Empat

26.8K 1.2K 5
                                    

Matahari sudah tinggi, jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit.

Namun Aleah masih setia menetap di alam mimpinya.

Jendela yang terbuka sedari tadi yang mengakibatkan sinar matahari masuk secara langsung masih belum bisa membangunkan wanita tersebut.

****************************

"Bibi! Bibi Roe!" Teriakku terus memanggil bibi Roe.

Aku berlari dan terus mencari-cari keberadaan bibi Roe.

"Ada apa non Aleah? Apa terjadi sesuatu?" Tanya bibi Roe yang tiba-tiba menghampiriku dari dapur.

"Bibi, dimana William? Apa dia sudah berangkat? Aku bangun kesiangan, jadi tidak mengurusnya pagi ini. Apa dia marah? Dia pasti marah sekali kan, bi?"

Aku terus melontarkan pertanyaan karena khawatir.

"Tenanglah non. Tuan William sudah berangkat, dan ia kelihatan biasa-biasa saja kok." Ujar bibi Roe sembari tersenyum.

"Benarkah? Aku tidak yakin, bi. Nanti pasti dia memarahiku habis-habisan serta menghukumku."

"Non Aleah juga ada apa sampai bangun sesiang ini? Tak seperti biasanya. Oh ya tadi bibi juga menanyakan kemana non Aleah pada tuan William. Dan tuan muda menjawab, "Dia lelah karena lembur." , begitu katanya."
Ucap Bibi Roe menjelaskan.

Langsung saja pipiku merona merah, mengingat apa yang kulakukan bersama William tadi malam.

"Mungkin aku kelelahan saja, bi. Sudah ya, aku mau mandi dulu." Aku segera berlari meninggalkan bibi Roe dan masuk ke dalam kamar.

"William ada-ada saja. Lembur katanya? Dia benar-benar gila! Aku bahkan sampai bangun kesiangan akibat ulahnya." Gumamku kesal mendengar pengakuan William dari bibi Roe sembari masih terus menutupi wajahku yang merona hebat.

Setelah itu, aku langsung menuju ke kamar mandi mengingat keadaanku yang berantakan untuk memulai mandiku.

------------------------------------------------

"Ini berkas yang perlu ditandatangani tuan." Ucap sekretarisku, Diana, yang masuk ke dalam ruanganku.

"Letakkan disitu." Ucapku pelan tanpa mengalihkan pandanganku dari laptop sembari menunjuk meja kerjaku.
Setelah menaruhnya, ia pun segera beranjak keluar meninggalkan ruanganku.

Kutatap berkas-berkas yang setiap hari selalu datang dan harus ditandatangani.

Cukup membosankan.

Tapi hanya itulah pekerjaanku sebagai CEO pewaris perusahaan Austin Corp yang sangat terkenal. Perusahaan yang sudah Ayah bangun hingga menciptakan cabangnya dimana-mana membuatku bangga menjadi putra dari Jonathan Jacob Austin. Kakakku, Alex Austin, juga sedang meneruskan perusahaan Ayah yang berada di Paris sekarang.

Pandanganku kini beralih ke foto keluarga kami. Dimana menampilkan Ayah, Ibu, Kakak, serta Aku yang waktu itu berusia sekitar 10 tahunan.

Di foto itu, Aku,Ayah, serta kakak mengenakan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu di leher kami.

Sedangkan ibu mengenakan longdress berwarna hitam. Semuanya tersenyum bahagia.

EL MÍO ✔️ SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang