini kan? Bi Ijah paling lagi tidur. Pak Ujang ngobrol sama satpam. Ya berarti nggak salah-salah amat dong ya?

Tapi pemikiran 'nggak ada orang ini kan' gue salah karna ada sebuah suara di depan gue yang bikin gue senyum-senyum polos.

"Bagus ya, nggak ngetok, nggak salam, malah langsung masuk. Untung Mama nggak bawa sapu. Kalo bawa, udah Mama lempar kearah kamu soalnya kirain Mama kamu maling," kata Mama sambil melotot ke gue.

"Eh, Mama. Udah pulang, Ma? Papa mana?" Tanya gue ngalihin perhatian.

"Udah pulang, udah pulang. Kamu ini, sukanya ngalihin mulu,"

"Hehe. Maaf, Ma,"

"Yaudah sana ganti baju, makan. Kita mau pergi ke acara penting,"

"Oke, Ma."

Gue lansung ke atas. Mandi, bersih-bersih, terus ganti baju pake sweatshirt pink sama jeans biru. Mama nggak ngomong kan kalo harus pake baju bagus? Gini-gini juga udah bagus kok.

Abis ganti baju gue turun ke bawah. Ke meja makan yang udah tersaji makanan enak buatan Mama. Iya, jadi kalo Mama pulang, Bi Ijah nggak boleh masak. Harus Mama yang masak katanya. Gue sih untung-untung aja, toh masakan Mama sama Bi Ijah sama-sama enak.

The Melody In You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang