11

32 5 11
                                    

Sudah seminggu Faira sedikit menghindar dari Dava, ia jadi lebih suka bermain bersama cilla dan teman perempuan lainnya. Faira juga suka menolak ajakan Dava untuk pulang berdua. Ia pikir caranya ini berhasil untuk menjaga jarak diantara mereka berdua, namun jujur, bukan ini yang Faira inginkan. Faira juga mulai melupakan perasaannya terhadap Dava. Lambat laun Dava mulai merasa ada yang berbeda. Yap, Faira menjauh.

Kringgggg.. Kringgggg..

Bel istirahat berbunyi dan menyelamatnya Faira dari rasa kantuknya pelajaran Bahasa.

"Fai!" Dava memanggil sambil melambaikan tangannya didepan pintu kelas Faira.

Hah? Dava ngapain kesini?

Faira tahu, pasti Dava mau mengajaknya ke kantin.

"Gue galaper, Dav!" Teriaknya sambil menempelkan kedua tangan disisi kanan-kiri mulutnya mengarah ke Dava.

"Yaudaaah, sini bentar."

"Hm, ada apa?"

"kok lo nanya gitu, sih. ntar sore, temenin gue yuk."

"hah kemana?"

"jalan sore. udah lama kan kita gajalan bareng?"

Faira diam.

"lo kenapa, sih? kaya sama orang lain aja. lo beda, Fai."

"e-eh iya iya sori, oke deh. nanti kabarin gue aja, ya. daaah! gue belum ngerjain pr."

kalo belum bikin pr kenapa gakerjain dark tadi coba. gumam Dava dalam hati.

------------
4.13pm.
LINE: You have a new message.
LINE: You have a new message.
LINE: You have a new message.
LINE: dadav missed call.

Dava terus menghubungi Faira namun tetap tak ada jawaban. Sungguh ia bingung apa yang terjadi dengan sahabatnya itu sampai ia berubah menjadi seperti orang asing.
Karena tak sabar, Dava langsung menuuju rumah Faira walau sepertinya Faira sedang tidur atau pergi.

Tak lama kemudian bel runah Faira berbunyi.
Tak ada jawaban.
Dava tekan sekali lagi.
Tetap tak ada.
Akhirnya Dava memanjat jendela kamar Faira untuk melihat keadaannya. Faira yang sedang berdiri didepan pintu sambil memainkan ponselnya terkejut saat melihat ada orang datang dari jendelanya.

"Fai!"

"Eh, elo, Dav?"

Dava menjawab dengan tatapan datar yang berarti seperti lo lupa ada janji apa sama gue?

"Eh? OIYA." Faira terkejut saat mengingat istirahat tadi Dava mengajaknya untuk jalan sore.

"lo lupa?"

Sebenarnya Faira tidak lupa dengan janjinya. Ia hanya pura-pura dan membuat alasan untuk besok jika Dava menanyainya disekolah.

"ih asli, Dav. Gue baru bangun tidur terus ini juga baru ngecek hp, gainget serius. soriii."

"yeu, elu. yaudah, yuk."

"oke gue ganti baju dulu"

"oke gue tunggu dibawah ya, btw susah loh manjay jendela kamar lo."

"yalagi ngapain lo manjat, orang ada pintu."

"lo kunci."

"ketok atuh"

"gaada yang bukain."

"oke oke udah stop. nanti keburu sore terus gelap. dah sana lo kebawah."

"oke cepetan."

10 menit kemudian Faira siap dan turun menghampiri Dava. Cantik. satu kata yang terbesit di otak Dava.

"yuk." ajak Faira yang sudah lebih dulu di pintu. Dava membalas menghampiri.

"Fai,"

"Ya?"

"hmmm, gue kok ngerasa lo beda, ya. Kayak lebih jaga jarak gitu. lo ngehindar?"

"haaa? apasi?"

"lo ngehindar dari gue?"

"enggak, ah. lo nya aja kaliii."

Faira terus menyangkal pertanyaan Dava. Jujur, seharusnya ia mengiyakan semua pertanyaan Dava karena itu memang benar.

"Fai," Dava berhenti berjalan dan menatap Faira lurus.
Deg.
"Ya?"

"lo ngehindar dari gue gara gara masalah bokap kita?"

Deg! Dava sudah tahu. Lalu mengapa ia terlihat baik baik saja? Faira diam.

"Fai,"

Faira hanya menjawab dengan anggukan dan tertunduk. Dava mengambil posisi tepat di depan tubuhnya dan memegang bahunya pelan.

"Gini, gue gamau kita jadi kayak stranger setelah kenal dari kecil cuma karna masalah itu. Gue pikir itu masalah orangtuga kita dan mereka juga udah besar, kan? Kita gausah terlibat, Fai."

Faira kaget dengan ucapan Dava. Semudah itu kah dia kira? Posisi ayahnya kini yang bersalah, bagaimana ia bisa berlaku seakan semua baik-baik saja?

"Fai, gue sayang sama lo. Mungkin lebih dari sahabat atau apalah gue gangerti. Tolong jangan jauh dari gue."

Deg! Jantung Faira terasa seperti tersetrum aliran listrik ribuan volt. Siapa yang mengira Dava akan berkata seperti ini.

"Fai, gue gatau lo ngerasain apa. Dan lo juga gaperlu buat bales perasaan gue balik, jangan kacangin gini dong. Gaseru banget abis nyatain perasaan terus didiemin. Berasa air dinyamukin gue."

Faira tertawa renyah. Masih bisa saja Dava bercanda di saat seperti ini.

"Sorry, hehe."

"Oke deh pulang aja yuk. Udah mau gelap."

"Oke."

Mereka terdiam.

"Temenin mampir mini market deh, Dav." Faira angkat bicara.

"Hahaha, jadi canggung ya, kita?"

Faira balas tertawa sambil mengiyakan.

tbc~
duh maafin ini cuma dikit daaan lama banget ya apdetnya🙏🙏🙏 ngumpulin niatnha susah padahal alur udah selesai huehe. makasiii buat yang masih baca sampe sekarang, sekali lagi maaf yaaaa
selamat berpuasa bagi yang menjalankan!

But, Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang