Tragedi Ratu Tenis

1.4K 40 18
                                    


Suara lantang dari pelatih tenis tersebut disambut meriah oleh murid-muridnya. Suara yang menyatakan latihan selesai, itu disusul dengan murid-murid yang mulai merapikan barang barangnya. Mereka mulai berbubaran, tetapi pelatih itu memangil salah seorang muridnya.

"Quinella, bisa kemari sebenetar?" tanya pelatih itu

Si pemilik nama pun tak segan mendekati pelatihnya. Di sekolahnya siapa yang tak kenal gadis cantik ini. Baik, murah senyum, dan cantik, selain itu ia juga berbakat dalam bidang akedemis maupun non-akademis. Kulit putih, rambut panjang yang indah, serta tubuh semapainya, wajar saja dia dipanggil Queen atau Ratu. Baru tiga bulan ia bergabung dengan klub tenis di sekolahnya, tetapi ia sudah mendapat banyak perhatian berkat bakat yang dimilikinya.

"Setelah libur musim panas nanti akan ada pertandingan tenis tingkat kota. Saya akan merekomendasikanmu jika kamu mau ikut. Jadi ...."

"Saya mau pak!" potong Quinella. "Dengan senang hati saya akan ikut serta!" serunya.

"Bagus," Pelatihnya tersenyum bangga, "selama liburan banyak banyaklah berlatih. Kau boleh pulang sekarang."

Quinella berbalik pergi, senyum merekah di wajahnya. Namun, ia tak menyadari seorang gadis yang memperhatikan dan mendengar percakapan mereka. Pelatih itu bahkan turut pergi dari lapangan tanpa melihatnya. Gadis itu bergegas merapikan tasnya dan menyusul pelatihnya.

"Maaf, pak?" ucap gadis itu.

"Ya?" sahut pelatihnya.

"Bisakah ... Bapak merekomendasikan saya juga?" pinta gadis itu.

Pelatih itu mengerutkan dahinya, "tidak bisa, rekomendasinya hanya untuk satu orang."

"Tapi Quinella baru tiga bulan belajar di sini pak!" protes gadis itu.

"Lalu apa yang salah? saya lihat ia berbakat." sanggah pelatih itu.

"Kenapa bukan saya? saya sudah di sini enam bulan, dan bapak tidak pernah merekomendasikan apapun kepada saya!" protesnya.

"Jika kamu ingin kurekomendasikan berlatihlah lebih keras! Kamu bahkan tidak bisa mengalahkan Quinella yang baru tiga bulan, dan kamu sudah ingin berkompetisi? Kamu hanya akan mempermalukan dirimu di lapangan."

Gadis itu terdiam, ia bahkan berhenti melangkah. Bahunya bergetar, perkataan pelatihnya begitu menohok baginya. Ia genggam erat raket tenis di tangannya dan mengigit bibir bawahnya. Ia tak bisa menerima hinaan ini.

~***~

Liburan musim panas pun tiba. Quinella dan teman satu klub tenis berkumpul sebelum akan berpisah selama beberapa pecan. Hanya ada satu gadis yang tak datang. Mereka duduk di kursi luar kafe sambil berbincang-bincang.

"Claire, tidak datang?" tanya salah satu temannya.

"Iya, lagi pula ... Siapa yang peduli?" balas temannya yang lain.

"Lagi pula tak satu pun dari kita di sini dekat dengan gadis aneh itukan?"

"Hahaha," Mereka tertawa.

Sayang sekali, orang yang mereka bicarakan berada di balik tembok mendengar semua pembicaraan mereka. Gadis itu mengurungkan niatnya dan berlari pergi. Setelah jauh dari kafe itu ia berlari menyeberangi jalan menuju apartemennya. Namun, nasib sial memang mengiringi harinya saat ini. Ia tersandung kakinya sendiri dan jatuh di atas aspal.

~***~

Quinella pergi berlibur ke rumah neneknya. Bukan di pedesaan, tetapi di sebuah pulau tempat usaha keluarganya berdiri. Hotel mewah yang menyajikan pemandangan pantai pasir putih yang indah. Quinella menghabiskan banyak waktunya di sini. Berenang, berjemur, menyelam, dan masih banyak kegembiraan lainnya. Ia juga memiliki beberapa teman sebaya yang berlibur di hotelnya. Hotelnya mempunyai lapangan tenis tertutup di lantai dasar. Ia sering berlatih tenis di sana setiap harinya.

Tentang Teror Dari Negeri Di Seberang LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang