Raka’s POV
“Pelajaran hari ini saya akhiri. Sekian,” ujar guru bersanggul bernama Bu––entahlah aku lupa, mengakhiri mata pelajaran Fisika yang amat sangat membosankan sekaligus mengakhiri hari berat ini. Tentu saja langsung dibalas dengan teriakan-teriakan anak kelasku dan seperti biasa pula Alfredo menaiki mejanya seraya menghentak-hentakkan kakinya.
Apakah ini pantas disebut kelas? Tidak sama sekali.
Bahkan ini lebih mirip dengan hutan, kau tahu?
Kulipat kedua lenganku di atas meja lantas meneggelamkan wajahku di sana sekedar untuk melepaskan penat. Hari ini benar-benar hari yang berat bagiku. Berkutat dengan sekolah baru, mata pelajaran yang membosankan, keadaan kelas yang memprihatinkan, dan juga––
Gadis itu.
Negosiasiku dengannya tidaklah berjalan dengan mulus, bahkan bisa dianggap gagal. Entahlah, mungkin ia terlalu malas menanggapi permintaanku. Mungkin juga ia marah karena es krim miliknya jatuh karena aku. Teknisnya, sih, bukan aku yang menjatuhkan. Itu, ‘kan, karena kerumunan. Tapi aku yang menariknya keluar, jadi––ah, sudahlah. Persetan dengan itu.
Aku menutup mataku rapat-rapat. Memang apa susahnya, sih, membantu orang?
“Lo itu cowok, harusnya lo bisa kelarin masalah lo sendiri.”
Sial, kenapa kata-katanya selalu terngiang di benakku?
Namun diam-diam aku mengakuinya juga. Maksudku, dia saja yang notabene seorang perempuan, sanggup untuk melewati kelas ini selama satu tahun. Sedangkan aku? Hanya bisa meminta tolong, tidak berusaha sama sekali.
What a shame.
Sebuah ketukan pintu kelas menginterupsi lamunanku. Aku menengadah, menatap kepada sosok laki-laki jangkung yang kini sedang disorak-soraki namanya.
“Eh, ada Eja!”
“WOY EJA! Udah lama banget lo gak kesini!”
“Buru, buru! Gercep, Ja! Lo kesini mau ngasih pengumuman, ‘kan?”
Anak lelaki tadi––Eja, menyengir, lantas menyahut, “Gue kesini mau nyari orang yang mau ikut gue dan lain-lain lawan Pelbang. IKUTAN YOK! Gak rame gak asik, coy!”
Suasana kelas yang bising menjadi lebih bising. Saling kasak-kusuk, mendiskusikan apakah mereka akan ikut tawaran Eja atau tidak. Aku bisa mendengar betapa antusiasnya mereka untuk mengikuti tawaran lelaki tadi dari pembicaraan mereka––meskipun sampai saat ini aku tidak paham betul apa tawaran yang ia maksudkan.
Di tengah-tengah kebisingan, seorang anak laki-laki berambut cepak di sebelahku berteriak, “Jadi apaan, Ja? Kalo backup, gue mundur!” serunya.
Kebisingan pun seketika lenyap bersamaan dengan raut wajah Eja yang berubah meski sejenak. Ia lantas menyengir kembali seraya menggaruk tengkuknya perlahan. “Sori, kali ini gue lagi rekrut bocah buat bagian backup.”
“Anjay! Gak, ah! Gue gak ikut!”
“Lo aja sana! Gue ga berani jadi backup!”
Dan lagi, kebisingan tercipta. Namun kali ini, sepertinya banyak yang mengurungkan niat mereka setelah mendengar perkataan Eja tentang “mencari anggota backup.”
Memang apa yang salah dengan kata backup?
Aku menoleh ke arah Mariska. Gadis itu nampak tenang-tenang saja, tidak heboh akan tawaran Eja ataupun mengenai permasalahan backup-backup tadi. Ia asik berkutat sendiri dengan buku bacaannya.
“Mar,” panggilku, membuat gadis itu menoleh dan menyiratkan tatapan ngapain-lo-panggil-gue. Aku menyengir kecil, “Gue mau tanya.”
“Mereka ngomongin paan, sih? Backup-backup apaan? Kok ribut banget,” tanyaku pada Mariska. Gadis itu menghela napas sejenak lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah buku bacaannya.
“Mereka mau tawuran lawan Pelbang, Pelita Bangsa. Eja kesini mau rekrut bocah buat jadi regu backup-annya regu inti. Regu backup pegang peranan penting, secara nanti mereka bakal ngebantuin regu inti yang biasanya handle sebagian besar lawan. So, karena tugasnya yang gede, banyak yang gak berani ngambil,” terangnya panjang lebar sedang aku hanya menganggukkan kepalaku paham.
“Heh!”
Teriakan tadi memecah kebisingan. Membuat semua mulut terkatup dan mata tertuju ke arah sumber suara––Eja, termasuk aku yang menghentikan aktivitas tanya jawab dengan Mariska. Raut wajah Eja yang tadi bersahabat, kini berubah. Tatapannya tajam, menyiratkan kekesalan serta amarah.
“Lo semua mau kita kalah dari Pelbang, hah!?” seru Eja lagi.
“INGET! Selama ini kita gak pernah kalah dari mereka! Mau ditaruh mana muka kita semua kalo sampai kalah!”
“LO MAU REPUTASI KITA TURUN, HAH?!
Keheningan tercipta cukup lama, hingga seorang anak lelaki bertubuh sedikit gempal di pojok kanan mencicit, "Jadi backup itu––gak segampang yang lo kira, Ja."
Tiba-tiba Alfredo melompat dari mejanya lantas menggebrak meja tersebut. “WOY!” serunya.
“Banci lo semua! Cuma jadi backup doang masa lo-lo,” telunjuk lelaki itu terangkat dan diacungkannya ke seisi ruangan, “pada gak berani!”
Alfredo kembali menggebrak mejanya, “CUPU, LO SEMUA!” Ia menenteng ransel dengan tangan kirinya lalu berjalan menuju Eja.
Lelaki itu menepuk bahu Eja. “Gue ikut,” ucapnya sekilas sebelum dirinya lenyap dari pandangan, keluar dari kelas dan disambut oleh decakan tak percaya dari seisi kelas––termasuk aku.
Segitu beranikah dirinya? Sampai-sampai mau membahayakan dirinya ke dalam hal-hal bodoh seperti itu.
Dan hal seperti inilah yang dielu-elukan anak kelas.
Sosok yang seperti ini yang jadi panutan, sosok yang dibanggakan, sosok yang selalu dielu-elukan. serta sosok yang diterima di kelas ini. Kelas ini benar-benar––tunggu sebentar.
Sosok yang diterima? Diterima?
Aku menjentikkan jariku. Brilian! Kenapa baru terpikir olehku!
Aku bisa diterima di kelas ini dengan mengikuti hal bodoh itu! Setidaknya derajatku akan naik di sini.
Lo gila, Rak!? Masih ada banyak cara selain hal tadi!
Kugelengkan kepalaku mantap. Tidak, tidak. Kelas yang ekstrem harus dihadapi dengan cara yang ekstrem juga, ‘kan?
Perlahan aku beranjak dari kursiku, ransel sudah bertengger di sebelah bahuku. Langkahku semakin cepat dan begitu mendekati pintu, kuraih bahu Eja lantas berkata, “Gue ikut.”
✖✖✖
HAI SEMWA. Hmmm udah seminggu belom apdet yha /ditimpuk readers. Masalahnya aku kena WB lagi gak tau kenapa, doain aja ya huhu.
Bab 7 aku jadiin 2 part, soalnya kalo dijadiin satu aja kayaknya bakal kepanjangan.
BAIDEWAI MAKASIH BANGET GAES UDAH SAMPE 200+ VOTE OMG OMG LOFYU SO MUCHHH💋💋💋💋
Gak nyangka cerita abalku ini ada yang mau baca:'v. Udahan ah, nanti pada bosen. Keep vomment ya gaes! Kecup basah dari Clara mwah. SEE YAA
✖29 Juni 2016✖
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorellina
Teen FictionKaren dan Raka. Simpel. Gadis pemegang kekuasaan tertinggi di sebuah geng bejat di sekolah dengan lelaki yang terjebak di dalam kelas yang sangat tidak wajar. Klise? Memang. Tapi ini berbeda. Karena Karen adalah Sorellinanya. Cover by me ©2016 by cl...