Karen's POV
Gila. Masih jam tujuh.
Aku menghela napas. Masih kurang tiga puluh menit dan aku sudah di sekolah?
Apalagi kalau bukan ulah Bang Devan?
Kalau saja dia tak memaksaku berangkat jam segini alih-alih ingin menyalin tugas Biologinya yang belum rampung di sekolah, pasti aku masih terdampar di pulau kapuk yang damai. Dan kalau aku tak mau ikut, aku harus berangkat dengan Putra.
Gila, siapa juga yang mau berangkat sama Putra?
Maka di sinilah aku, berjalan dengan ransel hitam di punggung melewati lapangan yang masih cukup sepi. Iseng saja kuedarkan tatapan ke sekitar, menelisik keadaan sekolah.
Entah kenapa, tiba-tiba bahuku terasa berat. Aku menoleh dan mendapatinya sedang tersenyum yang sedang merangkul bahuku.
"Saik, men! Seorang Karen sudah bertaubat!" seru Bagas sambil tertawa. Iris coklat mudanya menatap iris coklat gelapku yang mau tak mau membuatku tersenyum kecil.
"Yah, semua berkat Bang Devan tercinta. Kalo aja tuh orang gak ngancem, mana mau kali gue jam segini udah nyampe?" balasku sambil tertawa.
Bagas hanya ikut tertawa lalu mengambil sekaleng soda yang ada di kantong tas miliknya.
"Lo mau, Ren?" tanyanya seraya menyerahkannya padaku yang tentu saja dijawab oleh anggukan semangatku.
Aku meraih kaleng itu dari tangannya. "Ah, lo tau aja sih gue suka banget minuman ini. Tengs, bor!"
Bagas terkekeh. "Eh btw, lo tau gak anaknya Bu Rina katanya pindah ke sini hari ini?" tanyanya.
Tunggu, sepertinya aku familiar dengan situasi ini. Memoriku tiba-tiba saja berputar sejenak.
Ah, Raka.
Aku memanggut-manggutkan kepalaku. "Tau. Napa?" jawabku lantas membuka kaleng soda milikku dan meneguknya sedikit demi sedikit.
"Cewe, coy! Cantik gitu, putih, tinggi, udah, pokoknya idaman banget," ujar Bagas riang dengan pandangan yang menerawang.
Cewek?
Soda yang ada di mulutku tiba-tiba saja seperti memberontak keluar (re:keselek).
Bagas menatapku kaget. "Ren, lo kenapa? Gue gak kasih racun, sumpah!" serunya, namun hanya dijawab oleh gelengan kepalaku.
Ayolah, kabar burung macam apa yang tega mengubah seorang Raka menjadi feminim?
Aku tertawa kencang. "Gas, lo tau darimana kalo anaknya cewek?" tanyaku setelah berhasil menetralisir tawaku.
Bagas mengangkat sebelah alisnya. "Dari anak kelas sebelah. Kenapa emang-oh! Gue tau. Lo cemburu kan gue ngomongin cewek cantik? Ngaku deh, ngaku!" goda Bagas seraya melemparkan cengiran jahilnya padaku.
Pletak
Aku memutar bola mataku. "Cemburu dari Zimbabwe! Ngomong lo sama ketek gue," seruku lalu berlari kecil meninggalkannya.
Kudengar ia menyerukan namaku dari kejauhan tapi apa peduliku? Aku tertawa kecil.
Semoga saja "cewek cantik" itu tak pindah ke kelasku.
✖✖✖
Raka's POV
"Nak Raka mau saya antar ke kelas?"
"Sama saya saja, Ibu yang itu lagi ada urusan."
"Sudah, sudah, sama saya saja."
Aku mendecak pelan. Entah sudah berapa guru yang menegurku seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorellina
Teen FictionKaren dan Raka. Simpel. Gadis pemegang kekuasaan tertinggi di sebuah geng bejat di sekolah dengan lelaki yang terjebak di dalam kelas yang sangat tidak wajar. Klise? Memang. Tapi ini berbeda. Karena Karen adalah Sorellinanya. Cover by me ©2016 by cl...