Sendirian.
Apa yang lebih menakutkan daripada ditinggal sendirian?.
"Are you okey?", Arik tidak mengerti dan masih mencerna apa yang terjadi tadi pagi, tapi pikirannya masih shock dengan kejadian Chaos tadi pagi. Gempa telah meluluh lantakkan semuanya. Tidak ada barangnya yang bisa diselamatkan. Arik merasakan bahunya diguncang dan melihat sepasang bola mata berwarna biru cerah tengah memandanginya. Tentara dengan lambang bendera Kanada di lengannya itu memandangi Arik prihatin.
"Where your parents, kiddo?". Sial, karena penampilan acak-acakannya sekarang, dia memang seperti anak lelaki seusia SMP yang kebingungan.
"In other town, I think in four hour they are will find me...., I'm oke, don't worry ...". Arik meyakinkan tentara itu dan tersenyum meringis. Hatinya kacau, sungguh, tapi anehnya dia tidak merasakan kehilangan, rumah besar itu peninggalan kakeknya, oke mungkin karena itulah dia tidak merasa kehilangan, tapi....apakah hancurnya BMW dan Toko Komputer yang baru dirilisnya tidak juga membuat airmatanya keluar? Entah kenapa. Apa Arik masih berharap banyak jika kejadian ini hanyalah sekedar mimpi dan dia akan bangun nanti?
Tapi tidak. Arik tahu ini nyata, ini benar-benar bukan mimpi tapi mungkin karena dia telah kehilangan banyak hal, maka dia tidak merasa kehilangan lagi, mungkin hatinya sudah hampa. Menjadi acuh dan tidak perduli. Padahal nanti malam dia akan tidur di tenda, nanti malam dia tidak bisa menelusuri kota Yogyakarta dan mencari makanan yang dia inginkan, entah nanti dia makan apa dia bahkan tidak tahu, tapi Arik merasakan tangan besar yang sungguh melindunginya, tangan yang tidak terlihat, begitu menjaganya dan menentramkannya. Paling tidak.....
Arik melihat tubuh-tubuh kaku bertutupkan kain mori putih di depannya dengan pandangan hampa. Dari desanya saja sudah ditemukan puluhan mayat yang tertimpa bangunan, belum yang tertimbun mungkin masih banyak, Arik merasakan isak tangis para penduduk yang masih hidup tapi kehilangan orang yang mereka sayangi. Mungkin kesadaran itu yang membuatnya tenang. Ayah, Ibu, keempat kakaknya dan kedua adiknya berada di tempat yang aman, jauh dari Yogyakarta.
Semua peralatannya hancur. Arik menghampiri seorang tentara dan mengutarakan maksudnya. "Maaf pak, saya tinggal sendirian di sini, saya harus mengabari keluarga saya".
Tentara itu memberikan handphone nya dan Arik segera menulis pesan ke ayah dan tunangannya.
"I'm save, I'm in Imogiri now. Posko 1".
Tiga jam kemudian Reno datang dan menghampirinya.
"Are you okey?", tanya Reno. Arik mengangguk. "Fine....hanya aku belum tahu kondisi toko komputerku, aku belum bisa menghubungi siapapun, hanya kamu dan ayah kandungku. Kondisi rumah dan mobil hancur, semua lenyap tidak bersisa. Bagaimana kondisi keluargamu?".
Reno menarik nafas panjang. "Cukup parah, banyak yang harus direnovasi". Reno terlihat dingin dan seolah membuat jarak yang tak terlihat tapi Arik merasakannya. Mungkin karena semua ini berat baginya juga. setelah perbincangan basa-basi selama beberapa waktu, Reno berpamitan, dia paham perempuan setangguh Arik bisa bertahan bahkan di medan perang. Arik merasa tahu diri, feelingnya kuat, selama ini dia memiliki bakat Indigo, jika terjadi sesuatu yang membuat orang di sekitarnya tidak nyaman karena dirinya, Arik bisa membacanya.
Saat teman-teman yang dia anggap baik membicarakannya di belakang dan mempertanyakan kesuksesannya, dia tahu, tapi selama ini dia membiarkan semua berjalan apa adanya. Dunia terus berputas menurut rotasinya, bukan? biarkanlah dia tetap berputar seperti itu. Hidup bagaikan roller coaster, naik dan turunnya sudah ada yang mengendalikan, kita tinggal menikmatinya, bagian demi bagian, yang manis, yang pahit, yang menyenangkan dan yang menyedihkan.
"Selamat tinggal, Reno", Arik tersenyum tipis melihat sosok itu menjauh. Dia sudah tahu jauh hari sebelumnya, hubungan seperti ini sangat rapuh dan di depan sana, sudah menanti jodohnya yang sebenarnya, jodoh yang bukan dia inginkan, sebenarnya. Jika Arik bisa memilih, tentu dia akan memilih kak Fanny, pria yang sejak kecil menjaga lahir dan batin Arik menjadi setangguh sekarang, tapi Fanny, Reno dan beberapa lelaki lagi yang akan mewarnai hidupnya di depan sana bukan jodohnya. Jodohnya.....Arik memejamkan mata rapat-rapat, mengingat pembicaraannya dengan Eyang kakung tercinta sebelum meninggal dunia
"Ngger, apa yang kau inginkan di dunia ini? Kekayaankah, kekuasaan kah?".
Arik tertawa. "Bukan...tapi kebahagiaan yang, apa ada toko yang menjual kebahagiaan?".
Eyang turut tertawa, lepas sambil mengacak rambut cucunya tersayang. "Bagaimana jika menjadi orang yang berkecukupan dan bahagia? hmm? kau benar, kekayaan dan kekuasaan tidak akan membahagiakan.....karena itu merupakan ujian untukmu jika kau tidak bisa memanfaatkan dengan baik".
Entah kenapa, Eyang sekilas terlihat sedih waktu itu. "Mengejar kekayaan sama seperti mencoba membuar air laut berasa manis, tambahkan gula sekuat tenagamu, kau tidak akan mendapatkan rasa yang kau inginkan, tapi jika kamu mau menerima rasa itu apa adanya, kau akan menyadari, semua yang diciptakan dan ditetapkan Tuhan adalah yang terbaik".
Arik meringis, "Kalau laut berasa manis, berapa banyak semut yang akan merubung dunia? Mengerikan...Sama seperti jika pohon besar nan kuat seperti beringin berbuah sebesar semangka....setiap hal memang sudah memiliki porsinya masing-masing, kita tinggal menikmatinya saja....".
Arik mengingat sebuah inisial nama yang tertera di temboknya.
AS
Mengingat sebuah sorot mata tajam dari wajah yang tidak terlalu rupawan, lelaki itu biasa saja, tapi lelaki itu mampu menebar banyak kebahagiaan untuk sekelilingnya.
Lelaki itu mengulurkan tangannya dan tersenyum. Arik menerimanya dengan ragu.
"Jangan tertipu dengan pandangan mata, sesuatu tidaklah baik seperti kelihatannya...", kata lelaki itu sambil tersenyum. "Temukan aku....jika kau benar-benar menginginkan aku ada di sisimu, saat waktunya nanti kau menyerah dengan kekeras kepalaanmu dan mulai menerimaku, berpuasalah, aku akan datang jika kau bisa menyelesaikan 18 bulan puasamu....".
---
Mimpi itu, sudah bertahun-tahun yang lalu, wajah lelaki itu semakin samar, tapi kharisma pesan nya semakin menguat. Takdir, tidak akan ada yang bisa mengubahnya. Tapi usianya sekarang baru 22...empat tahun lagi bagi mereka untuk bertemu dan Arik menertawakan dirinya.
Jika Tuhan begitu berbaik hati menunjukkan masa depannya, kenapa harus ada waktu menunggu begitu lama? Tapi dia harus menjaga diri, bermain boleh, tapi bermain aman, dia akan menjaga seluruh hal berharga yang ada dalam dirinya hanya untuk jodohnya.
"Aku menginginkan kesempurnaannya, karena itu aku akan mencoba menyempurnakan diri di tengah segala kekacauan ini....sudah waktunya aku pulang kembali....saat Engkau membuat seluruh yang kumiliki menjadi puing puing, itu bukan berarti Kau meninggalkanku, bukan?
Justru ini adalah petunjuk, dimana aku....harus kembali pulang, menata kehidupanku yang baru setelah aku menyelesaikan semua urusanku di sini. Terimakasih Tuhan, aku tida terperosok ke dalam jurang kesombongan terlalu dalam....terimakasih...
---
Hai reader....saya menyapa dengan sebuah kisah nostalgia, jaman dahulu kala, mungkin yang saya alami ini, bisa menjadi pesan untuk kita semua, agar bisa selalu sukses apapun yang terjadi, di balik peristiwa tumbangnya sebuah pohon besar, akan ada banyak kehidupan menanti di dalamnya, ada berbagai macam kehidupan, muncuk dari kehancuran pohon yang merapuh itu.
Just enjoy and learn....thanks buat yang sudah menyempatkan membaca cerita yang membosankan ini hahahaa.....agak menjauh dulu dari Episode Unnamed Shadow karena sedang belajar untuk menulis secara baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wife
HumorAisyaqila Ariana Ahmad. Empat tahun yang lalu, saat si tomboy itu kuliah di Teknik Informatika UPN Yogyakarta, teman-temannya melihat dia sebagai anak lelaki cantik, berrambut pendek dan doyan memakai jeans belel. Bahkan nama panggilannya jauh dari...