#2

243 68 28
                                    

Ya, Karen masih disini. Di luar gerbang sambil menaiki sepeda yang tak bergerak.

Ia melirik kembali arlojinya. Kurang 10 menit lagi. Berarti sudah 5 menit dia disini celingukan seperti orang hilang.

Dan berarti sudah 5 menit pula ia menatap tajam Si Cacing Alaska yang masih duduk di pos sambil membaca koran pagi. Sesekali Rufus menyeruput kopi hitamnya yang masih mengepul.

Karen pasrah.

Bagaimana bisa keajaiban datang dalam waktu 10 menit–ralat, 9 menit 45 detik ini?

Tin Tin

Bunyi klakson itu sontak membuat Karen menoleh. Mobil merah menyala tanpa atap dengan seorang cowok berambut hitam legam tak luput dari pandangan.

Kulitnya sawo manis, terbakar sinar matahari. Kemeja putih yang digulung hingga siku dan jeans hitam sangat pas di tubuhnya. Melengkapi penampilannya yang menawan.

Tak sengaja pandangan Karen bertubrukan dengan cowok itu. Pemilik pandangan itu hanya tersenyum, menampilkan lesung pipitnya. Membuat gadis itu terpana, sedikit.

"Oi, cewek!"

Karen tersentak, mengedarkan pandangan bingung ke sekitar.

"Oi! Iya, lo. Cewek rambut coklat!" panggilnya lagi setengah berteriak.

Gadis itu menaikkan sebelah alisnya seraya menunjuk dirinya sendiri, "Gue?"

"Bukan! Pak itu tuh, yang kumisan! Ya lo, lah, cantik."

Karen menyeringai. "Kenapa?" tanyanya.

"Geseran dikit dong, sepeda lo. Mobil gue ga bisa masuk nih."

"Ah, iya," ucap gadis itu sambil meminggirkan sepeda, "masih kurang?"

Cowok itu menggeleng, "Enggak, makasih ya."

Gadis itu memanggut-manggutkan kepalanya. Dia menepi bersama sepedanya, memberi lewat mobil merah itu untuk memasuki sekolah yang sedang dibuka gerbangnya.

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benak Karen. Membuat gadis itu melompat demi menghadang mobil yang tentu saja langsung mengerem mendadak.

"Lo mau apa?" teriak lelaki tadi.

Karen berlari kecil lalu mendekatkan mulut mungilnya ke telinga lelaki tersebut seraya berbisik, "Eh, bantuin gue dong."

Lelaki itu lantas mengernyit dan menoleh ke arahnya. "Bantuin apa?" tanyanya.

"Bantuin gue biar bisa masuk."

Senyum jahil terpampang jelas di wajah lelaki itu, "Lo telat ya makanya ga boleh masuk?"

"Ih, bantuin gue elah! Itung-itung bales budi karena gue udah minggirin sepeda."

"Apaan minggirin doang juga!"

"Bantuin gue atau lo ga bakal bisa masuk," ancam Karen.

Lelaki itu melirik Karen sejenak, memperhatikan dandanan cewek itu yang kelewat beda sama sikapnya. Rambut panjang terurai dan baju sekolah yang rapi layaknya anak sekolah pada biasanya.

Cantik-cantik kaya preman, batinnya.

Dilihatnya lagi gadis itu masih melemparkan sorotan tajam yang tak sengaja bertabrakan dengan iris hitam pekat miliknya. Ia menghela napas pelan, tahu kalau dia tak akan mungkin menang dengan gadis gorila yang satu ini.

"Fine, gue bantuin. Sesama anak telat emang kudu saling bantu."

Karen tersenyum puas. Ancamannya memang selalu berhasil pada siapapun. "Nah, gitu dong! Gini kan asek. Ntar gue anterin lo administrasi deh."

Lawan bicaranya mengernyit. Bagaimana bisa gadis preman ini tahu apa yang akan dia lakukkan? "Lo tau darimana gue mau adminitrasi?"

"Insting? Muka-muka anak baru gitu?" ujarnya sambil mengedikkan bahunya.

"Karen! Kamu ngapain disitu! Ganggu-ganggu anak nya Bu Rina!" teriak Rufus sambil berkacak pinggang.

Bola mata Karen melebar, nafasnya tercekat. Anaknya Bu Rina?

"ANJIR! LO ANAKNYA KETUA YA–" teriak Karen yang tiba-tiba saja terhenti karena tangan cowok itu-anak dari seorang Ketua Yayasan yang dengan cepat membekap mulutnya.

"Woy! Jangan keras-keras! Gila, lo mau orang-orang pada tau?" balasnya dengan nada yang sedikit meninggi. Perlahan bekapan mengendur dan lepas ketika Karen menggoyang-goyangkan tubuhnya memberontak.

"Iya-iya! Gue ga bilang siapa-siapa! Asal lo ikutin gue sekarang."

"Gue ngapain?"

"Lo dukung argumen gue."

Tanpa mempedulikan jawaban, Karen meninggalkannya lalu pergi menghampiri Rufus.

Bingung, Rufus mengernyitkan dahi. "Ngapain kamu kesini! Masih kurang 7 menit lagi, baru kamu boleh masuk!" hardiknya.

Karen terkekeh. "Pak, anaknya Bu Rina mau masuk. Trus dia juga anak baru, belum administrasi. Kan saya anaknya baik hati, jadi saya mau nganterin dia administrasi."

"Gak usah! Alesan aja kamu, tambah mahir saja ngibulnya! Lagian, saya yang anter juga bisa, kok."

Gadis itu lantas menghela napas, "Duh, Bapak nih gimana."

"Bentar lagi jam 8, Mbak Caca mau kesini anter gorengan, kan? Masa ninggalin Mbak Caca sendiri sih, Pak? Biasanya juga berduaan kan Bapak? Saya itu anaknya pengertian, jadinya saya gak mau ganggu momen-momen romantis nya Bapak," sambungnya sedang Rufus hanya melebarkan kedua matanya.

"Pak, jadi cowo kudu gentle! Masa doi ditinggal sendiri? Nanti dicolong tukang becak seberang lho!"

Karen langsung menoleh, sedang cowok itu menyengir lalu mengedipkan sebelah matanya. Rupanya anak itu mau mengikuti rencananya.

Rufus mengerjapkan mata. Ada benarnya juga apa yang kedua anak ini bilang. Dilihatnya anak Bu Rina yang masih setia di mobilnya. Entah kenapa cowok itu menatapnya tajam. Dan juga siswi telat yang kini menatapnya memelas.

Dengan berat hati Rufus menjawab, "Ya sudah, kalian boleh masuk."

Senyum kemenangan jelas tercetak di wajah Karen. Matanya berbinar, memancarkan tatapan sumringah. Ia kembali menoleh, mengacungkan jempol pada lelaki itu yang kini ikut tersenyum.

"Ululuhh, Pak Rufus! Bapak ini benar-benar suri tauladan! Saya doain modus nya sukses ya, Pak!"

"Berisik! Kalo bawel, saya tutup lagi gerbangnya!"

Gerbang telah terbuka, kedua murid itu langsung memasuki sekolah dengan tergesa-gesa. Apalagi Karen.

"Oh iya, nama lo siapa?" tanya Karen sambil memarkirkan sepeda hitamnya.

"Gue Raka, lo?"

"Karen," jawab Karen.

Raka melebarkan matanya. Tak yakin akan apa yang ia dengar. Karen?

"Karen?"

Karen mengangguk kecil. "Oke. Lo tunggu gue bentar, ya? Nanti kita ketemuan di kantin," ucap gadis jenjang itu sambil berlari kecil menjauhi parkiran. Yang ada di benaknya kini hanyalah petugas absen dan petugas absen.

"Gue kan gatau sekolah ini kayak gimana, Ren! Mana gue tau kantin di mana?"

"Lo cari aja yang pintunya oren! Kantin disitu," balas Karen tanpa melihat Raka. Ia tetap fokus berlari kecil menuju kelasnya.

"Emang lo mau kemana?" seru Raka dari kejauhan.

"Gue mau absen dulu."

Hening. Tak ada jawaban. Dan sebagian kecil hati Karen menyayangkan itu.

✖✖✖

Hello, we meet again! Btw, yang di media mobilnya Raka yaps! Kali aja ga kebayang, jadi aku kasih media hehe. Okayyy, stay tuned guys❤ Don't forget to vomment! XOXO

20 Mei 2016

SorellinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang