Bagian Sembilan

118 25 13
                                    

Akhirnya gue bisa melalui tiga hari yang cukup membuat gue malas dan mual. Mual karena harus disuguhi dengan soal-soal Try Out. Walaupun gue mengerjakannya dengan lancar tapi tetap, gue merasa sangat amat malas. Gue butuh hiburan. Dan, seperti yang sudah dijanjikan oleh gue dan teman-teman gue bahwa kami akan bermain futsal di Lapangan Adijaya. Lapangan yang selalu ramai setiap harinya. Makanya kami mem-booking lapangan itu dari jauh-jauh hari.

"Dateng beneran lo, Vic?" sindir gue pada Vico yang sedang menegak air minumnya.

"Iya, lah. Gini-gini juga gue butuh hiburan, Do."

"Baru lo doang yang dateng?"

"Tuh, Kevin, Elvan, sama Rino di belakang lo, baru aja dateng." Vico menunjuk dengan dagunya.

"Woy!" sapa gue pada mereka yang baru datang. "Tumben, nggak ngaret!"

"Duit patungan, woy! Kemarin DP pake duit gue," pinta Elvan pada gue dan yang lainnya. Dan satu lagi selain kepo, dia adalah cowok yang perhitungan. Pantas susah punya pacar.

"Nih, Van. Berdua sama Vico, ya," ucap gue menyerahkan dua lembar uang kertas sepuluh ribuan dan selembar lima ribuan.

"Lho, Do? Gue bayar sendiri aja. G—"

"Lo mau ngasih kado buat Icha, 'kan? Udah tabung aja duit lo buat dia."

"Terus, lo kapan kasih kado ke cewek, Do?" celetuk Elvan.

"Tenang, Van. Bentar lagi juga dia bakal berani kasih anak orang kado," balas Kevin yang ikut-ikut menggoda gue. Oh, ayolah Kevin. Apa lo masih nggak tahu kalau gue bukan tipikal cowok romantis seperti Vico?

"Ardo lagi ngincer anak orang, Vin?" kali ini, Rino yang mulai kepo tentang gue.

"Vin, lo apaan, sih! Udah sana lunasin duit futsalnya."

"Gila, men! Dia udah melunak sama cewek. Cewek yang disukain sama si Ardo beruntung, ya!" ucap Elvan yang sepertinya masih tertarik untuk menggoda gue.

"Lo mau tau, nggak, siapa yang diincer Ardo?" kali ini, Vico yang mulai menggoda gue. Ternyata ada satu sifat yang baru dia keluarkan. Suka menggosip.

"Vic, sejak kapan lo suka ngegosip?" tanya gue heran.

"Kali-kali, Do ...."

"Udah-udah. Nggak tega gue, kasian sahabat gue. Udah, lah. Gue mau lunasin ini dulu, ntar nggak bisa futsal lagi kita," ucap Kevin yang setelahnya meninggalkan kami.

Thanks, Kevin. Lo menyelamatkan gue.

"Eh iya, Rin. Si Toni nggak jadi main?" tanya gue yang baru sadar kalau Toni tidak ada di antara kami semua.

"Iya, dia nganterin emaknya ke kondangan. Kolot banget, ya, tuh anak," balas Rino yang mengejek Toni.

"Oh. Digantiin sama si Pandu, ya?"

"Iya. Masuk tim lawan."

"Oh."

Tiba-tiba, pikiran gue beralih pada kalimat yang dilontarkan Elvan beberapa menit yang lalu.

"Terus, lo kapan kasih kado ke cewek, Do?"

Seperti yang gue katakan tadi, kalau gue memang bukan tipikal cowok romantis seperti kebanyakkan orang. Tapi, bukan berarti gue nggak bisa memberikan kejutan pada seorang cewek, terlebih untuk orang yang gue sayang. Sayang. Iya, sayang. Tapi saat ini, gue belum merasakan perasaan itu pada siapapun. Hanya gue baru berada di tahap suka. Iya, gue suka sama Dhiona. Ardhiona Batari Danurdara. Seorang siswi kelas XII IIS 1 SMA BANGSA GARUDA.

Back to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang