T E N

4K 352 74
                                    

Dan mata gue sama mata Azka bertemu.

Sial. Sial. Sial. Itu kata yang gue sebut daritadi dalem hati. Gimana nggak sial, disaat lagi meyakinkan hati untuk Move On, eh orangnya malah ada. Gue memutuskan untuk m o v e o n karena gue mau putus sama dia. Biar nanti nggak ada perasaan nyesek gitu deh pas putus.

Si Vito malah enak-enakan makan Pasta punya dia, lah gue? Gue harus kayak gimana biar nggak canggung gini?

"To, cepetan deh makannya, gue males disini. Kalau bisa bawa pulang aja makanannya, biar cepet." Ucap gue sambil matanya merhatiin Azka.

Gimana mau move on kalau mata gue aja nggak bisa berhenti mandang Azka? Sial. Nyebelin.

"Tanggung deh, bentar lagi." Jawab Vito.

Ucapan gue yang bilang kalau Vito pengertian gue cabut! Kesel juga lama-lama.

"Udah belum sih? Gece lah. Males gue ada Azka, apalagi ada temen-temennya. Gue nggak mau lo diomongin karena jalan sama gue."

Vito tergelak. Kok malah ketawa? Gila ya?

"Geer banget jadi cewek." Gue bukannya geer, tapi siapa tahu aja kan?

"Antisipasi! Ya ampun.. emosi juga ya lama-lama ngomong sama lo." Gue menutup wajah gue dengan kedua tangan. Nggak kuat menghadapi Vito. Sabarr~

"Iya Tuan Puteri. Ayo pulang, mau dituntun nggak jalannya? Takutnya lo pingsan lagi jalan depan Azka."

Kain mana kain? Rasanya gue pengen sumpel mulut Vito sekarang juga.

"Bisa diem nggak lo?!" Sinis gue.

"Iye, cepetan deh! Katanya tadi mau pulang, sekarang malah duduk aja! Bangun! Kita pulang sekarang! Sekalian bawain sepatu gue."

Hellaw? Dia kira gue pembantu dia? Ish!

"Bawa lah sendiri, punya tangan juga."

Vito berdecak, "masa iya cowok bawa plastik? Udah deh, bawain cepetan. Itung-itung pahala." Gue mencibir. Pahala sih pahala, tapi nggak gini juga kali.

Mana harus ngelewatin meja Azka, beneran deh, gue udah pengen pulang kerumah aja. Azka emang nyebelin! Mau putus aja nyebelin banget!

Huh. Gue menghela napas lega, pasalnya gue udah ngelewatin jalan yang kayak neraka! Untung aja temen Azka nggak banyak omong, hufh. Gue terselamatakan.

"Huh, bebas juga akhirnya." Ucap gue sambil senyum bahagia. Vito yang ngeliat cuman ketawa kecil.

"Lain kali, kalau ketemu Azka santai aja, kalau tadi lo keliatan banget ngehindarnya. Santai aja kayak dipantai." Gue mengangguk. "Iya-iya. Yaudah mana helm gue?"

Abis itu gue sama Vito langsung pulang.

"Bilang apa sama gue?" Ucap gue sambil menyerahkan helm ke Vito.

"Sama-sama Marissa sayang."

Gue tersenyum, nggak tahu kenapa. Yaudahlah ya.

"Asik juga kayaknya kalau gue panggil lo sayang." Gue tergelak. Vito tuh ada-ada aja tingkahnya.

"Sekalian aja lo jadiin gue pacar." Kata itu meluncur tanpa rasa dosa dari mulut gue, gue diem. Mencerna kalimat apa yang barusan gue ucap.

"Gue nggak kepikiran buat jadiin lo pacar, lo lebih cocok gue jadiin pembantu. Setuju nggak?"

Gue mendorong pundak Vito, "ngaco! Udah sana pulang! Cobain tuh sepatu baru lo yang harganya WOW itu."

"Jangan lupa juga baca semua novel baru lo yang ngebosenin itu! Bye. Vito yang ganteng pamit. Eh, bentar.."

We Belong TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang