"Lo kenapa, sih, Cal?""Kenapa apanya?"
"Kok, segala pake nanya, sih!"
Dahi Cal semakin berkerut. Dikejutkan dengan kedatangan Ina di rumahnya dengan muka masam dan mengomel seperti ibu-ibu kehilangan suami. Sumpah, muka Ina udah kayak bom mau meledak gitu, membuat Calvin sedikit ngeri.
Sejujurnya, Cal merasa sedikit terganggu karena waktu santainya yang sangat berharga dihancurkan; nonton tv sambil makan brownies buatan bunda terhalang oleh seorang perempuan bernama Calvina. 'Kan, jarang-jarang Cal bisa tetap di rumah, biasanya cowok itu selalu keluyuran bersama teman-teman cowoknya.
Tapi jangan berburuk sangka dulu, bukan keluyuran seperti membuat onar, main ke club, atau hal-hal buruk lain semacamnya, tapi Cal dan teman-teman hanya berkumpul ria di rumah Beben yang adem banget, enak untuk nongkrong; halaman belakang rumah beben yang terlihat asri dan kolam renang yang airnya jernih membuat mereka betah, bahkan sering menginap berhari-hari.
Lalu dua detik kemudian Calvin menarik tangan Ina, "Na, duduk dulu, deh," dia menuntun Ina dan mencoba memaksakan senyum dari sudut-sudut bibirnya. "Sekarang tarik nafas, buang, tarik lagi, bu-"
"Lo kira gue mau lahiran?!" kata Ina sewot. Tapi cewek itu tetap menurut dan ikut duduk di sofa ruang tv.
Cal menelan ludah lantas menggaruk tengkuknya, "Ya lagian, sensi amat kayak ibu hamil."
Kalau saja cowok itu bukan sahabatnya, pasti Ina sudah melakukan hal kejam seperti jambak rambutnya lalu menghempaskan kepala cowok itu ke tembok karena sangat gemas akan sikap Cal yang sekarang ini terlihat menyebalkan. Sayangnya, Ina masih waras untuk melakukan itu semua.
"Lo tuh ya," Ina mengepalkan tangannya gemas, kemudian dijewernya telinga cowok yang duduk di sampingnya, "Nih, rasain!"
"Adududuh, sakit Mak Lampir!" Cal meringis seraya memegangi telinganya yang terasa sedikit perih, hanya sedikit, tidak banyak, kok.
"Gue heran deh, dunia ini kayak punya lo sendiri," Ina masih menggerutu, kalau saja Ina sedang memainkan sinetron, pasti di kepalanya sudah bermunculan kepulan-kepulan asap.
Menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan sabar, Cal mencoba terus menggumam dalam hati bahwa perempuan memang harus dimengerti. Cal berteman dengan Ina sudah bertahun-tahun dan sudah hafal betul akan sifatnya.
"Gue gak ngerti, Cal masih polos," katanya dengan suara pelan dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Polos pala lu!"
Cal menengadah menatap wajah Ina, bibir Ina yang kecil mengerucut dan pipinya sedikit kemerahan. Cal tau cewek itu sama sekali tidak menggunakan perona pipi, bahkan bisa dikatakan Ina tidak pernah menyentuh alat makeup sekalipun. "Kayaknya gue salah banget ya, Na?" tanya Cal kemudian.
"Elah pake nanya. Lo ada di dunia aja udah salah," tanpa diduga dan tanpa pikir panjang, kata-kata tersebut keluar secara spontan dari mulut Ina.
Cal membelalakkan matanya, "Heh, omongannya udah pinter ya, belajar dari mana?" tanya Cal yang serta-merta membuat Ina meringis kecil.
Ina menatap Cal takut-takut lantas berkata dengan ragu, Ina sendiri bingung akan perkataannya yang terlalu blak-blakan. "Dari ... Cal?"
Cal menutup mulutnya untuk meredamkan tawa yang hampir menyembur keluar. Tidak Ingin membuat Ina bertambah marah nantinya. Bisa-bisa Ina berubah menjadi singa yang garang kalau itu terjadi. Ina yang mempunyai mood seperti roller coaster dan sering jungkir balik akan menyeramkan jika sudah marah.

ŞİMDİ OKUDUĞUN
Calvin & Calvina
Ficção Adolescente"Ina memang cantik, tapi sangat disayangkan dia agak sedikit gila. Kalau kalian ingin tahu tentang kehidupan artis hollywood, tanya aja sama Ina, dia tau segalanya. Ina suka kopi, sama seperti gue." -Calvin Rafandra Putra "Ina suka senyum Cal, Ina s...