07

46 7 6
                                    

Tiga tahun kemudian.

"Eh cek gerbang depan dong, ada si Normalida ga?" Tanya Dava.

"Lo aja ah, ntar kalo ada gue yang apes dong." Jawab Faira.

Akibat menonton pertandingan bola semalam membuat Dava dan Faira kesiangan hari ini. Sialnya, guru yang bertugas patrol gerbang adalah guru terbuas disekolahnya, Ibu Normalida.

Faira dan Dava kini berada didalam baju putih-abu-abu. Yap, mereka telah SMA sekarang. Dava sudah semakin dewasa, hal itu bisa dilihat dari umur dan tubuhnya yang kini terlihat seperti remaja, dan wajah yang cukup tampan. Begitu juga dengan Faira, ia tumbuh menjadi gadis yang amat cantik dan anggun, sikapnya juga semakin dewasa. Mereka juga semakin dekat semenjak Ayah Faira berada dalam satu proyek yang sama dengan Ayah Dava. Tidak terasa persahabatan mereka telah terjalin cukup lama, sama seperti lamanya Dava memendam suatu perasaan terhadap Faira.

"Aduh gimana nih," Keluh Faira.

"Ayo dong! panjat dikit aja." Ucap Dava enteng.

"Tinggi anjir, ga liat lo. Bisa robek rok gue."

"Terus lo mau gimanaaaa"

"Madep sana, jangan liat." Ucap faira sambil menunjuk dengan dagunya.

"Iya, iya."

Faira mulai memanjat pagar dan ..

"AWWWWWWWW" Teriak Faira histeris. "SAKIT BANGET ANJIR YANG BIKIN GERBANGNYA SIAPA SIH, MAU BUNUH GUA YA?"

Dan seketika ada suara lain yang lebib mengejutkan.

"SIAPA ITU BARUSAN?" Oow. Normalida berteriak tak kalah histeris.

Mampus. Gumam mereka dalam hati.

"OH KALIAN" Ucap Normalida masih dengan nada yang sama. "Kalian telat ya. Ikut saya ke kantor sekarang."

Normalida berjalan cepat menuju kantor sedangkan Dava masih diam ditempat bersama Faira yang kesakitan.

"Anjir kaki lo ada yang luka ga?" Tanya Dava dengan nada sedikit khawatir.

"Ea khawatir ya, Dav. Duh jimayu."

"Najis lo diperhatiin malah bikin enek."

"Tapi serius ini kaki gue sakit. Beset dikit, memar paling."

"Uks yuk, obatin dulu kaki lo."

"Lah kita kan disuruh ke kantor."

"Ya tapi kaki lo apa kabar, Fai."

"Yaudah deh."

Dava dan Faira menuju UKS tanpa menghiraukan perintah Normalida. Bagi Dava, Faira lebih penting dibanding urusan terlambatnya dengan guru buas itu.

Tidak ada orang sama sekali di UKS. Sepertinya guru penjaga UKS belum datang. Dava pun langsung menuju lemari obat dan mencari obat merah untuk luka Faira. Laki-laki itu mengobati kaki Faira yang terluka, dengan amat hati-hati. Hal ini sungguh biasa dilakukan oleh Dava sejak kecil, tapi mengapa Faira merasa sedikit gugup? Dirinya sendiri tidak tahu.

"Aw.." Faira merintih.

"Tahan dikit fai, dikit lagi dikit." Balas Dava.

"Pelan dav.."

"Udah fai, udah pake hati malah."

"Please, dav gue kesakitan dan lo masih sempet gombal."

"Selo mba gausah baper. Lo sih ada-ada aja. Ngapain juga man--"

"Yang nyuruh siapa bedel." Potong Faira.

"Lah ka-- oiya tadi kita telat ya."

Setelah selesai mengobati luka Faira, mereka berdua pergi menuju kantor. Mereka yakin pasti akan terkena ocehan Normalida karna sudah menunggu lama.

Saat berjalan menuju kantor, ada tiga orang anak perempuan berpapasan dengan Dava. Mereka tersenyum-senyum sambil melihat kearahnya. Ada apa? Ada yang aneh dari gue? Tanya Dava dalam hati.

"Lah, dav."

"Hm."

"Itu cewek cewek barusan kenapa dah."

"Gatau gue juga mikir itu. Ada yang aneh ya?"

Faira memandangi Dava dari ujung sepatu sampai ujung rambut. Gaada ah. Ucap Faira dalam hati.

"Gaada, dav."

"Terus mereka kenapa, ya?"

"Fans kali."

"Amin dah."

Sesampainya dikantor. Mereka diserang ratusan kata ocehan yang dilontarkan Normalida. Selalu. Setiap anak yang telat datang kesekolah pasti merasakaan ini dan harus melewatkan jam pelajaran pertama. Beruntung bagi yang perlajaran pertamanya membosankan, tapi bagaimana yang ulangan?

----------

"Fai, ayo pulang." Ajak Dava saat hari sudah sore dan sekolah sudah sepi. Mereka masih mengerjakan hukuman telat tadi pagi yang diberikan oleh Normalida. Membersihkan loker kelas XII- IPA 2 yang ... yah, bisa dibilang, dekil.

"Ayo. Gila gue ganyangka. Kelas kita jorok juga ya. Kotor banget gangerti lagi." Keluh Faira.

"Loker gua mah bersih."

"Ya gue juga."

Dava membawa mobil hari ini. Dikarenakan motornya yang harus dirawat dibengkel karena sepupunya yang datang kemarin memasukan jus apel ke tangki bensin motornya. Alasannya, dia pikir cairan itu sama karena warnanya yang mirip bensin. Padahal nyatanya tidak.

Dava membukakan pintu mobil untuk Faira. Memang jarang mereka pulang bareng naik mobil. Faira merasakan sesuatu yang berbeda. Lagi-lagi perasaan gugup tidak jelas. Kenapa dia? Bukankah hal biasa membukakan pintu mobil untuk seorang sahabat?
Melihat Faira yang tiba-tiba berubah sikap, Dava pun bertanya.

"Lo kenapa, Fai?" Sadar akan pertanyaan yang dilontarkan Dava, Faira sadar dari perasaannya tadi.

"Hah? Eh? Hm? Gapapa." Jawab Faira tergagap. Sadar akan sikap Faira yang berbeda, Dava benar-benar bingung ada apa dengan sahabatnya ini.

"Lo kenapa deh."

"Lah? Gapapa kali."

"Boong, lo. Ada apa deh? Cerita."

Mana mungkin ia bercerita tentang perasaannya pada Dava. Jelas-jelas Dava yang membuatnya merasakannya.

Tbc~

Maaf kalo absurd^^^^ terus dibaca yaaaa! Jangan lupa vommentsnyaaaaaaa

But, Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang