PERFECT WIFE
2016 > ANNE SCHULTZAnne menatap kosong rumah megah di hadapannya dan saat Alex mengantarnya memasuki ruangan demi ruangan, membuatnya menatap satu demi satu foto-foto pernikahan mereka yang megah di dinding tinggi sepanjang lorong naik ke tangga menuju ruang atas, Anne merasakan kepedihan, pedih karena hampa. Kenapa dia tidak pernah ingat masa-masa itu?
Saat pertama kali membuka mata empat bulan yang lalu, wajah tampan Alex lah yang memandanginya. Anne mengenali Alex, mengenali pria itu tetapi tidak mengetahui namanya, Alex terlihat akrab, terlihat menyenangkan, tapi saat pria itu menggenggam tangannya, kenapa ada dorongan kuat untuk melepasnya?
Informasi bertubi-tubi yang menyakiti otaknya membuatnya pening.
"Kau kecelakaan, saat sedang berbulan madu di Singapore, mobil kita menabrak sisi jembatan. Dua bulan kau koma tidak sadarkan diri lalu aku membawamu pulang ke Prancis....ajaibnya, dalam kondisi itu ada janin yang tumbuh dengan sehat di rahim mu, kau lemah dan lelah, tapi semua akan baik-baik saja sayang...."
Anne mengernyit, "Qui vous faire monsieur?"
Bahkan berbicara dengan bahasa Prancis terasa sulit dilafalkannya, dia mengerti, tapi tidak lancar seolah lama sekali dia tidak berbicara dengan bahasa itu. Seolah di masa lampau dia berbicara dengan bahasa yang lain, yang tidak mampu diingatnya. Alex hanya berbicara menggunakan bahasa itu dan pada akhirnya Anne terbiasa.
"Kecelakaan itu sedikit menyebabkan penglihatanmu dan ingatanmu agak kabur, sayang, tapi nanti semua akan baik-baik saja, aku janji...," kata Alex.
Seharusnya, empat bulan bersama Alex dalam ingatannya, menjadikan semua moment masa lalu yang tidak bisa diingatnya menjadi sesuatu yang tidak penting. Ada Alex, ada bayi mungil di perutnya dan keluarga mungil ini masih keluarga yang bahagia. Anne tidak perlu mengingat masa lalu.
Semuanya berjalan sempurna, seandainya saja.....
Anne merasakan sengatan sakit di hatinya.
"Ada apa?," tanya Alex.
"Tak apa, kurasa hanya sedikit lelah saja.. ne vous inquiétez pas...."
Alex tersenyum dan membimbing Anne ke kamar besar bernuansa romantis dengan warna krem lembut yang mendominasi.
Pria itu mendudukkan istrinya di tepi ranjang dan menidurkan Anne, menyelimutinya dengan kehangatan yang lembut.
"Istirahatlah sayang....," Alex melepaskan genggaman lembut pada tangan Anne dan keluar dari kamar. Entah kenapa, hati Anne merasa lega. Perasaan yang aneh, seharusnya dia meminta Alex tetap tinggal, bukan? Menemaninya dan menghapus kegelisahannya dari tatapan tajam bola mata berwarna hitam milik lelaki itu.....
Lelaki asing di rumah sakit tadi.
Lelaki itu sedikit menyeramkan dengan cambang dan rambutnya yang agak gondrong, jas hitam yang dipakainya seperti mengeluarkan aroma malaikat kematian, tapi di situlah intinya! Dia tertarik dengan hitam itu, aura lelaki itu seperti menariknya dan menyedotnya dalam satu kilas gairah yang menakutkan.
Anne ingin mendekati lelaki itu, mengelus rahangnya yang kokoh dan ditumbuhi cambang-cambang halus, membelai hidung mancungnya yang angkuh dan membalas tatapan tajam yang menghujam itu dengan seksama. Mata yang indah dan memikat. Anne tersengal mengingat tadi dia hampir tidak bisa bernafas di depan lelaki asing itu, ada kecenderungan matanya ingin terus menerus menatap sosok asing itu. Kenapa?
Padahal ada Alex di sampingnya, suaminya, yang rupawan dan menarik. Tapi Alex tidak pernah menariknya secara seksual. Sungguh memalukan, bagaimana mungkin hanya dari pandangan mata sekilas, Anne sudah bisa membayangkan apa yang ada di balik jacket cokelat itu? Rasa menyentuh pinggang ramping dan punggung tegapnya? Rasa jemarinya menelusuri rambut berantakan si pria asing, dan bibirnya, pusat dari segala keindahan itu, Anne sudah bisa membayangkan rasanya hanya dengan melihatnya saja. Lelaki asing itu menguasainya hanya dalam satu kali pandangan.
Anne memejamkan mata berusaha mengusir bayangan lelaki itu kuat-kuat.
PERFECT WIFE
2016 > AHMEED SHAHRIARTanah pemakaman.
Aku sering berada di tempat seperti ini setelah kepergian Aisya. Daun-daun kering yang berguguran dengan suram, batu-batu nisan dan samar-samar aroma lumut dan kematian. Aku hanya merasakan itu di pemakaman, tidak seperti Aisya yang indigo, dia bisa menceritakan berbagai kisah hanya dengan mengunjungi sebuah makam saja. Menceritakan kisah-kisah beberapa arwah yang belum tenang karena terganjal alur kematian yang tidak wajar. Aku hanya tertawa menanggapi cerita-ceritanya yang kuanggap gurauan. Saat kami pergi berkunjung ke suatu tempat dan dia melihat bayang-bayang seorang anak yang gantung diri, aku bilang itu hanya halusinasi, entah bagaimana, aku mendengar cerita di tempat itu memang pernah ada anak yang bunuh diri, tapi aku tidak menyampaikan pada Aisya. Dia unik, dia takut dengan cicak, kecoa atau binatang kecil semacam itu, tapi dia sama sekali tidak takut gelap dan hantu.
Karena itulah aku sering mengunjungi makamnya, bahkan di saat paling menakutkan sekalipun, aku memanggil-manggil arwahnya yang katanya masih berada di sekitar kami sebelum waktu 40 hari, tapi aku tidak merasakannya sedikitpun. Hampa.....bahkan hanya sekedar wewangian khasnya yang berdesir, aku tidak merasakan hal-hal seperti itu. Saat aku menina bobo kan Ameera dengan lagu Tidurlah Intan yang syahdu, aku lagi-lagi tidak merasakan kehadiran arwah Aisya di sekitarku, atau kegelisahan Ameera. Seolah Aisya tidak pernah berada di antara aku dan Ameera. Aisya hanya berupa kabut indah yang menghilang tanpa jejak. Kadang aku berfikir, apa karena dia sangat membenciku? Bahkan arwahnya tidak pernah sekalipun memberikan pertanda padaku, padahal aku selalu mencarinya, memanggil-manggilnya hingga alam mimpi. Aku selalu memohon-mohon maaf darinya, menyerukan namanya, merasakan setiap sel tubuhku hancur perlahan karena kepergiannya.
Lebih hancur lagi, karena menyadari, Ameera yang tadinya dilimpahi kasih sayang kedua orangtuanya, menjadi tidak memiliki separuh perlindungan sayap malaikat itu lagi. Setiap pagi, biasanya Aisya memindahkan Ameera dari box bayi ke tempat tidur kami, beberapa saat kami memandangi bayi cantik kami dengan mata yang berbinar, tangan halus Aisya terpaut di tanganku dan tangan kami menyentuh Ameera yang terlelap.
"Wajahnya mirip Aa Riar, alisnya sempurna, bibir dan dagunya milik ayahnya, tapi dia memiliki mata seperti aku, bagaimana bisa wajahku dan wajah Aa berpadu sempurna di wajah Ameera?," Aisya selalu berkata-kata dengan takjub. Aku selalu mengakhiri pertanyaannya dengan kecupan-kecupan bergairah. Kebiasaan kami berbeda dengan pasangan lain, kami selalu bercinta setelah subuh dan berlama-lama menikmati kulit pasangan kami yang terkena sinar matahari pagi, kamarku yang terletak di lantai tiga memang sengaja kubuat sebuah jendela besar menghadap ke timur tepat di seberang ranjang, sinar pertama matahari hingga menjelang pukul enam selalu kami nikmati.
Aku merindukan wangi mawarnya......gelak tawanya dan semua tentang dirinya, aku benar-benar merindukannya dan kerinduan itu semakin berkembang besar walaupun aku tahu, dia sudah tiada.
Benarkah dia sudah tiada?
Atau hanya karena keegoisan hatiku yang tidak pernah bisa menerima kepergiannya, aku menjadi terobsesi dengan wanita yang tadi siang kutemui di St. Anne Hospital?
Dia memiliki wajah Aisya.
Aku merasakan sayatan perih itu kembali menghujam, seperti ribuan jarum menusuk seluruh tubuhku. Rasa sakit seperti saat berharap, semoga kecelakaan di pagi buta itu tidak melukai istriku.
Jarum yang semakin perih menghujam melihat bekas terbakar hebat pada mobilku dan keterangan seorang polisi agar aku bisa mengidentifikasi jenazah istriku yang terbakar dan sudah dibawa ke rumah sakit.
Cincin pernikahan yang dibawa seorang dokter forensik dalam sebuah nampan alumunium dan sisa perhiasan yang terbakar, membuatku mati rasa.
Cincin pernikahan kami.
Kalung hadiah dariku saat ulangtahun pernikahan kami yang pertama.
Aku mengenali kedua benda yang menghitam itu dengan tubuh yang gemetar menahan rasa sakit. Aku, merasakan rasa sakit itu sampai saat ini, penyesalan, kepedihan, dan neraka!
Aku ingin melupakan kegilaanku untuk terus memikirkan wanita asing itu.
Dia bukan Aisyaku...Aisyaku berrambut hitam ikal panjang dan bermata cokelat.
Bisa jadi dia Aisyaku, dia bisa memotong rambutnya, mewarnainya cokelat dan memakai soft lens berwarna biru.
Tapi wanita itu tidak memiliki tahi lalat di pipi kirinya.
Dia bisa saja memakai operasi laser untuk menghilangkan ciri khasnya itu.
Wanita itu sedang hamil, anak pria yang bersamanya, pria tampan tadi adalah suaminya.
Nama wanita itu Anne, dan jika dia Aisya, seharusnya ada tatapan terkejut dan marah yang tertuju padamu, tapi wanita itu tidak mengenalimu, dia memandangmu dengan tatapan biasa, bertanya-tanya dan bingung.
Jika dia memang Aisya, kenapa dia bersusah payah menjadi orang lain dan pergi jauh? Itu adalah hal yang mustahil, Riar sangat mengenal Aisya. Aisya, tidak akan bisa dijauhkan dari Ameera. Mobil itu menuju ke arah rumahnya saat kecelakaan terjadi, Riar sangat yakin, Aisya sedang menuju ke tempat Ameera. Rasa takut karena kata-kata Riar malam sebelumnya, membuat Aisya kalut, karena hanya Ameera ..... satu-satunya makhluk di dunia ini yang dicintai Aisya lebih daripada cintanya pada Riar.
"Selamatkan bayiku dulu dok, prioritaskan keselamatannya, baru keselamatanku, kumohon....."
Itu adalah kata-kata Aisya menjelang operasi caesar yang akan dijalaninya.
"Aa harus janji, jika pilihannya adalah putri kita dan aku, pilihlah dia...."
Aku mengatupkan mulutku, aku tidak bisa berjanji.
Jadi, apakah seorang Aisya memiliki alasan yang kuat meninggalkan Ameera lalu menjadi orang lain, berganti identitas dan hidup bersama lelaki lain di luar negeri?
Riar menggelengkan kepalanya.
Lelaki itu tergesa keluar dari area pemakaman dan melihat ada beberapa turis yang bergerombol memotret beberapa makam orang terkenal.
Bahkan Tes DNA bisa dipalsukan!
Riar menghampiri mobil yang disewanya dan melajukannya pelan menuju flat yang disewanya untuk beberapa hari ini.
Hal utama yang akan dilakukannya adalah melacak nama-nama pasien St. Anne menggunakan laptopnya. Mencari wanita bernama Anne, Anna atau Ann...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wife
HumorAisyaqila Ariana Ahmad. Empat tahun yang lalu, saat si tomboy itu kuliah di Teknik Informatika UPN Yogyakarta, teman-temannya melihat dia sebagai anak lelaki cantik, berrambut pendek dan doyan memakai jeans belel. Bahkan nama panggilannya jauh dari...