Bagian Enam

149 40 13
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi dan langsung disambut dengan teriakan riuh dari mereka. Tentu saja karena bel ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh mereka. Aku dan Callista masih berada di kelas karena kami ingin mengerjakan beberapa soal SBMPTN. Mengingat keberhasilan SNMPTN adalah faktor keberuntungan, aku dan Callista lebih memilih tidak memikirkannya dan menganggapnya sebagai bonus.

"Eeeeeh, kalian! Piket dulu! Enak aja langsung pulang!" seru Fanny mengingatkan Seno, Clara, Gading, dan Fathur untuk melakukan kewajibannya hari ini.

"Kayak Dodit, dong, piketnya rajin tanpa disuruh."

Fanny memang terkenal dengan sifatnya yang sangat cerewet. Mengingatkan kami untuk piket, membuang sampah di tempat yang seharusnya, menghapus papan tulis jika sudah berganti jam pelajaran, bahkan sampai berbicara dengan bahasa yang sopan. Dan Fathur sama sekali tidak peduli dengan setiap ocehannya. Fanny yang malang.

"Fathur! Jangan pulang dulu! Jadi cowok itu jangan males nyapu, dong!"

"Kalo gitu, lo aja yang gantiin gue."

"Iiiih! Jadi cowok kok nyebelin banget! Emang cuma cewek doang yang harus bisa nyapu, ngepel, nyuci, dan lain-lainnya?"

Kekesalan Fanny ternyata belum berakhir saat Clara juga mulai menolak untuk menjalankan tugas piketnya.

"Duh, Fan! Ntar kalo tangan gue jadi kasar gimana? Secara, kemaren gue itu habis menicure, pedicure, terus luluran. Sayang 'kan, kalau dirusakkin," ucapnya seraya memperlihatkan jari-jarinya ke arah Fanny.

"Apaan, sih, Ra! Lebai banget. Udah sana piket!"

"Nggak, gue nggak mau. Mau balik. Mau creambath, bye!"

"Claraaaaaa! Gue laporin Bu Janet, lho, ya!" ancamnya dan Clara sama sekali tidak menghiraukannya.

Fanny selalu mengatakan kalimat andalannya, 'Gue laporin Bu Janet, lho, ya!' untuk mengancam kami yang tidak mematuhi aturan sekolah ataupun kelas. Ya salah satunya piket. Banyak yang langsung luluh dengan kalimatnya dan juga tidak sedikit yang mengacuhkannya. Lagi-lagi aku katakan, Fanny yang malang.

Ah, iya. Menyinggung nama Bu Janet, beliau adalah wali kelas kami. Menjabat sebagai guru akuntansi kelas XII dan terkenal dengan sifatnya yang sangat tegas bahkan lebih tegas dari Pak Jono. Maka jangan heran, jika kelas kami mendapat julukan 'kelas terkutuk'. Harus kuakui, Bu Janet memang guru yang ketus. Bahkan saat berbicara dengannya secara face to face pun, beliau tetap ketus. Yah, namanya sekolah. Karakter murid-murid ataupun guru-guru bahkan staf-staf disini pasti berbagai macam. Iya, kan?

Seno dan Gading pun dengan malas mengerjakan tugasnya. Mengangkat bangku, menyapu, menghapus papan tulis, dan membuang sampah. Terkecuali Dodit yang merasa biasa saja saat harus melaksanakan tugas piketnya.

Fanny sedang berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan pintu. Ya, dia sedang mengawasi mereka.

"Nyapunya yang bersih, Seno!"

Kali ini, harus kukatakan dia persis seperti ibu-ibu kosan.

"Sen, lo lanjutin hapus papan tulis aja, abis itu bantuin Gading buangin sampah. Gue yang lanjutin nyapu," tawar Dodit.

Dodit. Bukan, itu bukan nama aslinya. Nama aslinya adalah Fajar Thoriq Pangestu. Coba tebak, darimana nama Dodit berasal? Jawabannya ada pada Clara. Waktu awal semester 1 kelas XII, dimana kami semua masih sangat kaku dalam hal bergaul. Namun, tidak dengan Clara. Kalau hanya membuka pembicaraan, menyapa orang, itu adalah hal termudah baginya. Dan pada saat istirahat, dia menyeletuk,

"Eh, Dodit!" tentu saja tidak ada yang menyahut. Clara hanya mendapatkan tatapan bingung dari mereka bahkan mereka sampai menahan tawa.

"Eh, aduh itu siapa sih namanya, ya ampun!"

Back to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang