Part 8 - Selalu Berdebat

161K 10.3K 106
                                    

Vote and comment yaa...

----------------------------------

Selama hampir dua minggu tinggal di apartemen Rei, Fani bersyukur karena cowok itu tidak menunjukkan adanya gelagat-gelagat yang aneh. Biasanya Fani akan pergi ke kampus sebelum cowok itu terbangun. Sekalipun jadwal kuliahnya siang hari, Fani akan tetap pergi sebelum cowok itu terbangun. 

Ketika pulang pun, Fani berusaha menyibukkan diri dengan tugas-tugasnya. Kalau tidak ada tugas, cewek itu pasti akan puura-pura menginap di tempat Bianca atau sengaja pulang larut malam. Sebisa mungkin dirinya tidak ingin berinteraksi dengan cowok itu terlalu lama.

Seperti pagi ini, dirinya bangun pagi seperti biasa dan kemudian membuat roti untuk sarapannya. Baru selesai mengolesi rotinya dengan selai, suara berat dan sedikit serak milik Rei membuatnya terkejut. "Elo bikin roti buat sendiri?"

Fani hanya menengok sebentar dan kemudian menggigit roti miliknya. "Biasanya juga begitu," jawabnya malas.

Rei seperti tidak menanggapi jawaban dari cewek itu, dia malah sibuk membuka kulkas dan menuangkan segelas susu. "Itu kan karena gue belum bangun, sekarang lo bikinin gue roti dong. Sekalian belajar buat jadi istri yang baik."

Fani yang mendengar perkataan itu, kontan tersedak. Rei yang melihat itu segera memberikan segelas susu untuk cewek itu yang segera diambil oleh cewek itu.

"Siapa yang lo bilang mau belajar jadi istri yang baik?"

Rei lagi-lagi tidak menanggapi cewek itu. Dirinya malah menyandarkan punggungnya pada pintu kulkas dan kemudian tertawa pelan melihat cewek di depannya ini.

"Kenapa lo ketawa? Ada yang lucu?" tanya Fani kesal.

Rei hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nggak. Nggak pa-pa. Lucu aja. Kalo kita tadi abis minum satu gelas," jawab cowok itu dengan santai.

"Maksud lo-" perkataan Fani terputus karena dirinya sadar akan sesuatu. Kalau gelas yang tadi diberikan Rei adalah gelas yang sama yang habis dipakai oleh cowok itu. Cewek itu segera mengusap-usap bibirnya dengan kasar, berharap kalau jejak bibir Rei pada gelas yang tadi dipakainya dapat hilang.

Melihat itu, Rei hanya bangkit dari posisinya dan kemudian menggambil gelas yang tadi dia berikan pada cewek itu. "Nggak apa-apalah. Mungkin aja nanti bukan cuma gelas yang kita pake bareng," ucapnya santai sambil meneguk isi gelas tersebut.

"Mimpi lo sana," balas Fani sambil bangkit dari posisi duduknya.

"Lo mau ke kampus kan? Biar gue anterin," tawar Rei sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Fani.

"Nggak perlu. Gue udah biasa berangkat sendiri. Lagian lo nggak perlu akting baik di depan gue. Nggak bakal ngaruh apapun. Gue tetep nggak akan percaya sama lo."

"Kenapa lo sih selalu mikir kalo gue itu lagi akting?" tanya Rei sambil mencekal lengan cewek itu agar berhenti melangkah. Kesal juga pada cewek itu yang seolah-olah tidak pernah menghargainya. 

Dia bahkan sengaja bangun pagi-pagi hanya untuk berbicara pada cewek itu. Karena dirinya tidak mungkin terus membiarkan cewek itu menghindarinya. Ada hal penting yang harus segera disampaikannya pada cewek ini.

"Karena lo nggak pantes buat dipercaya."

Rei hanya menghela napas. Ini memang tidak akan mudah. Tapi dia tidak akan menyerah sebelum tujuannya berhasil. "Terserah lo aja kalo begitu. Jam berapa lo selesai kuliah?"

"Berapa kali sih harus gue bilang kalo itu bukan urusan lo?"

"Ada hal penting yang harus kita omongin. Karena gue rasa lo belum tahu tentang hal itu."

Lo, Tunangan Gue !!! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang