3. His Books

2.9K 150 0
                                    

Ruangan kelasnya sudah sepi sejak bunyi nyaring terdengar menggema ke seluruh gedung sekolah. Murid-murid pun berhamburan keluar kelas sedangkan Greeny masih didalam kelas dengan ponsel yang menempel di telingga kanannya.

Greeny mendesah setelah mendengar suara operator di sebrang sana. Namun ia mencoba untuk mengulang panggilan yang sama sembari berharap kalau kali ini seseorang akan mengangkat panggilannya.

"Ayo dong Kak, angkat."

"Kamu yakin nggak mau pulang bareng aku?"

Greeny mengangkat wajah, menoleh, dan menggeleng pelan. "Nggak usah, Stell. Palingan bentar lagi di angkat. Kamu duluan aja." sahutnya.

"Aku bisa kok minta anter Kakakku untuk lewat ke rumah kamu dulu. Daripada kamu nunggu lama kayak gini," Stella melirik jam dinding. "Udah sepuluh menit yang lalu, lho."

"The number that you are calling is not available at the moment. Please try again." Greeny menurunkan ponselnya dari telinga lalu menoleh dan tersenyum. "Kamu pulang duluan aja, Stell. Aku nggak apa-apa, sebentar lagi juga di angkat kok."

Stella mendesah. "Yaudah kalau gitu, aku nggak bisa maksa," ia memakai tas ransel--bermotif bunga-bunga--miliknya sambil berkata,"Aku duluan ya."

Setelah Stella keluar ruangan dan meninggalkan Greeny sendirian di dalam kelas, ia kembali menghubungi Kakaknya. Kali ini melalui pesan teks.

Kak, angkat telepon aku dong. Aku udah pulang nih. Kakak bisa jemput aku, kan?

Sent.

Greeny mengetuk-ketuk meja dengan jemarinya sambil matanya terus mengawasi ponselnya yang tergeletak diatas meja. Sudah lima menit Greeny menunggu, tapi tidak ada balasan. Akhirnya ia pun memutuskan untuk keluar kelas, siapa tahu Kakaknya itu sudah ada di depan gerbang.

Saat Greeny keluar kelas dengan pandangan menunduk, ia merasa kepalanya mengenai dada seseorang. Lantas, ia mengentikan langkahnya untuk mengangkat wajah. Pria jangkung berambut hitam legam, bermata hitam teduh, dan berkulit cokelat terang itu mengangkat alisnya kebingungan.

"Maaf-maaf." ucap Greeny seraya mundur satu langkah. Salah satu kebiasaan buruknya adalah memainkan ponsel saat berjalan, seperti saat ini. Kalau sudah seperti ini, apa lagi yang dirasakan kalau bukan malu dan merasa bersalah.

Laki-laki itu tidak merespon, ia malah mengalihkan pandangnya kedalam kelas, seperti sedang mencari seseorang. "Ini udah pada pulang semua, ya?"

Greeny mengangguk ragu. "Iya."

"Eh, bukannya lo yang tadi pinsan itu ya?" tanyanya sambil jari telunjuknya bergerak kedepan. "Ohiya gue belum sempet minta maaf. Kalau gitu, maaf ya." ia menjulurkan tangannya kedepan.

Dengan ragu-ragu, Greeny menjabat tangan laki-laki itu. "Iya nggak apa-apa."

"By the way, Gue Kevin anak IPS 2. Lo pasti Gre-hmm--"

"Greeny." potong Greeny.

Laki-laki itu terkekeh pelan. "Ah, iya itu maksud gue. Lo nggak apa-apa, kan?"

Untuk beberapa saat Greeny bergeming, memperhatikan laki-laki itu berbicara. Pasti dia, Kevin yang Stella maksud. Wajar saja sih kalau gadis-gadis disini menggemarinya, karena dia memang memiliki senyum yang manis.

"Aku nggak apa-apa kok," sahut Greeny. "Ohiya, makasih ya Kak udah bawa aku ke UKS."

Kevin mendengus pelan. "Nggak usah berterima kasih, itu kan emang salah gue."

Bibir Greeny membentuk senyum samar sambil mengangguk ragu.

"Yaudah deh, gue pulang duluan ya." kata Kevin sebelum punggungnya bergerak menjauh.

Please, Don't GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang