Dengan berat hati, Cal menuju kasir untuk membayar makanannya dan Ina. Tentunya, dengan paksaan dan jurus jitu yang selalu Ina tampilkan untuk membujuk seseorang. Cal hanya tidak bisa jika sudah melihat Ina mengeluarkan 'jurus jitu'nya.
"Cal, sepertinya Ina lagi pengen makan es buah."
Oh tidak lagi.
"Na, itu perut apa karet?" tanya Cal sadis. Tapi, bukan Ina namanya kalau langsung marah ketika mendengar ucapan seperti itu. Ina hanya menanggapinya dengan cengiran kuda -tentunya nggak mirip kuda sama sekali, dan matanya ikut menyipit seperti garis lurus.
"Makan itu segalanya," cengiran Ina bertambah lebar. "Satu bungkus aja, Cal. Please?"
Menggeleng tegas, Calvin berjalan keluar dari warung.
Cengiran Ina perlahan memudar, kakinya melangkah mengikuti Cal. "Gue anggap ini 'kado' ulangtahun."
"Hari ini lo bilangnya kado, terus besok lo minta kado lainnya. Lama kelamaan, sorang Calvin Rafandra Putra akan bangkrut diperas sama Calvina," tandas Cal panjang lebar.
Ha! Bangkrut dari mana? Ina hanya meminta es buah, bukan mas batang. Calvin memang suka melebih-lebihkan.
"Well," Ina tersenyum miring, "gue akan bilang ke pacar pertama lo, kalau seorang Calvin punya pacar kedua, ketiga, dan ... gue aja bingung sampe berapa."
Calvin berdecak, mau tidak mau mengeluarkan dompet dan mengambil uang sepuluh ribu yang langsung disambar oleh Ina dengan senyuman lebar.
"Bang!" Ina menepuk pundak penjual es buah di samping warung. "Es buahnya satu. Buahnya harus lengkap, porsinya harus pas, susunya jangan terlalu banyak karena Ina suka mau muntah kalau susunya banyak-banyak. Satu lagi, plastiknya diiket kenceng ya, takut tumpah."
Penjual es buah itu menggeleng-gelengkan kepalanya takjub. Kalau semua pembeli seperti ini, belum sampai sebulan dia pasti sudah berhenti berjualan. Tapi untungnya, ia baru pertama kali mempunyai pembeli seperti cewek itu. Dan berhubung pembeli adalah raja, Abang penjual es buah hanya mengangguk mengiyakan. Tapi, seorang raja nggak begitu-begitu amat, sih.
"Nggak penting," gumam Cal yang masih bisa didengar Ina. Kadang Cal merasa kasihan dengan Abang penjual es buah yang mempunyai pelanggan setia yang gilanya seperti Ina. Poor Abang es buah.
"Ini, Neng," Abang es buah menyerahkan kantong plastik, "nggak bakal tumpah. Saya jamin, deh."
"Makasih ya, Bang," Ina menerima kantong plastik tersebut dengan tertawa geli. "Saya akan jadi pelanggan setia disini, janji deh," kata Ina ceria dengan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.
Abang es buah mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan Ina. Calvin bisa menebak kalau itu dilakukan dengan terpaksa dan berat hati, tetapi Ina sama sekali tidak menyadari. Ina mengganggap Abang es buah tidak keberatan. Ya, Ina yang polos.
"Kunci mobil lo mana?" Cal menatap Ina seraya menjulurkan tangan.
"Ina nggak bawa mobil," balas Ina enteng. Cal menghela nafas lelah.
"Ina jalan kaki?" Calvin percaya-percaya saja kalau Ina jalan kaki, karena Ina memang suka melakukan hal tidak terduga. Tetapi, melihat keadaan kota Jakarta yang panas walaupun sudah menjelang sore ini, Calvin meragukan itu.
"Enggak kok," Ina menggeleng, rambutnya yang terkuncir ikut bergoyang. "Ina bawa sepeda."
Tidak salah lagi. Memakai sepeda ataupun jalan kaki, sama saja. Karena dua-duanya terkena panas sinar matahari. Dan, cewek mana yang mau melakukan itu selain Calvina? Hanya ina yang tak takut sama sekali dengan panas matahari.
"Tadi gue mau nunjukin lagu baru yang ada di mobil ke Ceca, eh lagunya belum diputer, dia udah keduluan pup," lanjut Ina terdengar seperti curcol alias curhat colongan. Lalu beringsut untuk duduk di bangku belakang.
Asal kalian tahu, Ceca itu seekor kucing. Peranakan kucing persia dan kucing kampung yang katanya, Ina yang mengawinkan.
Seratus untuk kalian yang bilang kalau Ina sangat menyayangi Ceca. Pernah suatu hari Cal dan Ina akan pergi hang out seharian -karna itu hari weekend, mereka sudah menyiapkan segalanya dari tiga hari sebelum itu. Tetapi pagi sebelum pergi, Cal harus bersusah payah menyembunyikan Ceca di kamarnya, karena Ina berkeras untuk membawa kucing sialan tapi menggemaskan itu untuk ikut hang out. Dan, sekarang kenapa jadi Cal yang curcol?
Calvin menghela nafas panjang lalu menghembuskannya kasar. Dengan selalu menggumam dalam hati; nggak sampe setengah jam sampe rumah, kok.
"Ayooo, Cal semangat!" Ina berseru terlalu ceria. Berbeda hal nya dengan keadan Cal yang sudah dibanjiri keringat.
"Gue berasa ngebonceng sepuluh karung beras, berat maksimal," napas Cal tersendat-sendat, kakinua masih terus mengayuh sepeda berwarna ungu yang diberi nama Pedanyu, alias Sepeda Unyu.
Namanya juga Ina, yang terkadang tidak penting.
Bukannya marah, alih-alih Ina tertawa senang. "Itu berarti, gue bahagia."
"Enggak. Lo aneh, bukan bahagia."
"Lo yang aneh, ngomong nggak nyambung gitu," balas Ina menyubit kecil perut Cal. "Udah deh, jangan banyak omong. Fokus aja bawa sepedanya."
Cal mendengus lalu kembali mengayuh sepeda. Mulutnya terus menggerutu.
"Gue ngerasa seperti ... apa yang kita lakukan beberapa tahun yang lalu, terulang lagi," tutur Ina. Bibirnya yang kemerahan tersenyum tipis dan mata bulatnya menerawang. Mengulang kembali kenangan-kenangan beberapa tahun yang lalu. Yang selalu mereka lakukan setiap hari. Dan sekarang, untuk satu kali seminggu saja belum tentu bisa dilakukan.
Cal tersenyum miris, mengingat kenangan demi kenangan beberapa tahun yang lalu. Ina kecil, Cal kecil,
Dan sepeda kecil yang lucu. Lapangan yang berada di taman sekitar komplek, kumpulan kelereng kesayangan Cal. Semuanya masih terasa nyata di ingatannya.Kalau saja Cal adalah seorang cewek manja, cal pasti sudah menitikkan air mata ketika mengingat itu semua, tapi tidak! Cal itu cowok, mana ada cowok yang nangis hanya karena hal seperti ini. Ina aja nggak nangis, masa Cal harus nangis.
"Duh, duh ... kenapa jadi baper gini," Ina terkekeh. "Jadi laper lagi, 'kan."
Cal memelankan laju sepeda, mendecakkan lidah karena Ina sudah merusak suasana. Rasanya, Cal ingin menimpuk Ina dengan sepeda yang dibawanya.
"Suka banget ya lo ngeruskan suasana. Udah mellow juga."
Ina terbahak seraya menepuk bahu Cal berulang kali. "Kalo udah gini, lo nggak ada bedanya sama Nadia. Mantan kesayangannya Calvin."
"Najis!" Calvin menghadap belakang, matanya menatap Ina gemas. "Lagian, dia yang menganggap kalau kita pacaran, gue enggak. Harus berapa kali, sih gue bilang."
Mata Ina berkedip dengan senyuman jahil di wajahnya. Masih terus saja berusaha untuk menggida Cal dan membuatnya kesal. "Masa, sih?"
Cal mendengus sebal. "Gue cubit nih, pipi lo!"
"Cubit? Mau dong dicubit sama Abang Cal yang ganteng tapi otaknya dangkal."
Sejurus kemudian kedua tangan Cal sudah berada di pipi Ina dan mencubit pipi Ina yang menggemaskan. Tawa mereka menggema di sekitar komplek, menyatu menjadi satu.
******
A/N
Posted!
Sebenarnya chapter ini masih ada lanjutannya, tapi words nya udah sampe seribu. Dan gue berencana membuat cerita C ini dengan words yang nggak banyak karena takut ngebosenin.
Tapi, semoga nggak ngebosenin ya. Saya masih akan terus belajar dan berusaha supaya cerita ini nggak membosankan.
P.s: maaf kalau ada typo, gue nggak baca ulang.
Wasaalam.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Calvin & Calvina
Novela Juvenil"Ina memang cantik, tapi sangat disayangkan dia agak sedikit gila. Kalau kalian ingin tahu tentang kehidupan artis hollywood, tanya aja sama Ina, dia tau segalanya. Ina suka kopi, sama seperti gue." -Calvin Rafandra Putra "Ina suka senyum Cal, Ina s...